Takdir bag 10 by Tahniat. Jalal sampai dirumah. Semula dia tidak punya rasa bersalah sama sekali karena telah meninggalkan Jodha di pingir Jalal yang sepi. Hatinya di liputi rasa marah, “memang siapa dia? Berani-beraninya dia mempertanyakan sikapku pada ibu dan Mr Khan. Dia pantas mendapatkan hukuman ini.” Jalal merasa sangat lelah. Tanpa membuang waktu lagi dia segera naik ke kamarnya. Tanpa ganti baju atau apa, dia melemparkan tubuhnya di tempat tidur. Jalal memejamkan matanya. Sesaat dia teringat pada Jodha, tapi hati kecilnya berbisik, “jangan memikirkannya Jalal, tak usah khawatir padanya. Sebentar lagi dia pasti sampai rumah. Dia bisa naik taksi atau apa. Pokoknya jangan khawatir, istirahat saja! Dia pantas menderita karena berani ikut campur urusanmu!” Tak lama kemudian Jalal tertidur.
Jodha sedang berdiri sendirian dipingir jalan. Tempat itu benar-benar sunyi. Karena sudah sangat larut, tidak ada satupun kendaraan yang lewat di jalan itu. Kalaupun ada, karena tenpatnya sangat gelap, mereka pasti kesulitan melihat Jodha. Tubuh Jodha mengigil, karena udara yang sangat dingin juga karena rasa takut yang datang menyergap. Tiba-tiba muncul tiga laki-laki berwajah sangar mendekati Jodha. Mereka mengelilingi Jodha dan memandangnya dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan tatapan penuh nafsu. Salah satu dari mereka maju mendekat, mencoba untuk menyentuh dan memeluk Jodha. Jodha memberontak dan mendorong tubuh pria itu menjauh.
Jodha mencoba merlarikan diri dari kepungan orang-orang itu. Tapi lelaki lain yang ada di belakangnya berhasil merangkulnya dari belakang. Dengan ganas ketiga pria itu berebut memeluk Jodha, menyentuh dan meraba sekujur tubuhnya. Jodha berteriak-teriak minta tolong. Tapi tak seorangpun datang menolongnya. Karena memang tak ada seorang pun selain mereka berempat yang ada di tempat itu. Salah satu lelaki itu dengan penuh nafsu melucuti saree Jodha yang membalut tubuhnya dan membuangnya ke jalan. Hingga Jodha hanya mengenakan Chaniya dan Choli saja. Melihat pemandangan menakjubkan itu, nafsu para lelaki itu semakin membara. Bersamaan mereka merangsek kearah Jodha. Ada yang dengan ganas menciumi bibirnya, menyentuh bagian-bagian privat di tubuhnya bahkan ada yang sudah siap memaksakan dirinya. Jodha berteriak meminta tolong dengan putus asa, dia memanggil nama Jalal…
Jalal terbangun dengan nafas terengah-engah dan keringat membasahi sekujur tubuhnya seperti seseorang yang habis berlari marathon. Jalal menyadari kalau dia hanya bermimpi, tapi mimpi itu seperti sangat nyata sekali. Sehingga dia sendiri ragu, apakah itu mimpi atau benar-benar terjadi. Dia mengumankan nama Jodha dengan penuh kekhawatiran. Jalal menyentuh wajahnya yang terasa basah dan sadar kalau dirinya telah menangis dalam tidur. Tanpa membuang waktu Jalal segera bangkit dan meninggalkan kamarnya. Melalui pintu penghubung dia melongok kekamar Jodha. Dia berharap menemukan Jodha sedang tidur di sana. Tapi harapannya tinggal harapan. Kamar tidur itu senyap. Dan segalanya masih rapi seperti tak tersentuh.
