Takdir bag 24 by Tahniat. Jodha tahu dia telah membuat Jalal menunggu lebih dari 15 menit. Tapi sebagai wanita dia membutuhkan lebih dari 15 menit untuk berpakaian dan bedandan. Setelah memoles wajahnya dengan make up seminimal mungkin, Jodha bergegas keluar rumah. Pintu tertutup dan secara otomatis mengunci sendiri. Melihat Jodha, Jalal segera membunyikan klason dengan tidak sabar. Jodha berjalan cepat mengampiri mobil Jalal yang sudah siap di depan pintu gerbang. Jalal tidak berkedip melihat Jodha yang berjalan kearahnya. Dengan seksama dia mengamati pakaian yang di kenakan Jodha.
Jodha mengenakan rok pensil warna beigi sebatas lutut yang di depannya di hiasi dengan kancing bulat besar dengan warna senada, di padu dengan sebuah kemeja putih lengan panjang dan sepatu high heel setinggi 6 centi berbahan denin dan berwarna blue jeans. Heels yanag tidak terlalu tinggi membuat Jodha dapat bergerak dengan lincah. Rambut sebahunya yang bergelombang bergerak-gerak saat dia melangkah. Bagi Jalal, Jodha selalu terlihat sangat mempesona tak perduli apapun yang dikenakannya.
Pintu penumpang depan sudah terbuka, tanpa membuang waktu Jodha segera masuk ke mobil, menutup pintu dan memasang sabuk pengaman. Tapi Mobil tidak juga berjalan. Jodha menoleh kearah Jalal dengan heran. Jalal sedang terpaku menatapnya. Jodha iseng menjentikkan jari di depan wajah Jalal. Jalal yang seperti terhipnotis segera tersadar dan memalingkan wajah kedepan dan menjalankan mobilnya. Untuk menutupi rasa malunya Jalal berguman, “wanita selalu tidak tepat waktu.” Jodha yang mendengar gumanan itu menyahut, “bukannya kau yang membuang-buang waktu dengan memandangku?” Jalal protes, “itu karena aku memikirkan selera berpakaianmu.” Jodha dengan ketus bertanya, “apa yang salah dengan pakaianku?” Jalal tanpa mengalihkan perhatian dari jalanan menjawab, “entahlah… sepertinya kau tidak cocok memakai pakaian itu.” Jodha dengan sengit berkata, ” kau tak perlu mengkhawatirkan pakaianku. Karena aku merasa nyaman dengan apapun yang kukenakan.” Jodha melihat Jalal mengendikan bahu dengan pasrah. Mendengar komplain Jalal tentang cara berpakaiannya, sedikit banyak Jodha merasa terganggu juga. Hanya saja dia tidak menunjukannya.
Tak berapa lama, mereka sudah sampai di depan kantor Singhania Group yang megah. Jodha sudah pernah datang ketempat ini sekali, saat dia mengantarakan surat kesepakatan kerja sama antara perusahaan ayahnya dengan Singhania. Seorang petugas parkir mendekati mereka dan membukakan pintu untuk Jodha. Jalal segera keluar dari mobil dan menyerahkan kuncinya sambil berpesan agar meletakan mobilnya di tempat parkir 8H. Si petugas parkir mengangguk.
Begitu memasuki pintu kantor yang lebar, Jalal segera mendekati meja resepsionis dan memberi perintah yang tidak dapat di dengar Jodha pada resesionis dan office boy yang ada di sana. Mereka sepetinya paham dengan apa yang dikatakan jalal. Tak lama kemudian mereka bergegas pergi. Kemudian Jalal menggandeng tangan Jodha untuk mengikutinya menaiki tangga menuju lantai 2 di mana cafetaria berada. Jalal mengajak Jodha duduk di sebuah lounge yang terdapat di dalam sebuah ruangan berdinding kaca. Seorang pelayan cafetaria mendekati mereka. Jalal memesan 2 cappucino dan 2 porsi Roti bakar. Jodha menatap Jalal dengan heran tapi tidak mengatakan apa-apa. Melihat itu Jalal bertanya, “apa?” Jodha memicingkan mata, “disini ada cafetaria terbesar dan ternyaman yang pernah aku lihat, dengan berbagai hidangan ~Jodha menyentuh buku menu~ tapi kenapa kau selalu menyuruhku membuatkan sarapan untukmu?”
Jalal dengan singkat menjawab, “karena kau istriku.” Jodha bertanya penuh selidik, “sebelum ada aku, kau juga menyuruh moti membuat sarapan untukmu kan?” Jalal menggeleng, “tidak pernah. Kecuali kalau hari libur dan aku tidak keluar rumah.” Jalal balas menatap Jodha dan bertanya, ‘kenapa kau menanyakan itu?” Jodha menjawab, “hanya ingin tahu saja.” Tak lama pelayan datang membawa pesanan Jalal. Jalal menyodorkan secangkir capucino pada Jodha dan seporsi roti bakar yang di potong segitiga. Jalal berkata, “makanlah.” Jodha hanya menatap hidangan di depannya tanpa selera. Jalal menyantap roti bakar dengan nikmat.
