Bila Saatnya Tiba bag 7 by Sally Diandra. Jalal benar benar sangat geram akan perlakuan Jodha disanggar tari tadi, malam itu Jalal langsung pulang kerumahnya dan berendam di bathup kamar mandi, tempat favouritenya untuk merenung. Masih teringat kembali ucapan Jodha yang begitu pedas ditelinganya “Tidak ! maaf mu aku terima tapi aku nggak mau jadi temanmu !”, “Lalu kamu mau apa ? mau memukul aku ? pukul !” Jalal mengepalkan tangannya keras. “Baru kali ini aku ditolak oleh seorang perempuan, berani benar dia membentakku seperti itu, kalau dia bukan perempuan, sudah aku hajar dia ! “ Jalal sangat geram dengan perlakuan Jodha yang mempermalukan dirinya didepan teman teman Jodha disanggar tari dan untuk meredakan amarahnya, Jalal berdiam diri didalam bathupnya yang berisi air panas, air panas mampu membuat tubuhnya rilex dan nyaman. Segera setelah selesai mandi, bergegas Jalal menuju dapur, aroma kopi dimalam hari menggugah seleranya untuk mengkonsumsinya, “Jalal, kamu sudah pulang ?” tiba tiba bu Hamida sudah muncul dipintu dapur dengan senyumnya yang mengembang, “Sudah dari tadi, bu …ada apa ?” tanya Jalal sambil menikmati kopi hitamnya, “Ibu punya kabar bagus buat kamu” ujar bu Hamida sambil duduk disebelah kursi Jalal, “Kabar apa ?” dari raut muka ibunya sebenarnya Jalal sudah bisa menebak kabar apa yang akan disampaikan oleh ibunya, yang selalu nggak jauh jauh dari urusan perempuan, Jalal sangat yakin kalo ibunya pasti akan menjodohkannya kembali dengan gadis pilihan ibunya, “Kamu tau … beberapa hari yang lalu, ibu ketemu sama sahabat ayahmu dirumah sakit, ibu juga sudah sempat main kerumahnya, keluarga mereka sebenarnya sudah sangat dekat sekali dengan keluarga kita Jalal, hanya saja kami harus berpisah lalu lost contact, tapi sekarang ibu bisa ketemu lagi dengan mereka” , “Oh yaa … baguslah kalau begitu, aku senang kalo ibu bisa ketemu dengan teman teman lama, paling tidak ibu bisa bernostalgia dengan mereka” ujar Jalal sambil menghibur ibunya yang kadang masih sering menangis bila teringat mendiang ayahnya, “Bukan hanya nostalgia, Jalal … tapi ibu ingin membina hubungan keluarga yang lebih dekat lagi dengan mereka” kata ibunya dengan senyumnya yang semakin mengembang, “Maksud ibu ?” Jalal sudah mulai mengerti kemana arah pembicaraan ibunya, tapi dibiarkannya ibu memberi penjelasan “Maksud ibu … ibu ingin menjodohkan kamu dengan salah satu anak perempuan mereka, yaaa bukan langsung menikah … kalian kan bisa saling mengenal terlebih dahulu satu sama lain, ibu yakin kalian berdua pasti cocok” ujar bu Hamida sambil membelai rambut Jalal, “Hmmm … siapa namanya ?” tanya sambil kembali menikmati kopinya, “Namanya Jo – dha” , “Ugghhrrffr “ tiba tiba Jalal langsung tersedak begitu mendengar ucapan bu Hamida, “Jalal … kamu kenapa ? kamu nggak papa kan ?” Jalal cuma menggelengkan kepala sambil mengatur nafasnya lalu diambilnya botol air putih yang selalu tersedia dimeja, dituangkannya kegelas dan langsung diminumnya pelan pelan , “Kamu nggak papa kan ?” , “Nggak papa ibuu … everything is fine, siapa tadi namanya ?” , “Jodha … tapi ibu belum sempat ketemu dengan anaknya, menurut Meinawati ibunya … kegiatan diluar kampusnya cukup menyita waktu juga, tapi ibu punya fotonya” segera bu Hamida mengeluarkan foro Jodha yang sudah disimpannya didalam majalah yang sudah dibawanya sedari tadi “Nah ini dia fotonya … coba kamu lihat, cantikkan ?”
