Takdir bag 18 by Tahniat. Jodha duduk di meja dapur menikmati sarapannya, Moti berdiri tak jauh darinya. Dia tidak lagi mengenakan sari, tapi memakai baju seragam pelayan berwarna putih. Jodha bertanya, “kemana saja kalian selama ini? Mr Jalal bilang dia memberhentikan kalian semua.” Moti tersenyum, “setiap empat bulan sekali mister memberi kami cuti, kedatangan anda bersamaan dengan waktu cuti kami. Cuti sebenarnya cuma 4 hari, tapi entah mengapa mister menyuruh kami tinggal di resort lebih lama dan meminta agar kami tidak kembali sebelum beliau suruh.”
Jodha kaget mendengar penjelasan Moti. Lanjut Moti, “tapi entah mengapa, semalam, tuan menelpon, menyuruh kami cepat pulang. Dia meminta sebelum pukul 6 pagi kami harus sampai di sini. Jadi….” Jodha larut dalam pikirannya, tidak lagi memperhatikan penjelasan Moti. Dia sibuk memikirkan Jalal dan tindakannya. Semakin di pikir, Jodha semakin tidak mengerti. Semua tindakan Jalal tidak bisa di prediksi. Dia menyuruh pelayan pergi, dan menjadikan dia sebagai ‘pembantu rumah tangga’ pengganti. Lalu sekarang dia memanggil mereka kembali. Jalal menelantarakannya di pinggir Jalal sendirian, lalu keesokan harinya mencarinya seperti orang kesetanan. Jalal tahu, Jodha membencinya, tapi dia selalu berusaha melakukan kontak fisik dennganya.
Jodha bertanya dalam hati, “apakah itu semua hanya sebuah upaya untuk membuat hidupku menderita?”
Melihat Jodha terdiam dengan sendok menggantung di tangan, Moti memanggil, “Jodha begum…” Jodha tersentak dari lamunannya. Dan tersenyum manis pada Moti, “Moti panggil aku Jodha, tak perlu memakai embel-embel Begum. Oh ya, kau tadi dari mana, pagi-pagi sudah memakai sari?” Moti mengatakan kalau dia baru pulang dari kuil. Jodha dengan rasa ingin tau bertanya, “ada kuil di sekitar sini?” Moti menjawab, “ada kuil tua Dewi Kali di perepatan jalan. Kalau anda ingin pergi kesana, aku bisa mengantarmu.” Jodha tersenyum, “aku ingin sekali. Tetapi saat ini, kakiku sedang terkilir, dan kalau di pakai jalan sakit sekali.” Moti seperti teringat sesuatu, “oh iya, Mister tadi berpesan agar aku membelikan obat ramuan untuk kaki Anda. Jika anda telah selesai makan, biar aku pakai kan.”
Setelah memakai ramuan dari Moti, kaki Jodha terasa baikan. Moti mengerjakan pekerjaan rumah dengan sangat cekatan. Dalam waktu singkat semuanya terlihat lebih rapi dari sebelumnya. Setelah merasa semua ada pada tempatnya, Moti menghampiri Jodha yang duduk di sofa sambil membaca majalah. Kata Moti, “Jodha Begum…” Jodha mengerutkan kening, dia sudah melarang Moti memanggilnya dengan panggilan Jodha Begum. Melihat tatapan Jodha, Moti tersenyum dan meralatnya, “Jodha, pekerjaanku sudah selesai, aku akan kembali ke kamar belakang. Jika ada sesuatu, anda harus memecet bel putih itu ~Moti menunjuk tombol kecil di pintu~ Kami akan segera datang. Jika anda tidak memencetnya, kami tidak akan tahu kalau anda butuh sesuatu. Peraturan di rumah ini sangat ketat, Jodha. Pelayan tidak boleh berkeliaran di dalam rumah, terutama jika ada mister dan keluarganya. Kami melakukan pekerjaan kami dalam 4 waktu. Pagi sebelum mister bangun, untuk membersihkan rumah dan menyiapkan sarapan. Setelah mister pergi kerja, untuk merapikan tempat tidur dan mengambil pakaian kotor. Petang untuk memasak makan malam, dan setelah makan malam di hidangkan. Di waktu-waktu lain, tanpa di panggil kami tidak berani masuk kemari. jadi kalau kau butuh sesuatu, kau harus memencet bel itu, Jodha. jangan lupa!’
