Sinopsis Jodha Akbar episode 370 by Sally Diandra. Masih di perayaan Jashn di Istana Kerajaan Mughal, saat itu setelah selesai menyanyikan sebuah lagu untuk Jalal dan semua yang hadir disana, Jalal mengijinkan Nadira untuk meminta sesuatu sebagai imbalannya, “Nadira, kamu bisa melihat lihat keseluruhan istana ini, seperti yang kamu inginkan” ujar Jalal, “Tapi ada seseorang yang berusaha untuk menghentikan langkah saya, Yang Mulia … untuk melihat lihat istana anda, saya tidak tahu siapa dia tapi ketika saya sebutkan nama anda, kemudian dia pergi berlari dengan ketakutan” kata Nadira,
Jalal langsung memandang ke arah Salim dan menyuruhnya untuk mendekat keayahnya, “Sekhu Baba, kemarilah ….” pinta Jalal, dengan perasaan was was Salim yang sedari tadi memandangi wajah Nadira, lalu mendekati singgasana ayahnya “Sekhu Baba, anak ini ingin melihat lihat istana kita, ayah ingin kamu, Murad, Danial dan yang lainnya menemaninya dan kalo orang yang kurang ajar itu datang, bawa langsung ke ayah, bagaimana ? setuju ?” ujar Jalal, Salim hanya diam saja, matanya langsung melihat ke arah Nadira lagi yang masih berdiri ditengah ruangan.
Siang itu Nadira sedang bersama Salim, Murad, Danial diikuti oleh Haidar dan Qutub juga para prajurit yang mengawal mereka, tiba tiba Murad, Salim dan Danial memelankan langkah mereka dibelakang agak menjauh dan mulai membicarakan Nadira, “Kita harus mengusirnya keluar !” ujar Salim, “Yaaa … apakah aku harus mendorongnya jatuh ke tanah ? sehingga dia tidak akan kembali ke istana lagi ?” tanya Murad, “Jangan … jangan, aku akan mengurusnya dengan cara yang lain” kata Salim lagi.
Tiba tiba Nadira mengejutkan mereka “Heiii … apakah kalian tidak akan menunjukkan istana ini padaku ? atau aku harus pergi ke Yang Mulia lagi ?” tanya Nadira, “Oooo … tenang, Salim akan mengajakmu melhat lihat istana” kata Murad lagi. Setelah menikmati keindahan istana Kerajaan Mughal yang besar dan indah, Nadira kelelahan juga “Baiklah, aku sudah capek, aku akan datang lagi besok untuk melihat lihat sisanya, terima kasih yaaa” ujar Nadira sambil berlalu dari sana, “Pasti …Dia akan kembali lagi besok kesini ! dia telah membuat aku ketakutan dengan menyebut nama ayah, sekarang lihat saja nanti apa yang akan aku lakukan ke dia !” ujar Salim sambil memperhatikan Nadira yang sudah menjauh darinya.
Malam itu sebelum tidur, Salim mengunjungi kamar Rukayah, Rukayah memberinya minum susu, Salim menceritakan kejadian tadi siang ketika bersama Nadira ke Rukayah, “Apa sih yang seorang anak perempuan pikirkan tentang dirinya sendiri ? aku harus memberinya pelajaran !” ujar Salim, “Ya betul itu, Salim ,,, kamu harus memberikannya pelajaran ! karena kamu adalah pewaris tahta kerajaan tapi ibu pikir dia juga cukup pintar jadi agar kamu bisa melawannya kamu harus menghabiskan susu ini, ayoo … habiskan” ujar Rukayah sambil membantu Salim memegangi gelas susu tersebut,
sementara Salim meminum susu tersebut sampai habis, lalu Salim meletakkan gelas kosong itu di meja dan pamitan untuk tidur tapi tiba tiba saja tubuhnya limbung, Salim sedikit mabuk tepat pada saat itu Jalal masuk ke kamar Rukayah dan mendapati Salim yang setengah mabuk, “Sekhu Baba, kenapa kamu ini ? Ratu Rukayah kenapa dia ?” tanya Jalal khawatir, “Ini semua salahmu, Yang Mulia … kamu telah membuatnya sibuk sekali seharian ini sekarang dia sangat mengantuk” kata Rukayah was was,
“Yaaa ,,, kamu benar, Ratu Rukayah, aku telah memberinya banyak pekerjaan tadi, sini biar aku gendong” kata Jalal, Jalal langsung menggendong Salim dalam pelukkannya dan membawanya keluar dari sana. Sepeninggal Jalal, Rukayah nampak khawatir, “Sepertinya Jalal tidak bisa menduga apa yang sebenarnya terjadi pada Salim tapi kalau Salim menceritakan padanya bahwa dia langsung pusing setelah minum susu, bisa gawat nanti, aku harus mengintip mereka” kata Rukayah.
