Malam Pertama: Arti Mencinta! bag 2

Malam Pertama: Arti Mencinta! bag 2 by Tim SJA. Jodha galau …sangat galau. Hatinya tidak tenang. Pikirannya serabutan. Telah berhari-hari dia berdiam dikamar dan hanya keluar untuk mengunjungi Salima, Hamida dan melakukan Tulsi Puja. Jodha berpikir dan terus berpikir, bagaimana menaklukan pikirannya dan memenangkan perasaanya. Tapi dia belum juga menemukan jalan keluarnya. Hanya jalal yang setiap malam masih dengan rutin mengunjunginya, meski tidak lagi menanyakan pertanyaan yang dulu selalu ditanyakannya, “apakah kau sudah siap menerimaku?” Sudah beberapa hari Jalal tidak lagi bertanya. Dia hanya datang untuk mengucapkan selamat malam lalu pergi. Jodha merasa bersalah dan tersiksa dengan pikirannya sendiri. Tak tahu harus berbuat apa.

Pagi itu, Jodha sedang membaca Bhagavad Gita ketika Moti datang sambil membawakan sebuah nampan berisi gelas minuman. Moti menyodorkan cangkir itu pada Jodha sambil berkata, “minum ramuan ini, Jodha. Ini akan menghangatkan badanmu dan menenangkan pikiranmu.” Jodha tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Jodha menutup kitab di depannya dan menyambut cangkir yang di sodorkan Moti. Moti memberitahu kalau musim dingin sudah mulai melanda Agra. Cuaca akan menjadi sangat dingin beberapa hari ke depan. Dan ramuan yang di berikannya itu akan membuat tubuh Jodha selalu hangat. Jodha memuji Moti yang begitu perhatian padanya, seperti ibunya saja.

Jodha ingat saat di Amer, ibunya selalu rutin membuatkan berbagai jenis ramuan untuk menjaga tubuhnya agar selalu sehat. Ibunya selalu berkata, bahwa beberapa tanaman mempunyai efek yang menyehatkan dan menguntungkan untuk tubuh. Bahkan ketika seseorang merasa lelah, ramuan tertentu akan menyegarkan mereka. Atau ketika seseorang tidak bisa fokus, ramuan tertentu akan membuat pikirannya tenang. Mengingat tentang ramuan-ramuan itu, Jodha mendapat ide. Sesaat wajahnya terlihat senang, tapi beberapa saat kemudian, dia tersipu malu. Moti yang sedang menatapnya jadi bingung melihat perubahan di raut wajah Jodha.

Moti bertanya, “ada apa, Jodha?”  Jodha menggeleng. Dia mengaduk ramuan di cangkirnya sambil terus berpikir.  Ide yang tadi sempat terpikirkan, di pikirnya kembali. Di pilah dan di timbang untung ruginya. Dia tidak melihat ada yang salah dengan ide itu. Tapi tetap saja dia harus memikirkannya lagi. Lalu Jodha dengan iseng bertanya, dari mana Moti mendapat ramuan ini? Moti menjawab kalau Hakim Saiba membuat ramuan itu dan membagikannya pada para ratu dan penghuni istana lainnya. Moti balik bertanya, “kenapa kau ingin tahu?” Jodha menjawab kalau dia hanya ingin tahu saja.

Benar kata Moti, Musim dingin sedang melanda Agra. Jodha berdiri di balkon menatap pekatnya malam. Bulan separuh menggantung indah. Jodha masih memikirkan tentang ide yang di temukannya siang tadi. Dia masih terus menimbang dan menimbang. Menganalis dari berbagai sudut pandang. Memikirkan untung rugi dan dampak negatifnya. Tapi Jodha tak menemukan sedikitpun cela yang menunjukan kalau idenya itu tidak baik dan merugikan orang. Satu-satunya yang akan di rugikan adalah dirinya sendiri. Tapi keuntungannya, dia akan membuat Jalal bahagia.  Tanpa sadar Jodha berguman, “jika ini satu-satunya jalan, aku harus mencobanya. Apapun resikonya…aku tak perduli!”

Terdengar deheman lirih di belakangnya. Jodha segera berbalik. Jalal berdiri di belakangnya menatapnya dengan rasa ingin tahu, “apa yang harus di coba, ratu Jodha? Dan apa yang akan terjadi?”  Jodha tersipu , “shahenshah, kau di sini?” Jalal mendekati Jodha, “kau belum menjawab pertanyaanku, Ratu Jodha!”  Jodha menatap Jalal beberapa saat, lalu dengan jengah menyahut, “tidak ada apa-apa, yang mulia…tidak ada apa-apa.”  Jalal tidak percaya. Dia menghampiri Jodha berdiri sangat dekat di depannya dan menatap Jodha tepat di matanya, “aku melihat ada yang kau sembunyikan di sana..!”