Jalal langsung melihat foto Jodha yang dibawa ibunya, matanya yang bulat, bibir yang mungil dengan hidung yang mancung, memang merupakan satu kesatuan yang mampu memunculkan pesona kecantikannya dengan rambutnya yang ikal mayang yang dibiarkan terurai semakin menambah nilai plus diwajahnya, dia adalah Jodha perempuan yang pertama kali telah membentak dirinya, Jalal tersenyum nakal memperhatikan foto Jodha, “Bagaimana menurutmu ?” tanya bu Hamida penasaran karena biasanya Jalal selalu memiliki kriteria sendiri dalam menilai wanita, dari sekian banyak perempuan yang sudah dicobanya dijodohkan ke Jalal, Jalal selalu bisa saja berkelit dan menolaknya “Kapan ibu akan melamarnya ?” bu Hamida langsung kaget begitu mendengar ucapan Jalal “Apa ??? apa ibu nggak salah dengar ?” , “Nggak … aku serius, aku pikir diusiaku yang sudah hampir kepala 3 ini, aku memang harus memikirkan untuk mencari pendamping hidup dan aku yakin pilihan ibu pasti tidak salah, aku mau … jadi kapan ibu akan melamarnya ?” , “Tapi … apa kamu nggak perlu untuk kenalan terlebih dahulu, untuk saling dekat supaya kalian bisa saling kenal satu sama lain ?” ibu Hamida malah sedikit bingung dengan tingkah Jalal karena biasanya Jalal lah yang selalu memberikan alasan seperti itu, “Ibu … kenapa harus dipersulit ? setelah kami menikah, kami bisa saling kenal kan ? ibu sendiri kan yang bilang seperti itu ?” , “Iyaa … tapi ini apa kamu benar benar … “ , “Aku serius, bu … 1000%, nikahkan aku dengan Jodha, hmm …” pinta Jalal dengan tatapan mengiba, bu Hamida langsung menganggukkan kepala begitu ditatap seperti itu oleh Jalal seperti tatapan seorang anak kecil yang meminta sesuatu pada ibunya. Beberapa hari kemudian, setelah disepakati hari pertemuan kedua belah keluarga antara keluarga Jalal dan keluarga Jodha, nampak dirumah Jodha semuanya sibuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut keluarga Jalal, sementara semua orang sibuk, Jodha termangu didepan laptopnya, ingatannya kembali menerawang ketika ibunya mencoba mengajaknya ngobrol agak serius, tidak biasanya ibu seperti ini, “Jodha, boleh ibu minta sesuatu darimu ???” , “Kalo aku bisa, kenapa tidak ? memangnya ada apa, bu ?” , “Ibu ingin kamu menolong salah satu teman ibu, mungkin ini berat buatmu … tapi ibu yakin lambat laun kamu bisa memahaminya” , “Apa maksud ibu ?” , “Jodha …. dulu ayahmu pernah saling berjanji dengan sahabatnya untuk saling menikahkan anak mereka kelak dan beberapa hari yang lalu, kami bertemu dengannya tapi sayang sahabat ayahmu sudah meninggal, yang ada hanya istrinya” ujar bu Meinawati sambil membelai rambut Jodha dengan lembut, “Jadi maksud ibu, ibu ingin menjodohkan aku dengan anaknya ?”
Jodha sudah bisa membaca arah tujuan pembicaraan bu Meinawati, “Jodha, ini bukan semata mata soal perjodohan, nak … tapi juga penepatan sebuah janji yang dulu yang pernah dibuat, dan lagi kami tidak memintamu untuk segera menikah, kalian bisa saling berkenalan terlebih dahulu …” , “Ibu … apakah ibu lupa ? kalo aku sudah mengikat janji dengan Suryaban, buuu ?” Jodha langsung memotong ucapan ibunya dengan nada memelas, “Tapi kalian kan belum saling terikat sebuah tali pernikahan, nak … dan lagi ibu tidak memaksa kamu harus langsung menikah dengannya, ini semua ibu serahkan padamu, bisa menjadi pertimbanganmu, Jodha … dan lagi apa kamu percaya kalau Suryabanmu disana itu setia padamu ?” , “Ibu ! kenapa ibu bicara seperti itu … apa ibu tidak ingin aku bahagia ?” , “Ibu sangat ingin melihat kamu bahagia, nak … tapi tidak bisakah sekali ini saja kamu turuti permintaan kami, kami tidak memintamu untuk menikah, kami hanya memintamu untuk mengenal pemuda ini lebih jauh lagi, hal ini tentunya bisa menjadi bahan pertimbanganmu, Jodha … apalagi dia memiliki trauma terhadap wanita”, Jodha terperanjat begitu mendengar ucapan ibunya, “Maksud ibu ?” , “Menurut Hamida, ibunya … sebenarnya anaknya itu sudah menikah tapi mereka sudah bercerai 4 tahun yang lalu dan selama itu tidak ada seorang wanitapun yang bisa mengisi kekosongan hatinya, Hamida takut anaknya trauma dengan seorang perempuan, Jodha …” , “Memangnya apa yang membuat mereka bercerai ?” , “Dia memergoki istrinya sedang berhubungan intim dengan laki laki lain, Jodha … “ , “Oooh” Jodha terperangah kaget