Deja Vu bag 25 by Sally Diandra

Deja Vu bag 25 by Sally Diandra. Malam harinya, seperti yang sudah direncanakan oleh Suryaban, setelah usai simposium, Suryaban mengajak Jodha untuk menikmati makan malam di hotel berbintang tersebut, Suryaban telah menyetting salah satu sudut hotel itu menjadi sebuah area dinner yang romantis dengan tatanan meja makan yang elegan dan cantik untuk dinner mereka, Jodha terperangah ketika melihat meja makan mereka terletak diatas balkon dengan viewnya menghadap persis di atas kolam renang

“Waaah ,,, tempatnya bagus sekali, rasanya seperti memang sudah dipersiapkan, bukan begitu, dokter Surya ?” Suryaban hanya tersenyum sambil mendorong sebuah kursi yang dikhususkan untuk Jodha, Jodha segera menghempaskan pantatnya dikursi itu

“Aku memang sedang mempersiapkan sesuatu untuk kamu” bisik Suryaban sambil duduk dikursinya sendiri

“Oh ya ? Tapi rasanya hari ini bukan hari ulang tahunku ?” Jodha merasa penasaran dengan ucapan Suryaban, tak lama kemudian makanan yang dipesan oleh Suryaban pun datang, Jodha semakin penasaran dengan kejutan yang akan diberikan oleh Suryaban

Sementara itu di tempat yang sama, lebih tepatnya di bar hotel tersebut, Jalal sedang merenung diri di salah sudut meja bar yang terletak disana, pikirannya menerawang sambil memainkan gelas yang entah sudah keberapa yang telah diminumnya, Jalal teringat pada moment moment indah yang pernah dilaluinya bersama Jodha dulu beberapa tahun yang lalu, tiba tiba salah seorang perempuan penjaja cinta mendekatinya dan mengajaknya untuk berinteraksi namun Jalal hanya diam saja, tidak bergeming

Kembali ke tempat Jodha, setelah selesai menikmati makan malamnya bersama Suryaban, yang ditemani oleh remang remang lilin dan alunan pemusik klasik yang menyanyikan lagu lagu cinta plus rangkaian bunga mawar putih dikanan kiri mereka, Jodha semakin bertanya tanya

“Ada apa ini dokter Suryaban ? Kenapa jadi romantis seperti ini ? Aku kira hanya makan malam biasa” Suryaban tersenyum sambil mengangkat sebelah alisnya yang tebal

“Aku kan sudah bilang tadi, kalau aku akan memberikan kejutan untukmu” dahi Jodha segera berkerut begitu mendengar ucapan Suryaban, sementara itu Jalal yang sedang menikmati kesendiriannya mulai merasa jengah dengan perempuan perempuan yang berusaha menghiburnya malam itu

Deja Vu“Maaf, malam ini aku ingin sendiri, aku tidak ingin diganggu” ujar Jalal dengan sikap tidak bersahabat “Kok malah nggak seneng di temeni sih, mas ,,,,” ujar wanita penjaja cinta itu dengan gayanya yang sexy dan mencoba mencuri perhatian Jalal namun Jalal tetap tidak bergeming, hingga akhirnya Jalal merasa tidak nyaman berada di bar hotel itu dengan sedikit sempoyongan karena minuman keras yang diminumnya namun otak warasnya masih bekerja, Jalal segera pergi dari bar hotel tersebut menuju ke parkiran mobil dan secepat mungkin melajukan mobil land rover putihnya keluar dari sana, namun di tengah perjalanan niatnya pulang ke rumah diurungkannya, Jalal segera mengambil jalur lain menuju ke klab malam yang biasa di kunjungi bersama temannya dulu.

Sesampainya disana, dari luar sayup sayup dentuman musiknya sudah terdengar, Jalal segera memasuki klab malam tersebut dengan maksud hendak menghibur dirinya sendiri dan menguatkan hatinya dari pikirannya yang selalu tidak pernah lepas membayangkan Suryaban melamar Jodha, Jalal tidak bisa berbuat banyak untuk menghentikan usaha Suryaban melamar Jodha menjadi istrinya, membayangkan Jodha menjadi milik orang lain, sungguh sangat menyakitkan untuk Jalal, meskipun rasa bencinya ke Jodha masih mendarah daging namun Jalal tetap tidak terima kalau Jodha disentuh oleh orang lain, membayangkan Jodha bercumbu dengan orang selain dirinya, membuat darah Jalal mendidih, Jalal benar benar terpuruk dalam kesedihan.

