Membeku dalam Duka bag 3 by Kay Elle. Jodha menatap Moti dengan tatapan bingung. Tak tahu harus bagaimana. Jalal memintanya pergi ke kamarnya. Tapi dia merasa enggan. Bukan hanya enggan, tapi juga takut. Perasaan takut yang belum pernah di rasakannya selama ini. Bahkan rasa takut saat harus minum racun Benazir, tidak sebesar ketakutannya sekarang. Moti yang melihat wajah pucat Jodha bertanya, “Jodha, kenapa? Apa yang kau takutkan?” Jodha mendesah, “aku takut menyakiti yang mulia tanpa kusengaja. Yang Mulia sangat sensitif. Dengan perasaan tak menentu seperti ini aku merasa akan lebih baik kalau tidak menemuinya. Oh Moti, aku harus bagaimana? Aku tidak ingin menemuinya…!” Moti menggenggam tangan Jodha, mencoba menenangkannya.
Tiba-tiba terdengar suara, “Siapa yang tak ingin kau temui, Ratu Jodha?” Moti dan Jodha menoleh kearah pintu secara bersamaan. Jalal sedang melepas sepatunya dan melangkah masuk. Jodha dan Moti saling padang. Jalal dengan wajah di buat-buat kesal menatap moti dan menegurnya, “bukankah aku menyuruhmu meminta Ratu Jodha datang ke kamarku, Moti? Apakah kau tidak menyampaikan pesanku itu?” Moti dan Jodha saling padang. Kata Moti, “tapi yang mulia, anda baru pergi bebera saat yang lalu. Aku baru akan memberi tahu Ratu Jodha…”
Jalal menatap Jodha dengan tatapan penuh selidik, “ya.. itulah yang kurasakan. Aku baru pergi beberapa saat saja, dan itupun aku hanya berdiri di depan kamarmu ini, lalu bagaimana ratu Jodha yang kau katakan sedang pergi keluar bisa tiba-tiba ada di dalam kamar ini? Apakah dia bisa menghilang?” Moti menatap Jodha sambil menahan senyum. Sementara Jodha terlihat tegang, tapi percayalah, jika dalam suasana hati yang utuh, gurauan Jalal itu pasti akan membuatnya tersenyum lebar. Jalal menunggu Moti mengatakan sesuatu padanya. Tapi Jalal tahu, Moti sangat setia pada Jodha, dia pasti akan melakukan segala cara untuk melindunginya. Lalu dengan tak sabar Jalal berkata, “Takliyah”. Moti akan melepas genggaman tangan Jodha, tapi Jodha malah mempererat pegangannya sambil menatap moti dan menggeleng. Jalal dengan nada mengancam berkata, “Moti, apakah kau berani melawan perintah raja?” Mendengar itu, Moti melepas paksa pegangan Jodha dan beranjak pergi. Jalal menatap Jodha dengan tatapan geram yang di paksakan. Dia melangkah mendekati Jodha, refleks Jodha melangkah mundur menjauhinya. Melihat itu Jalal menghentikan langkahnya dan menatap Jodha dengan tatapan tak mengerti. Keduanya saling bertatapan seperti saling memperhitungan gerakan masing-masing.
Jodha mencoba tersenyum, meski terlihat sekali kalau dipaksakan, lalu membalikan badan. Sebelum Jodha sempat melangkah, Jalal sudah melompat untuk memeluknya dari belakang. Jodha dengan cepat menepis tubuh Jalal dan berteriak histeri, “jangan sentuh aku!” Jalal terkejut dan mematung tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi dan di dengarnya. Jodha sendiri tak kalah terkejutnya. Dengan perasaan bersalah dia menatap Jalal, bibirnya mengerimit terbuka mengucapkan kata maaf yang hampir tidak terdengar. Jalal masih berdiri mematung dengan raut wajah terluka dan kecewa.
Jodha menarik nafas, menahannya beberapa saat lalu dengan perlahan dia menghembuskannya. Dengan cara itu beban di dadanya terasa lebih ringgan dan keberaniannya naik kepermukaan. Jodha mendekati Jalal, tapi tidak cukup dekat untuk dapat menyentuhnya. Dengan penu sesal Jodha berkata, “karena itulah aku tidak mau menemuimu yang mulia. AKu tidak ingin menyakitimu dan membuatku terluka.” lalu sambil menundukan mata, tak berani menatap Jalal, Jodha berkata, “aku ….aku membencimu!” Suara jodha sangat lirih tapi efeknya seperti dentuman meriam di telinga Jalal. Dengan ragu-ragu Jalal bertanya, “apa maksudmu?”