Setelah keluar dari kamar Rukayah, Jalal membawa Salim ke kamar Jodha, saat itu Jodha belum tidur, Jodha khawatir dengan keadaan Salim begitu dilihatnya digendong oleh Jalal, “Kenapa dia, Yang Mulia ?” tanya Jodha was was, “Mungkin karena hari ini adalah hari pertamanya bekerja di istana jadi dia merasa sangat kelelahan” ujar Jalal sambil membaringkan Salim di tempat tidur Jodha, Jodha langsung menghampirinya dan membaringkan tubuhnya didekat Salim, sementara Jalal duduk disebelah sisi satunya. “Biasanya dia tidak akan bisa tidur sebelum mendengarkan lagu pengantar tidurku (Sooja Sooja), Yang Mulia” kata Jodha,
“Yaaa … semuanya bisa terjadi pada saat pertama kali, Ratu Jodha” ujar Jalal, sementara itu dibalik tirai dekat pintu kamar Jodha, Rukayah sudah berdiri disana sambil menguping pembicaraan mereka berdua. Salim yang saat itu setengah mengantuk mengatakan : “Kepalaku pusiiiing ….” rintih Salim, “Aku fikir … mungkin itu karena mahkotamu yang terlalu berat” ujar Jalal, lalu Salim membalikkan tubuhnya ke arah Jodha dan berusaha mendekatkan tubuhnya ke Jodha, tangan mungilnya memeluk tubuh Jodha, “Maasa (panggilan ibu di Negara Rajput) … Ammijan (panggilan ibu di Negara Agra) nyanyikan aku lagu pengantar tidur” rintih Salim sambil terus memejamkan matanya,
“Lihat …. Keinginanmu terkabulkan kan, menyanyilah … aku juga ingin mendengarkan suaramu” ujar Jalal, “Apakah kamu seorang anak kecil, Yang Mulia ?” tanya Jodha sambil tersenyum memandang suaminya, “Bukan … aku bukan anak kecil tapi aku juga Sekhu Baba, Ratu Jodha” ujar Jalal, tak lama kemudian Jodha menyanyi lagu Sooja (lagu pengantar tidur) , “soo jaa …. kanhya ho kar rahi gi …. “ Jodhapun mulai menyanyi sambil menidurkan Salim dengan menepuk nepuk tubuh Salim dan membelai wajahnya, sementara Jalal memandangi istrinya yang sedang menyanyi itu dengan penuh cinta. Salimpun akhirnya tertidur setelah mendengar nyanyian ibunya,
“Tadi dia memanggilmu Maasa juga Ammijan, Ratu Jodha … aku senang sekali mendengarnya” ujar Jalal, “Dia sama persis seperti kamu, Yang Mulia … dalam tidurnya saja dia mengatakan hal yang baik, dia juga menghargai dua agama yang berbeda sama seperti kamu” kata Jodha, “Aku sangat berharap suatu saat nanti dia akan menjadi raja yang lebih baik dari pada aku, Ratu Jodha …. seorang raja yang menghargai semua agama dan tidak membeda bedakannya, dia akan dihargai oleh banyak orang, seorang raja yang akan tunduk pada bangsanya, rakyatnya pasti akan memberikan hidup mereka untuk raja yang seperti itu” ujar Jalal bangga. Dari balik tirai, Rukayah masih terus menguping pembicaraan mereka, dalam hatinya berkata : “Ya Allah … terima kasih, rupanya Jalal tidak curiga apapun, kalo begitu lebih baik aku pergi dari sini” bathinnya sambil berlalu dari sana.