Malam itu Jalal menenggelamkan dirinya dengan beberapa gelas minuman keras yang dirasanya bisa membuat dirinya nyaman dan sejenak bisa melupakan Jodha, dilanggarnya sendiri konsep hidup sehat yang selalu di suarakannya pada pasiennya selama ini.

Sementara itu di tempat Jodha, Jodha masih merasa kebingungan dengan sikap Suryaban yang tiba tiba berubah jadi sangat romantis, apalagi ketika makan malam mereka usai, Suryaban memintanya untuk menutup mata

“Tutup mata ? Buat apa sih, dok ?” Jodha benar benar penasaran dibuatnya

“C’mon please ,,, aku minta tutup matamu, hanya tutup mata saja, apa susahnya ?” akhirnya Jodha menyerah dan mulai menutup matanya, saat itu Suryaban mengeluarkan kotak cincinnya yang berisi cincin berlian lalu diletakkannya cincin itu di meja yang terletak depan Jodha

“Sekarang buka mata kamu” secara perlahan Jodha membuka matanya, dilihatnya Suryaban sedang tersenyum kearahnya sambil melirik ke arah cincin yang terletak di meja didepannya, Jodha terperangah melihat cincin berlian yang berada didepannya

“Coba kamu tengok ke samping bawah” Jodha menuruti ucapan Suryaban dengan menengok ke arah samping bawah dan dilihatnya dilantai kolam renang terdapat barisan lilin lilin yang menyala yang membentuk sebuah tulis “will u marry me” Jodha terharu menatapnya, disekanya ujung ekor matanya, Jodha tidak menyangka kalau Suryaban selama ini ternyata menyimpan cinta untuknya tapi sesaat kemudian wajah Sukaniya terbayang di pelupuk mata Jodha, Jodha sedih, dirinya tidak bisa membayangkan kalau dirinya menerima lamaran Suryaban, memikirkan Shivani yang dipermainkan oleh Jalal saja, membuat Jodha tidak bisa tidur, apalagi kalau menerima cinta Suryaban, pasti Sukaniya akan terluka karenanya

“Maukah kamu menikah denganku, Jodha ?” suara Suryaban membuyarkan lamunannya, dipandanginya wajah dokter muda ini penuh haru

“Dokter Suryaban, sebelumnya aku minta maaf ,,,” suara Jodha tercekat di ujung lidah, Suryaban segera memotong ucapan Jodha sambil memegang tangan Jodha yang terletak di meja

“Aku tahu, aku bisa mengerti, kamu pastinya terkejut karena tiba tiba saja aku melamarmu” Jodha menganggukkan kepalanya, tiba tiba selintas wajah Jalal terlihat jelas didepan matanya dengan tatapannya yang sedih

“Saat ini ,,, aku belum bisa menjawabnya, dokter Surya” Suryaban menganggukkan kepalanya sambil meremas tangan Jodha lembut, Jodha tidak membalas genggaman tangan Suryaban

“Aku akan menunggu, aku hanya ingin kamu tahu, kalau aku serius ingin membina hubungan denganmu, bukan hanya hubungan antara laki laki dan perempuan akan tetapi lebih dari itu, aku ingin membina hubungan rumah tangga denganmu, aku ingin kamu menjadi ibu dari anak anakku, Jodha” mata Jodha berkaca kaca, Jodha benar benar terharu dengan ucapan Suryaban tapi kembali wajah Sukaniya dan Jalal tiba tiba silih berganti menghiasi benaknya

“Asal kamu tahu aku sudah memendam perasaan ini cukup lama, namun aku tau kalau kamu tidak mudah untuk ditaklukkan, istilah gunung es memang sangat tepat buat kamu” ujar Suryaban sambil tertawa kecil, Jodha hanya tersenyum

Sementara itu di tempat Jalal, Jalal sudah semakin mabuk dengan gelas gelas minuman kerasnya yang membuat dirinya sesaat nyaman dan melupakan bayangan Jodha yang menyakitkan dirinya dan ketika Jalal sedang menelungkupkan wajahnya diatas meja bar tiba tiba ada seseorang yang tidak Jalal kenal meminta untuk pergi dari tempat itu

“Hei bung ! Kalau mau tidur bukan disini tempatnya !” Jalal segera mendongak dengan gayanya yang sempoyongan dan menatap tajam ke arah orang tersebut

“Aku mau tidur, aku mau minum, itu terserah aku !” bentak Jalal dengan nada marah, namun orang itu juga tetap bersikeras menyuruh Jalal keluar

