Takdir bag 25 by Tahniat. Tiba di dalam kantor Jalal, Jodha baru bersuara, “siapa yang bilang kalau aku ingin bekerja padamu? Aku tidak ingin menjadi asistenmu.” Jalal sepertinya sudah menduga kalau Jodha akan menolak keputusannya. Jalal menghampiri mejanya dan bertanya dengan selamba, “apakah aku menanyakan pendapatmu? Kau akan bekerja sebagai asisten pribadiku. Itu mejamu dan semua surat-surat penting ini ~jalal meraup tumpukan kertas yang ada di meja dengan kedua tanganya dan meletakannya dimeja yang tadi di tunjuknya sebagai meja Jodha~ aku ingin kau membacanya dan memilahnya. Yang butuh persetujuan dariku, kau bisa meletakkannya di mejaku dan…” Jodha dengan tatapan setajam pisau menantang jalal, “bagaimana kalau aku tidak mau?” Jalal melirik Jodha dengan sudut matanya, lalu melangkah menghampirinya. Jalal mencondongkan tubuhnya kearah Jodha dan berkata, “aku hanya punya dua pilihan. Pertama, kau akan menikmati malam pertama penuh kenangan atau aku akan membatalkan kerja sama dengan ayahmu!”
Jodha menelan ludah dan mengumpat dalam hati, “ini lagi! Dia selalu mengancamku menggunakan ayahku. Betul-betul Jallad!” Dengan kesal Jodha hendak melangkah ke mejanya. Tapi Jalal keburu meraih pinggangnya dan menariknya tubuh Jodha merapat ke tubuhnya. Jalal hendak mencium Jodha tapi Jodha dengan cepat mendorong wajahnya, “apa yang kau lakukan? Tidakkah kau sadar kalau ada banyak orang yang akan melihat kita?” Jalal menatap Joda dengan heran, “siapa yang akan melihat?” Dengan dagunya Jodha mmenunjuk pada karyawan yang lalu lalang di luar ruangan. Jalal tertawa dan memeluk Jodha, Jodha mencoba melepas pelukannya. Tapi Jalal mendekapnya semakin erat sambil berkata, ” poor Mrs Jalal. Tidak tahukan kau kalau kaca itu tidak tembus pandang? Kita bisa melihat mereka, tapi mereka tidak bisa melihat kita. Jadi kita berdua, kau dan aku… bisa melakukan apapun di ruangan ini dengan bebas! Bahkan kalau kau mau, kita bisa melakukan malam pertama yang mengesankan itu di sini.”
Jodha merasa terganggu mendengar Jalal selalu mengulang-ulang kata malam pertama di depannya. Dia merasa malu dan kesal. Karena saking kesalnya, mata Jodha sampai berkaca-kaca saat dia berkata, “tidak bisakan kau berhenti mengulang kata-kata itu?” Jalal pura-pura tidak tahu, “kata-kata yang mana?” Karena putus asa, Jodha menitikan air mata. Melihat Jodha menangis, Jalal jadi tidak tega. Dia segera memeluk Jodha dan mengelus kepalanya sambil berkata, “, “okey..okey..aku tidak akan mengulangnya. ~sambil berbisik di telinga Jodha~ Tapi aku akan menunggu saat itu tiba. ” Lalu dengan penuh kasih sayang, Jalal membantu Jodha duduk di kursinya. Dia tersenyum lembut dan berkata, “kerja yang baik ya, aku akan keluar dulu.” Tanpa menunggu sahutan Jodha, Jalal segera keluar ruangan meninggalkan Jodha sendirian.
Saat kembali, jalal membawa setumpuk map berisi file. Bukan hanya itu aja, bahkan sekretarisnya juga turut serta membawakannya setumpuk map yang juga berisi file. Jalal mengucapkan terima kasih pada Karina ~nama sekretaris Jalal~ dan menyuruhnya pergi. Jalal menyusun map-map itu berderet dan bertumpuk di atas meja Jodha. Terdapat 4 tumpuk map dengna tinggi 30 centi di depan Jodha. Jodha menyandarkan tubuhnya dan menatap Jalal yang bediri didepannya dengan tatapan tak mengerti, “apa semua ini?” Jalal menjelaskan, “ini adalah proposal-proposal proyek yang diterima perusahaan tahun ini. Aku ingin kau membacanya lagi dan memilih 20 proyek yang layak untuk kita kembangkan. Dari 20 itu nanti aku akan memilih 5. ” Jodha ternganga tak percaya, “kau ingin aku membaca proposal sebanyak ini?” Jalal tersenyum menyerigai, “bukan hanya membaca, tapi membaca dengan teliti dan juga meninbang untung ruginya. Aku ingin proyek terbaik untuk tahun depan dan juga yang menguntungkan. Kau mengerti?” Jodha dengan cepat menjawab, “tidak!” Jalal tersenyum puas dan berkata, “kalau begitu mulailah bekerja! Aku akan mengawasi dari sana.” jalal menunjuk mejanya yang berada hanya beberapa meter di depan meja Jodha. Melihat Jalal tidak menggubris kata-katanya, Jodha hanya bisa memutar bola mata.
