Malam Pertama: Arti Mencinta! bag 3. Keesokan harinya, Jodha menyuruh Moti memanggilkan Hakim Saiba. Wanita tua yang ramah itu datang menemui Jodha dengan senang hati. Hakim Saiba bertanya ada perlu apa Jodha memanggilnya. Jodha menyuruh Hakim Saiba duduk dan menyuruh Moti pergi meninggalkan mereka berdua. Moti menurut. Jodha duduk di dekat Hakim Saiba, dia membisikan sesuatu di telinga wanita paruh baya itu. Hakim Saiba terlihat kaget dan menatap Jodha dengan tatapan menyelidik. Di pandang begitu, Jodha menjadi tersipu malu. Hakim Saiba terlihat bingung sesaat, tapi melihat tatapan penuh harap di mata Jodha, akhirnya dia mengangguk. Hakim saiba bertanya, “kapan anda akan menggunakannya, yang mulia?”
Jodha dengan malu-malu tapi penuh harap balik bertanya, “malam ini bisa?” Hakim Saiba mengangguk, “baiklah, nanti sore suruh pelayamu datang, mengambilnya.” Jodha mengangguk. Hakim saiba berkata, kalau tidak ada urusan lagi dia mau pergi. Jodha mengucapkan terima kasih dan memberikan sekantong uang sebagai imbalan. Tapi Hakim Saiba menolaknya, “tidak perlu yang mulia. Sudah menjadi tugasku untuk melayani anda.”
Hakim saiba memberi salam dan beranjak pergi, tapi di depan pintu dia berbalik dan menghampiri Jodha lagi, ” tapi, jika anda menggunakan obat itu harus hati2. Jangan sampai keluar dari kamar, bisa bahaya.” hakim saiba memberi tekanan pada kata ‘bahaya’ sambil tersenyum kecil. Pipi Jodha memerah menahan malu. Kata hakim saiba lagi, “mencampurnya nanti jangan banyak2, cukup 1 tetes saja dalam segelas air. Biasanya setelah efek obat itu hilang, akan muncul rasa pusing dan lemas. Jadi terserah, nyonya, akan menggunakanya atau tidak setelah mengetahui efek sampingnya. Tapi aku pasti akan membuatkannya!” Jodha tersenyum malu dan mengucapkan terimakasih.
Setelah Hakim saiba pergi, Moti menemui Jodha dan bertanya, “apakah kau sakit, Jodha?” Jodha menggeleng. Dia menarik tangan Moti agar duduk di sampingnya. Jodha membisikan sesuatu di telinga Moti. Moti terlihat kaget, dan tanpa sadar bersuara keras, “apa yang kau lakukan, Jodha? Ini benar-benar tidak masuk akal! Bagaimana mungkin kau….!” Jodha menatap Moti tegang. Melihat itu, Moti berasa iba, dia mengelus pipi Jodha dengan lembut lalu memeluknya. Jodha kemudian terlihat ceria lagi, meski terasa kalau sedikit di paksakan. Katanya pada Moti, “nanti sore aku ingin kau menemui hakim Saiba dan mengambil ramuan obat yang kupesan. Moti mengangguk. Jodha berdiri merapikan gaunnya dan memasang dupattanya. Melihat itu moti bertanya, “Jodha, kau mau kemana?” Jodha menjawab kalau dia kan menemui Salima dan hamida, dan bermain-main dengan Rahim sebentar. Sudah beberapa hari dia tak melihat rahim.
Seharian itu, Jodha menghabiskan waktu berkeliling, mengunjungi Hamida dan berbicara berjam-jam dengannya lalu menemui Salima untuk mendengarkan puisi-puisi indah yang di bacanya serta menemai Rahim duduk di taman istana. Rahim meminta Jodha bercerita tentang Kanha. Jodha menurutinya. Dia bercerita tentang pertempuran antara Kanha dan Kaliya. Sedang asyik-asyiknya Jodha bercerita, Jalal datang menghampiri mereka. Rahim berdiri memberi salam. Jodha hendak berdiri, tapi Jalal melarangnya. Jalal bertanya apa yang mereka lakukan di di sini. Rahim memberitahu Jalal kalau Jodha sedang bercerita padanya tentang Kanha dan Kaliya.
Kaliya adalah seekor ular beracun yang tinggal di sungai Yamuna. Saking beracunnya tidak ada binatang yang bisa tahan hidup di sungai itu. Suatu hari Krisna dan teman-temannya sedang bermain bola. Bola tersebut jatuh kedalam sungai Yamuna. Krisna menceburkan diri kedalam sungai tersebut untuk mengambil bola. Melihat itu, Kaliya segera mengeluarkan bisanya dan melilit tubuh krisna. Krisna melakukan tiwikrama sehingga tubuhnya mengembang sebesar gunung. Kaliya terpaksa melepas lilitannya sebab kalau tidak tubuhnya bisa hancur. Krisna kembali mengecil dan menghajar Kaliya sambil menari di atas kepala ular itu. Krisna hampir saja membunuh kaliya, tapi istri Kaliya muncul dan memohon-mohon pada Krisna, maka krisna membebaskannya. Dan sejak saat itu, kaliya dan istrinya menjadi pengikut Krisna.