“Tapi kalau mau tidur, lebih baik kamu pulang, bung ! Kamu sudah over dosis ! Jangan sampai bikin keributan disini, aku peringatkan kamu, aku ini security disini ! Ayooo cepat keluar !” ucapan security klab tersebut benar benar menjengkelkan Jalal, Jalal segera membentak security itu keras

“Aku mau ngapa ngapain terserah aku ! Aku bayar ! Berapapun harganya aku bayar !” security tadi langsung menyeret lengan Jalal dan mengajaknya keluar, namun karena pengaruh alkohol yang telah menguasai pikiran Jalal, tanpa pikir panjang, Jalal segera menyerang security tersebut, maka tak ayal akhirnya baku hantampun terjadi dan hal ini ternyata berimbas pada pengunjung yang lain yang juga sudah merasa sensitif akibat perngaruh alkohol yang mereka konsumsi, maka suasana chaos pun terjadi, orang orang tersebut mulai saling menyerang dan menghajar satu sama lain, termasuk juga Jalal, keributan dan teriakan para perempuan terdengar riuh di klab malam tersebut hingga akhirnya polisi menghentikan aksi mereka dan menggiring mereka ke dalam sel.

Tepat tengah malam, tiba tiba telfon di rumah Jalal berbunyi, ibu Hamida yang terjaga karena deringan telfon, segera mengangkatnya dari dalam kamar, sementara suaminya masih terlelap di sampingnya

“Hallo selamat pagi, dengan ibu Hamida, saya berbicara ?” suara asing di ujung sana benar benar mengagetkan ibu Hamida, pagi pagi buta seperti ini ada seseorang yang menelfon dirinya, siapa gerangan ?

“Iyaaa, betul ,,, saya Hamida, dari mana ini ?” suara bu Hamida terdengar parau

“Kami dari pihak kepolisian, ibu ,,, kami mau memberitahukan kalau anak ibu yang bernama Jalalludin Akbar kami tahan, dia terlibat kasus perkelahian di sebuah klab malam” ibu Hamida terperangah sambil menutupi mulutnya dan melirik ke arah suaminya yang masih tertidur pulas

“Baik baik, terima kasih untuk informasinya, besok pagi kami akan kesana” ujar bu Hamida sambil menutup telfon rumahnya dan mulai berfikir bagaimana caranya menceritakan hal ini pada suaminya, ibu Hamida gelisah dan tidak bisa melanjutkan tidurnya pagi itu

Keesokan harinya, ketika ibu Hamida sedang menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya, tiba tiba dari arah kamar suara pak Humayun terdengar menggelegar, membuat ibu Hamida sontak terkaget

“Hamida ! Hamida ! Hamida lihat ini !” suara pak Humayun terdengar keras di telinga ibu Hamida yang saat itu sedang menata piring piring di meja makan

“Ada apa ayah ? Ada apa ? Pagi pagi sudah teriak teriak begitu” raut muka pak Humayun terlihat tegang ketika menghampiri ibu Hamida sambil membawa sebuah koran ditangannya

“Iyaaa, ini ayah ,,, nggak biasanya pagi pagi teriak seperti itu” Mirza juga ikut menimpali ucapan ibunya sambil menghambur bersama mereka dan duduk di meja makan

“Ayah baru saja dapat telfon dari Bhaksi Bano, kakakmu” intonasi suara pak Humayun mulai terdengar merendah setelah mereka bersama sama duduk di meja makan, ibu Hamida dan Mirza mendengarkan dengan seksama

“Kata Bhaksi Bano, aku harus baca koran pagi ini di halaman tiga dengan judul Seorang dokter muda JA terlibat kasus perkelahian di klab malam, ini beritanya coba baca ! Siapa lagi kalau bukan dia, anakmu Hamida !” ibu Hamida tersentak kaget begitu mendengar ucapan suaminya, sementara Mirza segera membaca berita di koran tersebut

“Mana anakmu ? Dia belum pulang kan dari kemarin ? Itu karena dia mendekam di penjara !” suara pak Humayun terdengar lantang, ibu Hamida hanya bisa terdiam sambil memikirkan nasib Jalal

“Semalam, pihak kepolisian memang mengabarkan hal itu, ayah ,,, mereka menelfon kita, saat itu tengah malam jadi ibu memang sengaja tidak membangunkan ayah” suara ibu Hamida terdengar melemah

“Lihat kan ? Kamu selalu membela anakmu itu !” pak Humayun terlihat kesal

“Mungkin, ada alasan dibalik ini semua, ayah ,,,, pasti ada sesuatu yang membuat Jalal bertindak seperti itu, kita harus mencari penyebabnya”, “Yang dikatakan ibu benar ayah, pasti ada sesuatu yang membuat kak Jalal begini” Mirza memberikan dukungan pada ibunya yang selalu di pojokkan oleh ayahnya bila ada masalah yang melibatkan Jalal