Jalal menatap mata Jodha yang kiri dan kanan secara bergantian dengan gerakan mengoda. Jodha tersenyum dan mendorong tubuh Jalal agar sedikit menjauh. Bukannya menjauh, Jalal malah semakin  merapat. Jodha jadi salah tingkah. Jalal mendekatkan wajahnya, sangat dekat…. tapi gelang hidung Jodha membuatnya mengurungkan niat. Jalal tertawa, memegangg kepala Jodha dengan kedua tanganya lalu menundukkan kepala Jodha dan mencium keningnya, “selamat malam, ratu Jodha.” Tanpa menunggu jawaban dari Jodha, Jalal segera berbalik pergi. Tapi Jodha dengan cepat menangkap pergelangan tangan jalal, “tunggu, yang mulia!” Jalal menghentikan langkahnya dan menunggu. Jodha melangkah ke depan meja rias. Melepas gelang hidungnya dan kembali menghampiri Jalal. Jalal tersenyum penuh harap. Tapi dia tak melakukan apa-apa hanya berdiri menunggu.

Jodha dengan perlahan tapi pasti mendekati Jalal. Jantungnya berdegup kencang. Tapi Jodha menguatkan diri. “Harus di coba…harus di coba!” begitu tekadnya dalam hati. Jodha menatap Jalal yang balas menatapnya. Dengan sedikit ragu Jodha menyentuh pipi jalal dengan kedua tanganya, membelainya, lalu pelan-pelan mendekatkan wajahnya ke wajah Jalal dan mencium bibirnya. Tiba-tiba Jodha berjingkat geli saat kumis Jalal menyentuh bibirnya dan dengan cepat menarik wajahnya menjauh. Tapi Jalal tak membiarkannya. Dia yang sedari tadi menunggu dengan penasaran pada apa yang akan di lakukan Jodha, tak mau membiarkan apa yang sudah dimulai Jodha berakhir begitu saja. Dengan cepat dia mendorong tubuh Jodha ke dinding di tepi jendela. Dengan lembut dia mencium bibir Jodha dan mengulumnya. Ini adalah ciuman pertama Jodha. Untuk sesaat dia terlena dalam ciuman mesra Jalal dan menikmatinya. Jodha berpikir… seperti inikah rasanya berciuman…

Lalu bayangan jalal sedang mencium Ruq dengan kemesraan yang sama seperti yang di lakukan padanya saat ini muncul di benaknya.  Jodha mencoba membuang bayangan itu keluar dari benaknya. Tetapi semakin diusir, bayangan itu semakin Jelas. Hatinya tiba-tiba gelisah.  Jodha tak tahu harus bagaimana. Ada rasa muak muncul menyelimuti pikirannya. Jalal masih hanyut dalam ciuman-ciumannya. Kini bukan lagi hanya di bibir tapi juga di leher, dan di semua bagian yang bisa di telusuri oleh bibirnya. Tubuh Jodha bergetar menahan diri. Lalu setelah dia merasa tidak mampu, dengan sekuat tenaga dia mendorong dada Jalal dengan kedua tanganya. Merasakan dorongan Jodha, Jalal menarik tubuhnya dan memandang Jodha dengan tatapan menuntut. Jodha dengan tubuh bergetar dan wajah sepucat kapas hanya bisa menunduk, tak berani manatap Jalal.  Rasa sesal dan takut tergambar jelas di raut wajahnya.

Jalal yang semula merasa kecewa berubah menjadi iba. Dengan penuh kasih sayang, di peluknya tubuh Jodha. Jodha menangis sedih. Mendengar Jodha terisak, Jalal melepas pelukannya. Lalu menatap wajah Jodha yang basah dan menghapus air matanya. Jalal menggeleng dan tersenyum. Lalu dengan lembut dia mencium kening Jodha dan meninggalkannya.  Sepeninggal Jalal, Jodha menangis sepuas-puasnya… untuk meluahkan perasaan yang menghimpit dadanya dan menganggu pikirannya. Dalam sesal dan kecewa, Jodha berguman, “Oh ambe ma…. kenapa selalu seperti ini!” Jodha memejamkan mata nya dan berpikir keras. Hanya ada satu cara untuk menghilangkan pikirtan-pikiran buruk itu dari benaknya…. satu-satunya cara!  Dan Jodha bertekad akan mencobanya….. Malam Pertama: Arti Mencinta! bag 3