Mendengar cerita Jodha yang di ceritakan kembali oleh Rahim, Jalal bertepuk tangan dengan kagum. Dia meraih tubuh munggil Rahim, mengangkatnya tinggi dan memutarnya di udara. Rahim tertawa senang, tapi Jodha berteriak ketakutan. Jalal menurunkan Rahim, rahim berpamitan dan berlari pergi. Jalal menatap Jodha dengan heran, “kenapa kau berteriak ratu Jodha?” “Jodha dengan gugup berkata, “kenapa kau lakukan itu yang mulia? bagaimana kalau Rahim jatuh?” Jalal memicingkan matanya, menatap Jodha dengan tatapan menyelidik, “kau tidak percaya pada ku, ratu Jodha? Tidak percaya pada kekuatan suamimu sendiri?” Jodha tidak menjawab, hanya memandang Jalal dengan shock.
Jalal menghampiri Jodha dan berkata, “jangankan Rahim yang mungil, aku bahkan cukup kuat untuk mengangkat tubuhmu. Apa kau ingin mencobanya?” Jodha terbelalak tak percaya mendengar tawarannya. Entah apa yang di pikirkannya, tiba-tiba mata Jodha melirik kekiri dan kekanan. Jalal tertawa, “tentu saja tidak di sini. Kalau kau mau kita bisa pergi ke tempat khusus.” Jodha tersipu mendengarnya. Jodha meras heran dengan dirinya, meski seringkali dia ejek dan digoda jalal, tetap saja dia terkadang tidak menyadarinya. Jalal menatap Jodha yang tesipu, lalu dia tersenyum dan berpamitan.
Jodha menahannya. Jalal menunggu. Jodha berkata, “maukah kau datang ke kamarku malam ini, yang mulia?” Jalal menatapnya heran, “bukankah aku setiap malam datang kekamarmu untuk mengucapkan selamat Malam, ratu Jodha?” Jodha tersenyum, “aku hanya ingin memastikan saja yang mulia, karena aku akan menunggumu.” Jalal menatap Jodha dengan tatapan tertarik, “apa kau ingin melakukan sesuatu denganku?” Jodha tahu kalau jalal sedang mengodanya. Jodha mengantupkan bibirnya dan mengangguk tegas, “ya. Aku ingin bermain catur denganmu.”
Jalal tertawa, “kau tidak takut kalah, ratu Jodha? Terakhir kali kau bermain denganku, kau kalah telak dariku!” Jodha teringat bagaimana dia bermain catur manusia dengan jalal dan kalah darinya, “ya… tapi biarpun kalah, aku yang mendapat hadiahnya.” Jalal mengangguk setuju, “malam inipun sama, walaupun kau kalah nantinya, aku tetap akan memberikan hadiahku. Jadi kau bersiap-siaplah!” setelah berkata begitu, Jalal meninggalkan Jodha yang menatap kepergiannya dengan tersenyum.
Menjelang sore, Jodha kembali ke kamarnya. Moti memberitahu Jodha kalau dia menemui Hakim Saiba. Jodha menerima ramuan yang di bawa Moti dari hakim saiba. Lalu menyimpannya. Setelah itu dia pergi mandi dan menghias diri. Moti sangat suka sekali mendandani Jodha. Dia selalu ingin membuat Jodha terlihat cantik di bandingkan Ratu-ratu lainnya.
Malamnya, Setelah melakukan arti, Jodha menyiapkan permainan catur di atas meja dan berbagi jenis makanan manis kesukaan Jalal. Jalan datang, melepas sandalnya dan masuk kekamar Jodha. Dia terlihat takjub melihat kamar Jodha di hias dengan bunga dan lilin harum dengan berbagai warna. Jalal berkata, “wow…. kamarmu sangat indah sekali, ratu Jodha. Apa ada yang terlewatkan oleh ku hari ini?” Jodha tersenyum, “tidak shahenshah. Aku hanya tepikir untuk menciptakan suasana romatis di kamar ini.” Jalal tersenyum geli dan berguman, “suasana romatis apa yang bisa tercipta dari permainan catur?” Jodha yang tidak begitu mendengar apa yang di katakan Jalal bertanya, “apa yang kau katakan tadi, Yang Mulia?” Jalal masih dengan tesenyum menggeleng dan berkata, “tidak apa-apa. Bisa kita mulai permainan caturnya?”
Keduanya bermain catur sambil ngemil dan ngobrol. Terlihat sekali kalau keduanya menikmati kebersamaann itu. Meski telah kalah dua kali, tapi Jalal tidak terlihat sedih. Padahal kalau bermain dengan Ruq, dan Jalal kalah, jalal suka sakit hati sendiri. Malam sudah larut, Jalal sudah menguap. Jalal berkata pada Jodha kalau dia akan kembali ke kamarnya. Tapi Jodha mencegah. Jodha meminta Jalal tidur dengannya malam ini. Jalal seperti tak percaya mendengarnya. Dengan senang hati dia mengabulkan permintaan Jodha. Jodha melepaskan jubah Jalal lalu membantunya berbaring di ranjang. Setelah itu dia sendiri duduk di meja rias untuk melepas semua perhiasan di tubuhnya. Lalu mematikan sebagian lilin dan naik ke tempat tidur untuk berbaring di samping Jalal………. Malam Pertama: Arti Mencinta! bag 4