“Termasuk juga alasan dia mabuk mabukkan di tempat seperti itu ? Dia itu seorang dokter ! Dan di koran ini jelas jelas menyebutkan dia sebagai dokter muda JA, aku yakin rumah sakit kita juga akan kena imbasnya ! ini sudah bukan main main lagi, Hamida ! Ini sudah menyangkut kredibilitas keluarga kita ! Rumah sakit kita ! Dan namanya sendiri ! Dia benar benar sudah merendahkan martabat seorang dokter ! Lebih baik aku copot saja predikat itu agar dia bisa bebas melakukan apapun yang dia mau !” ibu Hamida dan Mirza tegang dan terkejut begitu mendengar ucapan pak Humayun yang terdengar terluka

“Ayah, aku mohon ,,, pikirkan dulu, jangan gegabah, tenang ,,, kita bisa mencari solusinya, aku mohon ayah” pinta Hamida dengan mengiba

“Aku serius, Hamida ! Aku serius soal ini ! Anakmu itu hanya suka bersenang senang dengan gadis gadis murahan yang membuatnya seperti ini ! Sungguh tidak berkelas !” pak Humayun segera meninggalkan meja makan dengan menahan amarahnya dan segera berlalu ke ruang kerjanya, ibu Hamida hanya bisa terdiam dan menangis mendengar keputusan suaminya yang keras, sementara itu Mirza mencoba menenangkan ibunya.

Tak lama kemudian ibu Hamida, Mirza dan pengacara mereka berhasil membebaskan dan menjemput Jalal keluar dari kepolisian, penampilan Jalal benar benar kacau dan kusut, ibu Hamida semakin sedih melihat kondisi Jalal

“Ibuuuu ,,, terima kasih, ibu sudah mau membebaskan aku” ujar Jalal sambil memeluk ibunya erat, ibu Hamida hanya terdiam sambil menangis pilu

“Aku harap ini yang pertama dan terakhir, Jalal ,,, jangan kamu ulangi lagi kejadian seperti ini” ujar ibu Hamida sambil memegang kedua pipi Jalal, Jalal menganggukkan kepalanya dengan tatapan wajahnya yang sedih

“Tapi ultimatum ayah, sangat menyeramkan, kak” ucapan Mirza membuat Jalal kaget “Maksudnya ?” ibu Hamida menghela nafas panjang

“Nanti kita bicarakan di mobil, tidak etis dibicarakan disini” akhirnya mereka langsung meluncur ke dalam mobil dan tidak digubrisnya para kuli tinta yang telah menunggunya sedari tadi untuk memburu berita tentang Jalal. Sepanjang perjalanan menuju ke rumah, di dalam mobil ibu Hamida dan Mirza menceritakan semua ultimatum pak Humayun untuk Jalal

“Biarkan saja, ibu ,,, biarkan ayah mencopot gelarku, aku tidak masalah, aku malah bisa bebas melakukan apa saja yang aku mau !” ujar Jalal kesal, ibu Hamida menggelengkan kepalanya

“Tidak, Jalal ,,, tidak semudah itu, kamu tidak boleh egois, ibu tahu kalau ayahmu sangat terluka dengan kejadian ini dan bila ayahmu melakukannya maka semuanya akan berimbas pada kredibilitas ayahmu, nama baik keluarga, nama baik rumah sakit kita, semuanya akan berakhir, Jalal ,,, kamu tidak boleh hanya memikirkan dirimu sendiri, namamu membawa nama keluarga kita, kita harus mencari cara agar kita keluar dari masalah ini” ujar ibu Hamida sedih

“Tapi bagaimana caranya, bu ?”, “Iya, bu ,,, apa yang harus kita lakukan ? Aku seperti berada diujung tanduk” Mirza dan Jalal sama sama bingung, Jalal sendiri merasa posisinya sudah sangat terjepit, sesaat semuanya terdiam dengan pikiran mereka masing masing, mencoba mencari solusi dari permasalahan ini

“Ibu tahu, apa yang harus kita lakukan ,,,” tiba tiba suara bu Hamida memecah keheningan diantara mereka namun ibu Hamida tidak melanjutkan kata katanya, Jalal dan Mirza penasaran mununggu ucapan ibunya selanjutnya

“Jalal, kamu harus menikah dengan Jodha !” Jalal terperangah tidak percaya mendengar ucapan ibunya….. NEXT