Jodha selalu merasa bicara terbuka dan terus terang adalah lebih baik dari pada menyembunyikan hal yang sebenarnya. Karena itu dengan gamblang dia mengatakan perasanya pada Jalal. Rasa sakit hatinya karena perlakukan Jalal ketika dia bersandiwara dengan pura-pura tergila-gila pada Atifa masih membekas. Jodha mengatakan kalau dia tak bisa melupakannya. Setiap kali dia melihat jalal, dia teringat semua perkataan kasar dan penghinaan yang di terimanya di hadapan orang banyak.
Jalal dengan nada sesal berkata, “tapi itu hanya sandiwara, Ratu Jodha.” Jodha menyahut, “apakah karena itu hanya sandiwara lalu hatiku tidak terluka yang mulia? kata-kata yang kau ucapkan saat itu telah membuat hatiku hancur berkeping-keping. Kau mengghinaku, mempermalukan aku dan….kau.. kau bakhan berkata akan menceraikan aku…” Jalal berkata, “aku mengatakan itu semua agar musuhku tidak mendekatimu. Dengan mengetahui kalau aku tidak lagi menyukaimu, tidak lagi memperhatikanmu, maka mereka tidak akan memperhitungkan keberadaanmu. Aku hanya ingin melindungimu dan anak kita…”
Jodha dengan penuh kesadaran berkata kalau dia tahu apa tujuan Jalal, tapi hatinya terlanjur hancur berkeping-keping, “dan untuk merekatkan kepingan-kepingan itu aku butuh waktu. Aku mohon…berilah aku waktu! ” Jalal dengan penuh pengertian bertanya, “apa yang kau inginkan dariku?” Jodha dengan ragu-ragu berkata, “jangan menemui aku, jangan menyentuhku, jangan….” Dengan marah Jalal berkata, “kau tau apa yang kau minta, Ratu Jodha? kau telah menghinaku dengan mengatakan itu!” Jodha dengan kalem menyahut, “aku hanya mengatakan apa yang kuinginkan. Kalau kau menyakitiku untuk melindungiku, akupun melakukan ini untuk menjaga perasaanmu. Aku tidak ingin kau terluka dan tersakiti karena perlakuanku dan menduga-duga penyebabnya hingga timbul salah paham lagi. karena itu aku mengatakan semua ini padamu. Aku tidak tahu apa yang ku rasakan saat ini, yang mulia. Tapi satu yang pasti, aku tak ingin melihatmu.”
Jalal dengan pasrah berkata, “baiklah. Sampai kapan kau tak ingin menemuiku?” Jodha menyahut, “sampai aku datang sendiri padamu..” Jalal bertanya lagi, “kapan itu?” Jodha menggeleng. Jalal mengejar, “kalau sampai kau tidak ingin melihatku selamanya?” Jodha dengan sedih berkata, “aku akan meninggalkan Agra!” Jalal terhenyak mendengarnya, “itu tidak akan terjadi! Aku tak kan membiarkanmu pergi!” Jodha ikut sedih melihat Jalal sedih. Mata Jalal berkaca-kaca, tapi dia coba menyembunyikannya. Lalu dengan lembut dia berkata, “bolehkah aku memelukmu…. sekali lagi?” Jodha dengan ragu-ragu mengangguk. Jalal melangkah mendekat. Jodha menguatkan diri untuk berdiri diam di tempat. Jalal segera meraih tubuh Jodha dan memeluknya… lama. Jalal menunggu Jodha membalas pelukannya. Tapi Jodha hanya berdiri kaku dalam dekapannya. Jalal melepas pelukannya, menatap Jodha dengan penuh kasih sayang dan kerinduan, seperti akan meninggalkannya untuk waktu yang sangat lama. Jalal mencium kening Jodha lalu membalikkan badannya hendak melangkah pergi. Tapi Jodha memanggilnya, “yang mulia…!” Jalal membalikan badan dengan cepat dan menatap Jodha dengan penuh harap. Jodha memberitahu jalal kalau Hamida menyuruhnya ikut ke Ajmer sharif, “aku tidak ingin pergi denganmu, Yang mulia. Tapi aku tidak berani mengatakannya pada ibu…” Jalal dengan kecewa mengangguk, “aku yang akan mengatakannya!” Jodha melipat tanganya di dada dan mengucapkan terima kasih. Melihat itu Jalal segera pergi meninggalkannya.
Sepeninggal Jalal, Jodha terduduk di sofa. Ada perasaan lega bercampur bingung menyelimuti hatinya. Moti bergegas menemuinya dengan sedih, “apa yang kau katakan pada yang Mulia, Jodha? Kenapa yang Mulia bersedih dan menitikan air mata?” Jodha menatap Moti tak percaya, “yang mulia menitikan air mata? Benarkah Moti? Kau tak salah lihat?” Moti dengan kesal berteriak, ” Jodha…!” Jodha dengan lirih memberitahu Moti kalau dia hanya meminta Jalal agar tidak menemuinya dulu. Moti ternganga tak percaya……