Melihat Jodha hanya diam saja, Jalal berkata, ” kau harus makan. Ada banyak pekerjaan yang akan kau kerjakan. Aku tak mau melihatmu pingsan karena kelaparan.” Jodha dengan penasaran bertanya, “pekerjaan apa?” Jalal dengan enggan menjawab, “nanti juga kau akan tahu. Cepat makanlah!” Jodha merasa enggan menyentuh makananya. Melihat itu Jalal berhenti mengunyah dan menatap Jodha dengan tatapan tak mau di bantah. Melihat itu dengan terpaksa Jdoha menyuapkan roti bakar kemulutnya dan meminum cappucino yang di sodorkan padanya. Belum habis sarapan mereka, hp Jalal berbunyi. Jalal mengangkat panggilan itu dan berkata, “okey.” lalu menutupnya. Jodha tidak mau bertanya, meski dia penasaran pada apa yang di okeykannya.
Dari cafetaria, Jalal mengajak Jodha menaiki Lift khusus petinggi perusahaan. Jalal tidak langsung membawa Jodha kekantornya tapi mengajaknya mampir ke lantai 7 terlebih dahulu untuk melihat para pegawainya apakah mereka telah datang tepat waktu. Itu adalah rutinitas Jalal setiap hari. Biasanya dia mampir di lantai 6, yang juga merupakan ruang karyawan. Tapi karena mengajak Jodha dia hanya melakukan inspeksi di lantai tujuh saja.
Begitu Jalal keluar dari lift, semua karyawan yang hadir berdiri dan memberi salam padanya. Jalal berjalan di depan Jodha, dan Jodha membuntuti di belakangnya. Otomatis setelah mereka memberi salam pada Jalal, tatapan mereka tertuju pada Jodha. Sebagian besar para karyawan pria menatap Jodha dengan tatapan terpesona sambil bertanya-tanya siapakah wanita cantik yang di bawah bosnya. Mereka berharap dia adalah karyawan baru. Hanya sedikit dari mereka yang tahu, dia adalah istri boss mereka. Ditatap oleh begitu banyak pasanga mata pria, Jodha merasa jengah tapi berusaha keras agar tak terlihat salah tingkah.
Jalal yang menyadari kalau mata para karyawan prianya tertuju pada Jodha segera memendekkan langkahnya untuk membarengi langkah Jodha. Setelah mereka berjalan berdampingan, Jalal segera meraih pingang Jodha dan mengedarkan padangannya keseluruh ruangan dengan bangga seakan mengatakan pada mereka semua kalau jodha adalah miliknya. Semula Jodha kaget, tapi kemudian Jodha mengerti apa yang coba di lakukan Jalal, yaitu untuk melindunginya dari padangan para pria. Dan cara itu berhasil. Begitu mereka semua melihat tangan Jalal melingar di pinggang Jodha, para pria segera menundukan pandanganya tak berani menatap Jodha.
Sebelum menaiki Lift menunju lantai 8, Jalal bediri tepat ditengah-tengah ruangan yang membagi cubicle para karyawan menjadi dua bagian yang sama di kiri kananya. Lalu dengan suara lantang dia memperkenalkan Jodha. Tanpa melepas rangkulannya di pinggang Jodha, Jalal berkata, “selamat pagi semua, aku ingin memperkenalkan istriku, Nyonya Jalaluddin Muhammad, Jodha Bai. Dia akan bekerja di perusahaa kita sebagai asisten pribadiku. ~Jodha menatap jalal dengan tatapan terkejut, dia sama sekali tidak tahu, kalau Jalal membawanya ke kantor untuk menjadikannya asisten pribadi~ Dia hanya akan bekerja dan menjawab padaku saja. Aku tidak ingin ada pembicaran tentang dia, ada pertanyaan tentang dia serta gangguan padanya yang bisa membuat dia merasa tidak nyaman bekerja di perusahaan kita. Jika sampai hal seperti itu terjadi, aku tidak akan segan-segan memecat pelakunya dan membuat hidupnya menderita. Aku tidak hanya aka membuatnya kehilangan pekerjaan tapi juga akan memastikan kalau dia tidak akan di terima bekerja di perusahaan manapun juga di India.” Semua orang terperangah mendengar kata-kata Jalal, termasuk Jodha. Jalal melanjutkan, “sudah paham semua? Silahkan kembali bekerja!” Takdir bag 25