Keesokan paginya, para Pangeran sedang bermain main di teras belakang istana, tiba tiba Danial berlari tergopoh gopoh ke arah Salim, “Salim !! Salim !! Salim !!! …. Anak itu datang lagi !” kata Danial sambil terengah engah, “Hah ?! Lagi ??!!!!” teriak Salim, “Tapi kita harus menuruti apa yang dikatakan Yang Mulia, Salim” ujar Murad. Tak lama kemudian Nadira sudah sampai didepan mereka dengan dikawal para prajurit istana, sementara kelima pangeran itu Salim, Murad, Danial, Haidar dan Qutub memandangnya dengan perasaan tidak suka. “Ayooo … kita mulai lagi dari sebelah kiri, bagaimana ?” kata Nadira dengan perasaan bahagia,
Salim berbisik ke Murad “Anak ini sangat egois !” bisik Salim, “Kalo kamu memerintahkan, aku akan membunuhnya, Salim … aku kan pengawalmu, berikan saja aku perintah” ujar Murad. “Ayooolah … lebih baik kita makan ladu saja” kata Danial, “Tutup mulutmu, Danial !” bentak Murad lalu Murad memberikan kode pada Haidar untuk melakukan sesuatu. “Pangeran … bolehkah aku melihat ruang persidangan yang special ?” tanya Nadira, “Oooh … itu jauh dari sini” jawab Salim, “Lalu kenapa ??? semua Yang Mulia perintahkan harus kamu turuti kan ? jadi siapapun tidak ada yang boleh bilang tidak ke aku !” kata Nadira, “Jangan suka memberikan peringatan ! ayoo kita kesana !” ujar Salim. Sementara itu Haidar berbisik ke Murad “Ayooo … kita kerjakan rencana kita !”
Saat itu Nadira sedang bersama Salim dan Danial di taman Angori, Murad dan Haidar telah memasang jebakan di tanah, mereka berdua bersembunyi dibalik bejana besar sambil memegangi seutas tali, ketika Nadira melewatinya, mereka menariknya hingga Nadira terpeleset dan jatuh tercebur ke kolam, semua anak anak tertawa melihatnya. “Kamu jahat ! kamu telah melakukannya iyaa kan Pangeran Salim !” teriak Nadira marah,
“Heiii … kamu sendiri yang jalan kesitu, aku nggak tahu apa apa, kamu jatuh karena kesalahanmu sendiri” kata Salim, “Aku akan pergi dan aku akan lapor ke Yang Mulia !” kata Nadira, “Aku tidak melakukan apa apa” kata Salim, “Iyaaa … aku tau, kamu kan yang mendorong aku !” kata Nadira lagi tepat pada saat itu Rukayah melihat pertengkaran mereka dari dalam istana lalu datang menemui mereka, “Heii ! kamu anak kecil ! jangan lupa kamu ini sedang bicara dengan pewaris tahta kerajaan Mughal !” bentak Rukayah ke Nadira,
“Anak ini yang dulu memanggil aku lebih kecil dari pada jari sang raja, Bariammi” kata Salim, “Kamu memang tidak tahu sopan santun, ayoo … minta maaf sama Pangeran Salim !” bentak Rukayah lagi, Nadira yang tubuhnya basah kunyup merasa ketakutan “Kenapa aku harus minta maaf ??? dia yang sudah mendorong aku, harusnya dia yang minta maaf sama aku” kata Nadira kedinginan,
“Beraninya kamu ! lancang sekali mulutmu !” bentak Rukayah lagi, tepat pada saat itu Zil Bahar datang ke arah mereka, “Maafkan kami, Ratu Rukayah … anak saya ini masih polos, dia tidak tahu apa yang dia perbuat, maafkan kami, Ratu” pinta Zil Bahar , lalu Zil Bahar menyuruh Nadira untuk meminta maaf, “Ibu, aku tidak melakukan kesalahan apapun jadi aku tidak akan meminta maaf” jelas Nadira, “Pangeran Salim yang seharusnya meminta maaf sama aku ibu, karena aku tahu dia yang mendorongku tadi” kata Nadira lagi, “Beraninya kamu bilang seperti itu di depan keluarga kerajaan ! kamu akan dihukum karena kesalahanmu ini !” bentak Rukayah, sementara Salim hanya terdiam memandangi Nadira.