Jalal segera berlari turun keruang bawah yang lampunya menyala terang benderang seperti saat di tinggalkannya tadi malam. Dia mengamati pintu, menatap sofa, melihat tempat sepatu, mencari-cari jejak yang bisa menunjukan keberadaan Jodha di rumah itu. tapi semuanya nihil. Jodha tidak pulang kerumah. Jalal dengan khawatir bertanya, “kemana dia pergi?” Jalal menatap jam dinding, baru pukul 3 dini hari. Banyangan Jodha yang berteriak-teriak di sergap tiga pria kasar yang ada dalam mimpinya kembali terlintas. Jalal meraih handphonenya dan mencoba menelpon Jodha. Tapi hp jodha tidak aktif. Tanpa membuang waktu lagi, Jalal segera pergi kegarasi. Mengeluarkan mobilnya, dan segera melaju di jalan raya. Tujuannya hanya satu menemukan Jodha dan membawanya pulang kerumah.
Pertama-tama dia pergi ketempat dimana dia meninggalkan Jodha. Tidak ada seorangpun di sana. Jalal keluar dari mobilnya, mengambil senter dari laci mobilnya dan mengamati semak belukar yang ada di pingir jalan itu. Tapi tidak menemukan apa-apa. Jalal kemudian menyusuri sepanjang jalan itu dengan mobilnya dengan harapan dia akan melihat Jodha. Tapi nihil. Jangankan sosoknya, bayangannya pun tidak kelihatan. Sudah 4 kali Jalal menyusuri jalan yang sama dari berbagai arah, baik yang searah ataupun yang berlawanan arah.
Jalal mulai putus asa dan merasa bersalah. Dia kembali ke tempat dia meninggalkan Jodha, mematikan mesin mobilnya dan duduk termenung di sana. Untuk pertama kali dalam hidupnya Jalal merasa sangat bersalah dan ketakutan. Sampai tubuhnya bergetar, keringat dingin bercucuran dan tulangnya terasa ngilu. Dia membayangkan apa yang di lihatnya dalam mimpi itu benar-benar terjadi pada Jodha. Jalal menyesali perbuatanya. Dia marah pada dirinya sendiri, “apa yang telah kulakukan?” Jalal tak sanggup lagi menanggung perasaaannya sendiri, diapun menangis sejadi-jadinya. Bibirnya mengumankan nama Jodha berkali-kali, ‘Jodha..’
Takterasa hari sudah terang. Wajah Jalal pucat dan sembab. Rambutnya acak-acakan dan hidungnya memerah. Belum pernah sepanjang hidupnya dia terlihat dengan tampang seperti ini. Beberapa sopir dan penumpang dari mobil yang lalu lalang menatap kearahnya dengan heran. Jalal bertekad akan pergi ke kantor polisi untuk melaporkan kasus orang hilang. Dia tak peduli dengan nama baiknya lagi. Dia tahu dengan membawa kasus ini ke kepolisian, kehormatannya akan di pertaruhkan. Namanya akan tersebar di media masa dan pasti akan menempati kolom pemberitaan utma.
Bahkan Jalal sudah membayangkan judul apa yang akan dituliskan para kuli tinta di sana…”JALALUDDIN MUHAMMAD AKBAR, SEORANG PENGUSAHA MUDA KEHILANGAN ISTRINYA”. Jalal menahan nafas mencoba menenangkan perasaannya. Dengan tekad bulat, dia mengendarai mobilnya menuju kantor polisi terdekat. Jalal tanpa ragu keluar dari mobil dan hendak memasuki pintu kantor polisi, ketika handphonenya tiba-tiba berdering. Jalal menatap layar Hp, tertera nama ibunya Hamida bano. Dengan engan, jalan mengangkat panggilan itu. Terdengar suara khas ibunya di ujung sana… dan untuk pertama kali setelah sekian lama, dia merasa berhutang budi dan sangat-sangat berterima kasih pada Hamida Bano. Tanpa membuang waktu Jalal masuk kembali ke mobilnya melaju cepat menuju rumah Hamida bano….Takdir bag 11