Jodha dengan kening berkerut bertanya, “siapa yang membuat peraturan ini?” Moti menjawab, “mister sendiri. tapi pada saat-saat tertentu, peraturan ini tidak berlaku.” Jodha dengan heran bertanya, “saat yang bagaimana?” Mati menjawab dengan sedikit engan, “saat tuan ada ‘tamu’.” Jodha bertanya lagi, “tamu?” Moti mengangguk, lalu cepat-cepat berpamitan, “aku permisi dulu Jodha.” Moti akan beranjak pergi, Jodha menahannya, “tunggu Moti! Kau belum memberitahuku, tamu seperti apa yang membuat perauran itu tidak berlaku?” Moti terlihat salah tingka. Jodha dengan rasa ingin tahu menatapnya, “ayolah Moti katakan padaku, jangan takut!” Moti terlihat berpikir keras. Jodha memanggilnya, “Moti?”
Moti menghampiri Jodha dan berlutut di depannya, “Jodha, aku tahu ini salah. Tapi karena kau bertanya, aku akan mengatakannya. Dulu… mister sering membawa teman wanitanya kerumah. Mereka terkadang menginap berhari-hari di sini. Kalau ada mereka, kami tidak di benarkan masuk kemari kecuali kalau mister memanggil. Tapi itu dulu, sebelum mister menikah denganmu. Sekarang, mereka pasti tidak akan berani datang kesini. Karena mister sudah punya istri.” Moti mengakhiri kata-katanya dengan tersenyum mengerti. Jodha membalas senyuman moti. Lanjut moti, “sekarang aku boleh pergi?” Jodha mengangguk.
Sepeninggal Moti, Jodha termenung kembali. Jadi Jalal sering membawa teman wanita nya kerumah. Kalau menurut cerita Moti, pasti ada lebih dari satu wanita. Artinya Jalal mempunyai banyak teman wanita. Apa yang di lakukan wanita-wanita itu di sini sampai menginap berhari-hari? Terbersit rasa tidak suka dalam hatinya. Tapi Jodha mengerti, lelaki seperti Jalal, yang tampan, gagah, berkuasa dan kaya pasti banyak di incar wanita. Dan Jalal pasti tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Karena itu teman wanitanya sangat banyak. Dan dengan gaya, penapilan dan kekayaan, dia bisa mendapatkan wanita mana saja yang dia inginkan. Lalu kenapa dia menikahiku?
Hati kecilnya menyahut, “karena dia ingin balas dendam padamu. Kalau bukan karena itu, pasti saat ini kau masih tinggal bersama orang tuamu, bersama Ram dan menjadi objek penderita.”
Muncul pertanyaan dalam pikiran Jodha, “apa itu artinya aku harus berterima kasih padanya karena telah melepaskan aku dari cengkeraman ram? Tapi apa bedanya? Dia menikahiku hanya untuk membuatku menderita.” Hati kecilnya berkata, “tapi sepertinya dia akan berubah. Kau ingat, semalam dia sangat baik padamu. Dia sudah tahu kalau kau salah paham padanya. Hanya perlu sedikit keinginan saja. Dan dia akan menjadi suamimu yang sebenarnya.” Benaknya berkata, “tapi jalal mempunyai banyak teman wanita.” Htainya menyahut, “itu dulu, sebelum dia menikahimu. Sekarang dia tidak bisa melakukan itu. Dia telah mengikat janji denganmu dengan melakukuan pheras. Wanita manapun, hanya akan menjadi masa lalu baginya. Dan kau adalah masa depannya.” Tak tahu mau mendengarkan yang mana, benak dan hatinya mempunyai pendapat yang berbeda. Satu berdasarkan logika, satu lagi merujuk pada perasaan. Jodha dengan bingung bertanya, “lalu aku haru sbagaimana?” Takdir bag 19