Sinopsis Jodha Akbar episode 376 by Sally Diandra. Pagi itu Jodha sedang mengadakan pemujaan pada pohon Tulsi ditemani oleh pelayan setianya Mothi Bai dan pelayan yang lain, Jodha mengelilingi pohon yang ditanamnya sejak masih tunas, lalu menyiraminya dengan air kemudian memanjatkan doa pada Kahna, dalam doanya Jodha berkata : “Yaaa Kahnaa … lindungilah Salimku dan berikanlah dia kekuatan untuk menghadapi semua ini dan sembuhkanlah Qadir dari penyakitnya” , ketika Jodha selesai berdoa Moti menyuruhnya untuk makan “Jodha, sekarang saatnya kamu makan, kamu belum makan dari kemarin” pinta Moti, “Ketika seorang anak jauh ibunya, apakah ibunya bisa makan, Moti ?” tanya Jodha kemudian Jodha berlalu dari sana.
Sementara itu dari arah yang berlawanan, Jalal juga sedang melewati teras istana bersama Maan Singh dan Todar Maal, “Bagaimana keadaan Salim, Maan Sigh ?” tanya Jalal, “Dia baik baik saja Yang Mulia, beberapa pengawal selalu dekat disekitarnya” jawab Maan Sigh, tepat pada saat itu mereka berpapasan dengan Jodha dan para pelayannya, Jodha lalu memberikan aarti untuk Jalal, Todar Maal dan Maan Sigh, Jalal terus menatap wajah Jodha yang sedih, Jodha hanya diam membisu.
Sedangkan dirumah Qadir, Salim sedang terbaring di tempat tidur nenek Fatima, Salim teringat saat saat bahagia ketika bersama Jodha ibunya, tiba tiba ada seseorang yang membelai kepalanya dari arah belakang, Salim terkejut dan tanpa menoleh Salim langsung menduga bahwa orang yang membelainya dari belakang itu adalah Jodha “Aku tau kamu akan datang untukku, aku tau kamu akan tinggal disini bersamaku” ujar Salim sambil menoleh kebelakang dan dilihatnya disana ada Rukayah bukan Jodha.
“Dimana ibu ???” tanya Salim, “Salim, aku lelah untuk membuat ibumu mengerti , dia tidak mau datang kesini … dia adalah Mariam Uz Zamani jadi dia harus mengikuti perintah sang Raja” ujar Rukayah sambil membelai Salim, Salim hanya diam memperhatikan Rukayah. “Tapi jangan khawatir … aku ada disini untukmu, kenapa kamu belum tidur ?” tanya Rukayah. “Tempat tidur ini sangat keras dan makanan disini tidak begitu enak dan lagi tanganku sakit semua” ujar Salim, “Jangan khawatir semuanya akan baik baik saja, Salim” kata Rukayah lagi, “Aku telah membawa masakan Kerajaan khusus buat kamu” ujar Rukayah sambil memperlihatkan nampan yang dia bawa yang berisi banyak sekali makanan yang enak enak, “Makanlah … Salim, ini semua untukmu” ujar Rukayah,
lalu Salimpun memakan makanan tersebut dan tiba tiba saja Salim merasa pusing setelah memakan makanan yang dibawa oleh Rukayah yang ternyata telah diberi racikan ganja oleh Rukayah. Melihat Salim tertidur, Rukayah langsung tersenyum sinis “Hmm … kamu bukan anakku tapi kamu adalah pelayanku Salim !” ujar Rukayah, Salim yang saat itu dalam keadaan pusing pun bergumam “Aku adalah pelayanmu …” kata Salim, “Apa yang aku katakan, kamu juga akan mengatakan hal yang sama” ujar Rukayah, Salimpun mengulangi kata kata Rukayah, “Ibumu sendiri tidak peduli denganmu, Maasa mu tidak mencintai kamu, kamu hanya sebuah boneka baginya bukan seorang anak dan buat Jalal kamu bukanlah anaknya tapi seorang pewaris tahta Kerajaan” ujar Rukayah,
“Kesakitan ini akan kamu hadapi sepanjang hidupmu dan jangan lupa pada apa yang kedua orang tuamu perbuat padamu !” ujar Rukayah lagi sambil meletakkan Salim ditempat tidur, Salimpun tertidur. Melihat Salim tertidur, dalam hati Rukayah mengatakan : “Setelah ini kamu hanya punya satu hubungan yaitu hubungan denganku, sekarang aku akan menjadi ibumu bukan ibu tirimu dan kamu akan menjadi pelayanku … tidurlah yang nyenyak anak manis” ujar Rukayah sambil tersenyum sinis dan keluar dari gubuk nenek Fatima. Diluar ternyata ada Reesham yang sedang menunggu Rukayah, “Bagaimana keadaan Salim, Ratu Rukayah ?” tanya Reesham,
