Jangan Panggil Aku Jodha bag 3 by Sally Diandra. Dari sebrang kolam renang, Jodha bisa melihat dengan jelas Jalal sedang menatapnya tajam, kedua mata mereka saling beradu pandang, Jodha sangat merindukan moment moment seperti ini dimana mata Jalal tidak pernah lepas memandangnya, tapi kali ini tatapan itu sangat berbeda, Jodha tidak pernah melihat Jalal memandangnya seperti itu, ada binar kebencian yang menari disana yang membuat bulu kuduk Jodha berdiri merinding, dari tempatnya berdiri Jodha mencoba mengaktupkan kedua tangannya didepan dadanya sebagai tanda permintaan maafnya, dari dalam hati yang paling dalam Jodha mengungkapkan perasaannya lewat suara hatinya : “Yang Mulia, aku ingin kamu mendengar suara hatiku ini, aku mohon maafkan semua kesalahanku, Yang Mulia … aku sangat berharap sekali jangan ada keheningan diantara kita, Yang Mulia … karena itu sungguh sangat menyakitkan buatku” bathinnya dalam hati, sementara dari arah berlawanan Jalal masih menatap Jodha tajam, dalam hatinya juga berkata : “Mengapa kamu ada disini, Ratu Jodha ? tidakkah kamu tahu bahwa hatiku sungguh sakit setiap kali menatapmu yang membuat ingatanku kembali pada anak kembar kita, aku ingin kamu membenciku, Ratu Jodha …. agar mudah bagiku untuk membencimu pula !” bathin Jalal, sementara suara hingar bingar music dan gemercing gelang kaki penari semakin memekakkan telinga, sesaat tatapan Jalal beralih pada tubuh molek para penari yang sedang menikmati hentakkan music para pemusik yang diikuti oleh beberapa ratu yang ikut menikmati irama tersebut, Jalal langsung berdiri dan mendekati salah satu ratunya yang sedang ikut menari, Jalal memang sengaja melakukan hal ini agar Jodha melihatnya lalu membencinya, “Kamu nampaknya sangat menikmati tarian ini” kata Jalal sambil terus memperhatikan salah satu ratunya yang bernama Ratu Fatimah, “Aaah … Yang Mulia, aku memang sangat suka menari, setiap kali terdengar music yang mengalun, kakiku ini tidak akan pernah berhenti bergerak” kata Ratu Fatimah.
“Oh yaa … rasanya mulai hari ini, aku harus lebih intens memperhatikan kesukaan ratu ratuku” kata Jalal sambil membelai wajah Ratu Fatima lembut, lalu diputarinya tubuh Ratu Fatima hingga Jalal berada dibelakangnya dan diciumnya perlahan lahan rambut, tengkuk dan pundaknya, sementara Ratu Fatimah menggelinjang kegelian, dirinya serasa terbang diawang awang hingga kelangit ketujuh, Ratu Fatimah merasa bangga karena malam ini Jalal telah memilih dirinya, sementara ratu lainnya hanya bisa melihat kemesraan mereka dengan perasaan iri, begitu pula Jodha yang rasanya ingin segera angkat kaki dari sana dan menumpahkan semua kesedihannya tapi diurungkan niatnya, Jodha tetap berjalan kearah Jalal dengan perasaan yang berkecamuk didalam dada. Sedangkan Jalal masih terus terbuai menikmati setiap jengkal leher sang ratu, dari kejauhan Jalal bisa mendengar dengan jelas langkah kaki Jodha yang mulai mendekat kearahnya, “Aku ingin kamu menemani aku malam ini” ujar Jalal sambil menggandeng lengan Ratu Fatimah dan meninggalkan tempat tersebut. Dari arah berlawanan Jodha yang sudah bersusah payah mendekati Jalal, langsung menghentikan langkahnya diikuti oleh Moti begitu mengetahui Jalal sudah berlalu dari sana bersama salah satu istrinya, “Jodha, ayooo kita pulang … tidak ada gunanya kamu mengejar Yang Mulia, untung saja kalian tidak bertengkar” kata Moti dengan nafas yang tersengal sengal, “Motiiii, kenapa Yang Mulia berbuat seperti itu didepanku ???” tanya Jodha sambil menahan isak tangisnya, dadanya terasa sesak, Jodha tidak bisa menerima perbuatan Jalal didepan matanya tadi, Jodha tahu bahwa Jalal harus berlaku adil pada semua istrinya, tapi tidak seperti ini ,,, hati Jodha perih seperti disayat sebilah pedang, “Jodha, sudah sejak semula aku katakan … lebih baik kita tidak usah datang ke pesta ini tapi kamu keras kepala” ujar Moti , “Aku hanya ingin meminta maaf pada Yang Mulia, Moti … rasanya lebih baik aku dihukum hingga hukuman yang mematikan sekalipun, aku terima aku bisa menerimanya tapi tidak seperti ini, Moti ,,, dimana selalu ada keheningan diantara kami, aku tidak tahan selalu diabaikan seperti ini, apa yang harus aku lakukan, Moti ????” tangis Jodha mulai meledak, Moti langsung merengkuh Jodha dalam pelukannya, dan diajaknya Jodha keluar dari area terbuka terbuka tersebut, sementara ratu lainnya berbisik bisik sambil melihat kearah Jodha, sedangkan Rukayah tetap pada posisinya masih terus asyik menikmati hookahnya sambil tersenyum sinis kearah Jodha.