Mendengar adanya keributan di taman, Jodha langsung datang kesana, dengan penuh kelembutan Jodha berusaha untuk menenangkan Rukayah, “Ratu Rukayah, perkelahian antara anak anak itu hal yang biasa, kamu tidak perlu marah marah seperti ini” bujuk Jodha, “Anak ini dan orang tuanya seharusnya tahu dimana posisi mereka, mereka harus sadar itu, Ratu Jodha ! Salim akan menjadi raja jadi keluarga ini harus dihukum dan memberikan contoh pada lain bagaimana mereka harus berbicara dengan pewaris tahta kerajaan, dan lagi istana Mughal dibawah kekuasaanku jadi aku putuskan untuk mengeluarkan Rashid sekeluarga keluar dari istana ini ! dia aku pecat !” kata Rukayah, Jodha tampak sedih mendengar keputusan Rukayah, tapi dirinya tidak bisa berbuat banyak, sedangkan Zil Bahar juga tampak sedih dan segera pamitan kemudian berlalu dari sana bersama Nadira.
Di kamar Rukayah, Salim bertanya pada Rukayah : “Bariammi, sebaiknya kita tidak perlu memecat ayahnya Nadira, kasihan mereka …” kata Salim, “Salim, kamu akan menjadi raja nantinya, kamu harus memberikan contoh kepada siapa saja yang mencoba untuk menghina kamu, dia harus dihukum, raja adalah seseorang yang harus ditakuti oleh siapa saja ! sudah … kamu tidak usah memikirkan mereka terus yaaa …. sekarang kamu makan saja yaaa, ini ibu sudah membuatkan kamu ladu, kamu harus memakannya, makan lah” kata Rukayah
Sementara itu dirumah Nadira, Zil Bahar menegur Nadira, “Kamu lihat … gara gara kamu, ayahmu dipecat dari pekerjaannya !” ujar Zil Bahar sambil menangis tersedu sedu, “Buuu, jangan keras padanya, dia masih anak anak, dia tidak melakukan kesalahan” bela Rashid, “Nadira, kamu seharusnya mengerti, Salim adalah calon raja berikutnya, kita semua harus menghormati dia” ujar Rashid, sementara Nadira tampaknya juga menyesali perbuatannya.
Masih dikamar Rukayah, Rukayah masih terus memprovokasi Salim untuk memberikan hukuman ke Nadira, “Salim, dengarkan ibu … anak perempuan tadi telah melakukan kesalahan yang paling besar jadi dia harus dihukum” kata Rukayah, “Hooaaammm … aku ngantuk, aku mau tidur, aku mau ke kamar ibu (Jodha) dan mendengarkan dongengnya” ujar Salim, “Kamu tidur disini saja sama Bariammi (Rukayah), aku akan menceritakan sebuah cerita untukmu” bujuk Rukayah , lalu Salimpun merebahkan dirinya dipangkuan Rukayah dan Rukayah mencoba bercerita,
“Suatu hari ada seorang peri yang memiliki sayapnya yang patah, sampai suatu ketika dia bertemu dengan seorang pangeran, si peri tahu bahwa pangeran ini akan mengembalikan sayapnya yang patah, maka si peri mencoba membuat sang pangeran dibawah kendalinya” kata Rukayah, sementara Salim telah tertidur pulas, Rukayah sangat puas sekali dengan apa yang diperbuatnya, ditaruhnya kepala Salim diatas bantal lalu diambilnya kotak kinang kesukaannya dan diambilnya kotak ganjanya, senyum sinisnya mulai tergambar diwajahnya, Rukayah tersenyum puas sambil memandang Salim yang sudah tertidur pulas.