“Dia tadi kelihatan gelisah dan susah tidur tapi aku telah membuatnya memakan makanan yang aku bawa dan dia langsung tertidur” cerita Rukayah, Reesham hanya mendengarkannya saja, “Reesham, jangan sampai ada orang yang tau bahwa aku datang kesini !” ujar Rukayah, “Kamu tidak melakukan kejahatan apapun Ratu Rukayah, kamu adalah ibunya” kata Reesham, “Sebuah permainan sedang aku mainkan, Reesham ,,, Oooh Jodha yang malang …. Kamu mempunyai hati sebagai seorang ibu tapi kamu diyakini sebagai seorang ibu tiri dan lupa bahwa seorang ibu tiri tetaplah ibu tiri” ujar Rukayah sambil teringat akan ucapan Jodha
“Aku akan menemui anakku dalam keadaan apapun, aku akan menghadapi semua hukuman Yang Mulia tapi aku tetap akan pergi ke tempat Salim, Ratu Rukayah” ujar Jodha, “Apakah kamu tidak memikirkan bagaimana Salim nanti bila dia bertemu denganmu, Ratu Jodha … jika kamu pergi menemuinya, dia akan semakin lemah, seorang Raja Mughal haruslah kuat … apakah kamu ingin Salim menjadi lemah ? paling tidak 5 sampai 6 hari … sampai Qadir sembuh, Salim akan kembali lagi padamu” ujar Rukayah lagi, Jodha hanya bisa diam memperhatikan Rukayah, “Tapi jika kamu ingin bertemu dengan Salim , Yang Mulia pasti tidak akan suka dan hal ini bisa menyerang Salim, Ratu Jodha” ujar Rukayah,
“Kamu benar, Ratu Rukayah …. Aku harus kuat” kata Jodha, dalam hati Rukayah berkata : “Salim akan membencimu Mariam Uz Zamani dan aku lah yang akan menemui Salim”. Setelah teringat semua ucapannya dengan Jodha, Rukayah mengajak Reesham pergi dari tempat itu dengan berkata : “Aku mungkin adalah ibu tirinya Salim tapi aku adalah ibu yang terbaik buat dia” ujarnya sambil tersenyum sinis.
Siang itu, Salim sedang membersihkan rumah bersama nenek Fatima Bi, “Nenek, aku lapar” ujar Salim, “Kayu bakarnya habis, Pangeran … aku akan pergi dulu dan membawa beberapa kayu bakar” kata nenek Fatima, “Katakan padaku kemana aku harus mencari kayu bakar, aku akan mengambilnya” ujar Salim, “Jangan Pangeran …. Biarkan saja aku yang pergi” kata nenek Fatima lagi, “Di istana aku punya seorang nenek dan aku lah bertanggung jawab padanya, sekarang kamu adalah nenekku jadi kamu adalah tanggung jawabku dan aku harus mengerjakan semua pekerjaan Qadir, jadi tolong katakan padaku … kemana aku harus mencari kayu bakar” ujar Salim, “Disana ,,, didekat rumah ada sebuah hutan, Pangeran” kata nenek Fatima, lalu Salim mengambil kapak dan berlalu dari sana menuju hutan.
Salim tiba di sebuah pasar, para prajurit dan Rahim terus mengikutinya dengan menyamar, Salim tidak mengetahui akan hal ini. Sampai akhirnya Salim tiba juga di hutan dan mulai memotong kayu dengan kapak tapi rasanya sulit sekali, berkali kali Salim mencoba untuk mengumpulkan kayu kayu bakar tapi selalu gagal, tepat pada saat itu Nadira dan Sakina juga memasuki hutan dan melihat Salim sedang mencoba memotong kayu kayu.
“Bukankah itu Pangeran Salim ?” tanya Nadira, “Iya ! itu betul dia Nadira !” jawab Sakina “Apa yang terjadi padanya yaa … dia kan punya banyak pelayan disekitarnya yang bisa dia perintah dan sekarang dia mengerjakan semua itu, ini semua karena kamu Nadira !” kata Sakina, “Tapi aku kan hanya mengatakan yang benar ! dan tolong katakan padaku ! kamu ini temannya atau temanku ?! ayooo .. kita pergi dari sini” ujar Nadira tepat pada saat itu Salim menjerit karena kakinya terkena sesuatu ketika dia memotong kayu kayu tersebut. Nadira memperhatikan Salim dari kejauhan dan teringat kata kata ibunya :
“Apa yang kamu lakukan ke Pangeran Salim itu adalah suatu kesalahan, Nadira … dia tidak bersalah, dia melakukannya tidak sengaja, dia tidak bermaksud menyakiti Qadir, jika ada seekor semut terinjak kakimu apakah itu kesalahanmu ?” kata Zil Bahar, “Tidak, ibuu …” ujar Nadira, “Itu semua salah Qadir, dia telah masuk ke kebun Kerajaan dan mencuri mangga lalu bagaimana jika ada seorang prajurit menangkapnya ?” kata Zil Bahar lagi, “Ingat Nadira … jangan menyalahkan seseorang karena kesalahannya yang tidak sengaja dan ketika dia sedang berada pada suatu masalah, bantulah dia” ujar Zil Bahar.