Bayangan Jalal menciumi salah satu ratu pilihannya di are kolam renang masih membekas dengan jelas dalam benak Jodha, ingin rasanya Jodha melupakannya tapi bayangan itu terus mengganggu dalam pikirannya, perasaan cemburu, sedih, marah bercampur menjadi satu, ingin rasanya Jodha berteriak memanggil nama Jalal saat itu, tapi bibirnya seakan akan terkunci, Jodha hanya bisa diam seribu bahasa, seperti siang ini yang tanpa sengaja ketika Jodha melewati kamar Jalal, dilihatnya Jalal sedang bercengkrama dengan ratu yang lain dan Jodha hanya bisa membungkam mulutnya, Jalal bukanlah Jalal yang dulu tapi dia sudah berubah menjadi Jallad, julukan yang dulu Jodha berikan untuk Jalal ketika pertama kali mereka bertemu, “Aku sudah tidak bisa mengenalimu lagi, Yang Mulia …. dimana hatimu yang dulu yang kamu agung agungkan ? dimana rasa cinta itu ? apakah secepat itukah cinta bisa menghilang bagaikan debu yang tertiup angin ? kembali Jodha teringat peristiwa dimana ketika Jalal menemuinya setelah mereka melewati malam pertama, “Ratu Jodha, aku memang mempunyai banyak istri tapi hanya satu yang ada dihatiku, aku hanya mencintaimu Ratu Jodha, ibarat Dewa Khrisna yang mempunyai 16 istri tapi hanya ada satu nama yang selalu disebut disisi Khrisna yaitu Radha, begitulah aku … ketika semua orang mengelu elukan namaku, namamu pun akan disebut disamping namaku” kata kata Jalal terus menerus berputar dalam kepala Jodha … hingga Moti menyadarkan Jodha, “Jodha, aku dengar hari ini ada lagi orang yang akan dihukum oleh Yang Mulia” ujar Moti ,,, “Aku tadi melihat dengan jelas ada lagi orang yang diborgol tangannya dan akan dihadapkan pada Yang Mulia Raja” ujar Moti, “Aku yakin … Yang Mulia akan kembali memenggal kepala orang itu seperti yang sudah sudah, kapan masa suram ini akan segera berlalu Jodha ???” tanya Moti, “Aku sendiri tidak punya jawabannya Moti” jawab Jodha, “Rasanya aku ingin menghadap pada Yang Mulia, agar dia juga memenggal kepalaku dari pada aku berada dalam kondisi yang seperti ini selamanya” ujar Jodha sedih, tapi tiba tiba Jodha seperti teringat sesuatu, “Moti, kamu bilang apa tadi ??? hari ini akan ada hukuman lagi ???” tanya Jodha sambil menyeka air matanya yang membasahi pipinya, “Iyaa Jodha … aku tadi melihat ada orang yang diborgol dan mau dihadapkan pada Yang Mulia, kenapa ?” jelas Moti, “Aku harus menemui Yang Mulia, Moti” kata Jodha sambil berlalu dari kamarnya.