matanya yang bulat itupun terbelalak, “Sejak itulah Jodha … dia jadi dingin dengan perempuan, Hamida khawatir dia tidak tertarik lagi dengan perempuan, Jodha … untuk itulah Hamida berusaha untuk menjodohkannya dengan gadis manapun” , sejenak mereka terdiam dalam pikiran mereka masing masing sampai akhirnya Jodha angkat bicara “Baiklah ibuu … aku akan mencoba mengenalnya, paling tidak mungkin aku bisa membantunya untuk mencintai seorang perempuan lagi” , “Ooohhh Jodha … mulia sekali hatimu, terima kasih sayaaang” ibu Meinawati langsung memeluk Jodha erat, “Kak Jodha … apa kak Jodha sudah siap ?” lamunan Jodha langsung hilang seketika begitu terdengar suara adiknya, Sukaniya “Apakah mereka sudah datang, Sukaniya ?” , “Belum ,,, tapi kurang lebih 15 menit lagi mereka akan sampai” ujar Sukaniya sambil mendekati Jodha, “Apa 15 menit ? Sukaniya bantu aku berdandan … ayooo” Sukaniya langsung bergegas membantu Jodha berdandan sampai akhirnya ketika semua siap. Keluarga Jalal akhirnya datang kerumah Jodha yang sederhana dan asri dengan halaman yang tidak begitu luas namun mampu memberikan kehangatan bagi siapa saja yang berkunjung kesana. Saat itu hanya ada ibu Hamida, Jalal , Bhaksi adik Jalal dan Atgah Khan paman Jalal dari pihak ayahnya, setelah saling memberi salam dan berkenalan satu sama lain dengan keluarga Jodha, Jalal mencoba menunggu dengan sabar kehadiran Jodha, sesaat ketika Jodha akhirnya datang ke ruang tamu bersama Shivani dan Sukaniya untuk bertemu dengan keluarga Jalal, dilihatnya keluarga besarnya sudah berkumpul menyambut sang tamu dan disana ada seorang perempuan paruh baya “Itu pasti ibu Hamida” bathin Jodha, kemudian seorang pria setengah baya, seorang wanita muda yang sedang mengandung dan Jallad ! sejenak Jodha berdiam diri ditempatnya berdiri … “Kenapa Jallad ada disini ??? apakah laki laki itu adalah Jallad ? Jallad anak ibu Hamida ? bodohnya sekali aku ! kenapa aku tidak tanya siapa namanya pada ibu ??? apakah harus mengenal Jallad lebih jauh ?? ooooh tidaaak !” Jodha mengutuk dirinya dirinya sendiri, peristiwa beberapa hari yang lalu disanggar tari tidak mungkin bisa begitu saja dia lupakan, Jodha tidak suka dengan Jallad, tidak mungkin baginya untuk mengenal Jalal lebih jauh, berteman saja Jodha tidak mau, apalagi berfikiran untuk mengenal lebih jauh dan menjadi istrinya ? “Aku harus menghentikan perjodohan ini !” bathin Jodha dalam hati , sementara itu dari kejauhan begitu melihat kehadiran Jodha, Jalal tersenyum nakal “Pucuk dicinta ulampun tiba … kamu tidak akan bisa lari lagi kali ini, Jodha … aku pasti akan memilikimu” bathin Jalal dalam hati, “Jodha … kemari, nak …temui tamu istimewamu” suara bu Meinawati membuat Jodha tidak bisa berlari dari hadapan mereka, Jodhapun menurut mengikuti perintah ibunya, setelah acara perkenalan berjalan dengan baik sampai akhirnya Atgah Khan paman Jalal angkat bicara “Kami sangat senang sekali mengetahui bahwa keluarga kami diterima dengan baik disini dan tujuan kami datang kesini adalah selain berkenalan dengan keluarga besar pak Bharmal, kami juga ingin perkenalan antara keluarga ini tidak hanya berakhir sampai disini saja tapi bisa melangkah ke jenjang berikutnya, yaitu persatuan dua keluarga besar melalui sebuah pernikahan … kami ingin melamar Jodha untuk Jalal anak kami” semua yang mendengar ucapan Atgah Khan tersenyum senang, termasuk Jalal yang terus senyam senyum sambil memperhatikan Jodha yang selalu salah tingkah didepan Jalal, Jodha hanya tertunduk lemas mendengar keinginan keluarga Jalal untuk menikahkan dirinya dengan Jalal “Oooh tidaaak, jangan sampai itu terjadi Tuhan … berilah hamba kekuatan untuk menolak semua perjodohan ini, hamba tidak sudi Tuhan untuk menjadi calon istrinya, apa yang harus aku katakan pada mereka ? sedangkan ayah dan ibu tampak bahagia mendengarnya ? haruskah kukorbankan diriku sendiri demi seorang Jallad ? laki laki yang telah melukai perasaanku … mengapa selalu saja wanita yang harus berkorban untuk segalanya, untuk kebahagiaan keluarganya, sebagai hadiah , sebagai alat penukar , dari dulu hingga sekarang tidak pernah berubah ! perempuanlah yang selalu harus berkorban, sekarang ini bukan jaman Siti Nurbaya ! aku tidak mau ! aku menentang perjodohan ini !!!” …Bila Saatnya Tiba bag 8