Jodha menatap map-map yang ada di depannya taktahu harus mulai dari mana. Sementara Jodha kebingungan, Jalal duduk menyandar di kursinya sambil mengawasi Jodha. Merasa di tatap sedemikian rupa, Jodha jadi jenggah. Dia segera mengambil satu map secara acak, memisahkannya lalu menyusun map-map lain setinggi-tingginya sehingga Jalal tidak bisa melihat dirinya. Jodha mulai membaca proposal itu. Jodha menghitung, jika 1 proposal saja terkadang terdiri dari 15 hingga 30 halaman. Jika ada 100 proposal saja dia harus mmembaca sekitar 3000 lembar. Memikirkan itu kepala Jodha pusing sendiri. Sesekali Jalal menghampiri Jodha untuk melihat apa yang di lakukannya di balik tumpukan map file. Dan sebelum kembali kemejanya, Jalal mengurangi ketinggian map di depan Jodha sehingga dia bisa menatap Jodha dari tempat duduknya. Tapi sebelum Jalal sampai di kursinya, Jodha sudah mengembalikan map-map itu ke posisinya semula. Jalal hanya bisa garuk-garuk kepala.
Keesokan harinya, Jodha kembali melakukan pekerjaan yang sama. Membaca proposal tapi kali ini tepat di bawah padangan mata Jalal. Karena ketika Jodha datang, dia menemukan sebuah meja kecil di letakan di samping meja kerjanya. Meja kecil itu berisi map file yang semula ada di atas meja. Tanpa map-map itu, Jalal dengan leluasa memandang Jodha dari tempat duduknya. Tak jarang Jodha mendapati Jalal sedang menatapnya sambil senyum-senyum sendiri. Jodha pernah menegur Jalal dan menyuruhnya berhenti menatapnya. Tapi Jalal tanpa rasa bersalah berkata, kalau itu salah Jodha, “siapa suruh kau ada di depanku?” Jodha hanya bisa mengelus dada menghadapi sifat Jalal yang terkadang agak kekanak-kanakan. Tapi Jodha tahu, Jalal bersikap begitu hanya padanya saja. Karena begitu menerima tamu atau menghadapi anak buahnya, dia selalu terlihat tegas, lugas, ramah dan bijaksana dalam memutuskan berbagai perkara. Tapi sekali Jalal marah, tak ada seorangpun yang berani menghadapainya. Semu akan pergi menjauh dan menghindarinya. Karena kalau marah jalal selalu kehilangan control ‘kewarasan’ nya.
Untuk seterusnya hari-hari Jodha di habiskan dengan duduk dan membaca proposal. Semula Jodha melakukan semua itu dengan ‘terpaksa’. Namun lama-lama Jodha mulai menyukai pekerjaannya. Walaupun Jalal mengatakan dia bekerja padanya, tapi Jodha tidak tahu dia di gaji berapa, dan tidak berpikir untuk bertanya. Baginya sudah cukup kalau jalal tidak menganggunya atau mengejeknya. Semakin hari Jodha semakin menikmati pekerjaannya. Dia membaca surat-surat penting yang masuk atau proposal-proposal yang membutuhkan persetujuan Jalal dengan penuh tanggung jawab. Jalal sangat senang melihat kegigihan Jodha dalam bekerja. Tapi Jalal tidak menunjukan kekagumannya. Dan lagi, bukan Jalal namanya kalau tidak membuat Jodha kesal dengan komen-komennya yang terkadang tidak masuk akal.
Hari itu, Jodha sedang membaca proposal, dan Jalal juga terlihat sibuk membaca setumpuk berkas. Dari interkom, Karina menghubungi Jalal memberitahu kalau Mr Singh dan rombongannya telah datang dan menunggu di ruang pertemuan. Jalal dengan cepat membereskan berkas-berkas di mejanya dan menghampiri Jodha., “Mrs Jalal aku ingin kau ikut denganku ke ruang meeting, sekarang.” Jodha tanpa membantah menurut saja. Jalal menyerahkan berkas-berkas dan beberapa buku agenda ke tangan Jodha. Jodha menerimanya dan berjalan mengikutinya. Ini pertama kalinya Jalal mengajak Jodha keluar dari ruang kerjanya selain ke Cafetaria.
Jalal dan Jodha tiba di ruang pertemuan. Ruangan itu sangat besar dan interiornya sangat indah dan sempurna. Ketika Jodha memasuki ruang pertemuan, seorang pria dari antara para tamu itu berdiri dan menyapanya dengan nada bahagia, “kau..Jodha?” Jodha manatap pria itu, semula dia tidak ingat padanya. Tapi segera setelah ingatanya kembali dia balas menyapa, “Surya?!” …Takdir bag 26