Sesaat Moti nampak tercengang mendengar ucapan Jodha, namun segera setelah menyadarinya, Moti langsung berlari menyusul Jodha yang sudah berjalan menjauh darinya, “Jodhaaaa ….. “ panggil Moti. Sesampainya di area latihan bertarung, dari kejauhan Jodha bisa melihat Jalal sedang berkumpul dengan beberapa menterinya, sementara pedang yang bersimbah darah itu masih berada ditangan Jalal, nafas Jalal memburu, rambutnya yang acak acak kan tidak mengurangi ketampanannya yang selalu mengguratkan the killer smile. Dan tanpa basa basi lagi, Jodha yang saat itu datang menemui Jalal dari arah belakang, langsung bersimpuh sambil memegang kaki Jalal, semua yang hadir disana nampak terkejut terutama Jalal, “Yang Mulia, bila kamu merasa kejahatan yang aku lakukan selama ini sama halnya dengan para penjahat yang telah kamu berikan hukuman, hukumlah aku sekarang juga, Yang Mulia ! penggal kepalaku ! aku rela” pinta Jodha dengan mengiba, sementara Jalal yang tidak menduga akan kedatangan Jodha, tidak bergeming sekalipun karena kakinya terasa seperti dipaku oleh tangan Jodha, sedangkan Moti sangat kaget melihat apa yang dilakukan oleh Jodha, dan semua yang hadir disana juga tidak menyangka Jodha akan berbuat seperti ini, terutama Moti yang ikut menangis ketika sahabatnya yang sejak kecil itu berlinangan air mata sambil meminta maaf ke Jalal, sambil menangis Jodha bisa merasakan nafas Jalal yang memburu, “Pengawal, bawa pergi dia !!!” perintah Jalal, “Tidak, tidak ! Yang Mulia … aku tidak akan pergi, sebelum kamu jatuhi aku hukuman, aku tidak akan kemana mana, aku siap menerima semua hukuman yang akan kamu berikan, Yang Mulia” pinta Jodha sambil terus memegang kaki Jalal sambil menangis, “Pengawal ! cepaattt ! seret dia keluar ! cepaaatttt !!!” bentak Jalal dengan nada marahnya, para pengawal tersebut termasuk Todar Maal mencoba untuk membujuk Jodha untuk melepaskan genggaman tangannya di kaki Jalal, “Ratu Jodha, mari … lebih baik anda pergi dari sini, ini demi kebaikan anda sendiri, tolong mengertilah Ratu” bujuk Todar Maal, “Tidak Todar Maal ! sebelum suamiku memberikan aku hukuman, aku tidak akan pergi dari manapun ! aku akan bertahan disini !” tegas Jodha, sementara Moti masih terus menangis melihat ulah Jodha, “Jodhaaaa … jangan rendahkan dirimu seperti itu Jodhaaa … “ ujar Moti sambil beruraian air mata,
“Pengawal ! tunggu apa lagi ! cepaat !!” bentak Jalal lagi, para pengawal itu akhirnya mencoba untuk menarik lengan Jodha sekuat tenaga, sementara Jodha tetap berusaha memegang kaki Jalal dengan keras, akhirnya tanpa Jodha duga, dengan sekuat tenaga Jalal menghentakkan kakinya hingga membuat Jodha terjungkal kebelakang dan tangannya tidak bisa lagi memegang kaki Jalal, “Kamu meminta hukuman, Ratu Jodha ???? kamu sadar dengan apa yang kamu perbuat ??” tanya Jalal dengan nada tinggi, sesaat bulu kuduk Jodha sempat merinding kembali melihat tatapan Jalal yang sadis, “Kamu tidak ubahnya sebagai seorang pelayan bagiku !!!!” bentak Jalal kemudian berlalu dari sana diikuti oleh para pengawalnya dan beberapa menterinya yang lain, sesaat Jodha terhenyak mendengar kata kata Jalal yang terakhir, sementara dari arah kejauhan nampak Hamida berupaya menghampiri Jodha, sedangkan Moti masih terus menangis melihat sahabat kecilnya diperlakukan seperti itu oleh suaminya sendiri…. Jangan Panggil Aku Jodha bag 4