Karena teringat akan kata kata ibunya, Nadira lalu mengajak Sakina untuk menemui Salim dan memberinya beberapa kayu bakar, “Haaaah ??? kamuuu ??? aku tidak butuh bantuanmu !” itulah kata kata pertama Salim begitu bertemu Nadira kembali, “Jangan berperilaku seperti itu, kamu adalah seorang Raja sekarang” kata Nadira, “Semua masalah yang terjadi padaku ini adalah karena kamu !” ujar Salim, “Aku membantu kamu seperti yang ibuku katakan” kata Nadira,
“Aku bisa mengerjakan semuanya sendiri !” ujar Salim, “Kayu bakar yang kamu kumpulkan tidak akan berfungsi kalo mereka basah dan tidak akan bisa dibakar nantinya” kata Nadira sambil memberikan Salim beberapa kayu bakar yang kering, “Kamu harus mengumpulkan kayu bakar yang kering seperti ini” kata Nadira, “Aku tahu itu !” ujar Salim “Kamu pergi saja sana, aku tidak butuh bantuanmu !” ujar Salim sengit, “Kamu memang egois ! kamu sendiri tidak bisa membedakan antara kayu yang basah dengan kayu yang kering” kata Nadira sambil berlalu dari sana, sepeninggal Nadira dan Sakinah, Salim mencoba mengamati kayu kering tersebut.
Malam itu Jalal menemui Jodha dikamarnya, mereka berdua tampak duduk bersebelahan tapi saling diam satu sama lain dengan pikiran mereka masing masing, sampai akhirnya Jalal mencoba untuk membuka percakapan, diraihnya dagu Jodha agar bisa melihatnya lalu dibelainya wajah Jodha, “Ratu Jodha, apakah kamu marah denganku ?” tanya Jalal,
“Tidak, bagaimana bisa aku marah denganmu ? aku tidak apa apa … ini semua karena Salim, Yang Mulia … aku sedang memikirkan dia” ujar Jodha, “Apakah kamu sangat rindu padanya ?” tanya Jalal lagi, “Yaaa aku sangat rindu padanya, Yang Mulia …. ini semua tidak termasuk hukumanmu, bahwa aku tidak bisa rindu pada Salim, aku sangat rindu dengannya” ujar Jodha, “Hukumanku juga tidak termasuk kamu jadi tidak mau makan lagi, Ratu Jodha” kata Jalal sambil membelai wajah Jodha lagi tapi Jodha hanya diam saja, kemudian Jalal meraih tangan Jodha dengan lembut,
“Ratu Jodha, lihat aku … tatap mataku … ” pinta Jalal, lalu Jodha memandang ke wajah suaminya, “Ratu Jodha, apakah kamu pikir bahwa Salim adalah musuhku ?” kata Jalal, “Aku adalah ayahnya, aku juga sangat rindu padanya, melihat dia dihukum seperti ini, hatiku juga terluka, Ratu Jodha …” kata Jalal lagi dengan pandangan matanya yang berkaca kaca,
“Kamu tau setelah kita melewati begitu banyak halangan dan rintangan, akhirnya aku bisa mendapatkan Salim … aku telah kehilangan anak anakku, aku telah membunuh 30.000 orang tidak bersalah, sampai pada akhirnya aku menyadari bahwa aku hidup harus bisa membuat orang lain bahagia dan melayani mereka tanpa pamrih apapun, dan akhirnya aku mempunyai Salim” kata Jalal sambil menahan air matanya, Jodha masih terdiam sambil terus memandangi wajah suami yang sangat dicintainya itu dengan penuh haru,
“Ratu Jodha, jujur aku merasa senang kalo saat ini Salim mendapatkan kesempatan untuk melayani rakyatnya, dia pasti akan mendapat berkah yang berlimpah dari Tuhan Yang Maha Esa” kata Jalal, “Aku dulu adalah seorang ksatria kemudian aku bertemu denganmu dan aku menjadi seorang manusia, tapi Salim kebalikannya, Ratu Jodha … saat ini Salim menjadi manusia terlebih dahulu kemudian dia akan menjadi seorang ksatria” kata Jalal, “Kamu tau bagaimana Salim kan ? dia selalu bisa mengurus segalanya” kata Jalal lagi,
“Yang Mulia, kamu tahu segalanya tentang Salim akan tetapi aku tidak mengerti apa apa tentang dia, meskipun aku ini adalah ibunya” ujar Jodha, “Shehenshah … bolehkah aku bertemu dengannya sekali saja ?” pinta Jodha, mendengar pertanyaan Jodha, Jalal langsung membelai wajah istrinya lagi “Aku hormati keinginanmu, Ratu Jodha … tapi aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu” kata Jalal, Jodha pun hanya terdiam mendengarnya… Sinopsis Jodha Akbar episode 377