Takdir bag 26 by Tahniat

Takdir bag 26 by Tahniat. Suryabhan menghampiri Jodha dengan tangan mengembang hendak memeluknya. Melihat itu, jalal yang berdiri di samping Jodha dengan reflek melangkah ke depannya. Sehingga mau tak mau Surya mengurungkan niatnya. Jalal menatap Jodha dan Surya bergantian dengan rasa ingin tahu, “kalian saling kenal?” Surya dengan tatapan gembira dan senyum bahagia menjawab, “ya. Dia teman kecil ku. Aku dan Jodha, dulu kami bertetangga. ~Surya menatap Jodha dengan mesra~ Jodha, apa yang kau lakukan disini?” Jodha hendak membuka mulut menjawab, tapi jalal mendahului dengan bertanya, “kalian teman kecil? ~Jalal menatap Jodha~ Apakah dia hadir di pernikahan kita?” Surya terkejut mendengarnya, senyumnya menghilang tiba-tiba, dengan penasaran dia  bertanya, “kalian… menikah?” Jalal mengangguk, lalu pada semua yang hadir Jalal berkata, “sebelum meeting di mulai, aku ingin memperkenalkan kalian semua pada istriku, ~Jalal memiringkan tubuhnya, merangkul pinggang Jodha~ …juga asisten pribadiku, Jodha bai.”

Para pria yang hadir di situ yang merupakan para eksekutif dari Jonhpur Enterprise, mengucapkan selamat pada Jalal. Sebagian dari mereka menatap Jodha dengan rasa kagum, bahkan ada beberapa yang tidak berkedip saat memandangnya, hanya tuhan yang tau apa yang mereka pikirkan saat menatap Jdoha. Melihat reaksi para pria itu, Jalal merasa terganggu, karena itu tanpa membuang waktu lagi, dia meminta semua orang duduk di tempatnya karena pertemuan akan segera di mulai. Dia sendiri berjalan kekursinya sambil mengandeng Jodha. Jalal menarikkan kursi yang masih kosong mendekat ke kursinya dan meminta Jodha duduk disana. Jodha menurut saja. Jalal membisikan sesuatu ketelinga Jodha dengan mesra. Jodha mengangguk. Melihat itu, Surya memalingkan wajah tidak suka. Tapi tak lama kemudian dia kembali memandang Jodha. Saat pandangan mereka bertemu Surya melempar senyumannya. Jodha balas tersenyum dan mengangukkan kepala. Jalal melihat itu dan merasa cemburu. Jalal menoleh kearah Jodha, Jodha menatap Jalal dan mengangkat alisnya. Jalal menggeleng.

Ketika tiba giliran Surya mempresentasikan proposalnya, Jodha menatapnya dengan penuh kekaguman. Jodha tahu, Surya sangat piawai dalam berbicara dan pandai menggunakan kata-kata. Dia yakin, Jalal akan tertarik dengan proyek yang di tawarkannya. Selain karena idenya yang memang spektakuler, berdasarkan trend masyarakat zaman sekarang, jika proyek itu terealisaikan pasti akan menghasilkan keuntungan yang berlipat-lipat. Tim manajemen dari Singhania Corp yang hadir di pertemuan itu sebagian besar mengangguk setuju dengan  proyek yang di usulkan Surya, tapi keputusan apakah proposal itu akan di setujui atau tidak, tetap ada di tangan Jalal.

Jalal terlihat tidak tertarik dengan apa yang disampaikan Surya tapi lebih tertarik pada apa yang di lakukan Surya. Sepanjang waktu Jalal mengamati Surya yang terlihat sangat sering melirik dan menatap ke arah Jodha.  Semua orang mungkin menduga kalau Jalal serius mendengarkan, tapi hanya Jalal sendiri yang tahu apa yang sedang di pikirkan dan yang telah dia putuskannya. Setelah presentasi berakhir, hadirin bertepuk tangan dan tersenyum penuh harapan. Tapi Jalal hanya terdiam sambil memasang wajah kecewa. Semua orang menatap heran pada Jalal, termasuk Jodha. Surya bahkan sampai bertanya, “bagaimana menurut anda Mr Jalal?”

Jalal memdesah kecewa, “aku merasa tidak ada yang istimewa dengan proposalmu kali ini, Mr Surya. Presentasimu terlalu datar dan tidak meyakinkan. Kalau kau ingin aku menyetujui kesepakatan ini, seharusnya kau berusaha lebih keras dari yang sudah kau lakukan tadi.”Surya dengan tatapan heran bertanya, “apa maksudmu, Mr Jalal?” Jalal menghela nafas dan berkata dengan nada menyesal, “Aku merasa sepertinya kosentrasimu terpecah. Kau tidak fokus pada apa yang kau sampaikan. Karena aku melihat sejak tadi kau sibuk menatap dan mencuri pandang pada seseorang…”  Di tegur begitu, Surya tersipu malu.

Jalal melanjutkan, “kalau kau tanya apa reaksiku, aku akan mengatakan kalau aku tidak terkesan.  Tapi karena kita teman lama, kalau kau meminta untuk perbaikan dan kesempatan untuk mempresentasikan ulang, aku akan memberimu kesempatan.” Surya dengan berani bertanya, ‘kira-kira letak kurangnya di mana?”  Jalal terdiam sebentar seperti berpikir, “mungkin cara mu mempresentasikan yang kurang meyakinkan. Atau..entahlah! Aku hanya tidak tertarik saja. Pertemuan selesai sampai di sini. Silahkan bubar!”

Beberapa anggotan tim dari kedua belah pihak mengeleng-ngelengkan kepala tidak percaya. Tapi mereka tidak bisa melakukan apa-apa, karena Jalal sudah mengatakan keputusannya. Dari pihak surya, banyak dari mereka yang menyalahkan Surya. Andai saja Surya tidak terus menerus menatap Jodha dan fokus pada presentasinya, Jalal pasti tidak akan menolak proposal mereka. Tapi tidak ada satupun yang menyalakan Surya secara langsung, karena pria manapun tidak akan tahan untuk tidak menatap wanita secantik Jodha, apalagi kalau kita mengenalnya.

Seluruh peserta rapat sudah meninggalkan ruang pertemuan. Tinggal Surya, Jalal dan Jodha.  Jalal meletakkan tangannya di pangkuan Jodha, sebagai isyarat kalau dia melarang Jodha berdiri. Surya bukannya tidak mengerti itu, tapi dia pura-pura tidak tahu. Dengan rendah hati, Surya berkata, ‘kalau aku ingin mendapat kesempatan mempresentasikan ulang proposal ini, siapa yang bisa aku hubungi? Sekretarismu atau asisten pribadimu?” Surya melirik Jodha dan tersenyum.  Jalal tambah dongkol. Dengan sedikit ketus dia menjawab, “kau temui saja sekretarisku.” Surya tersenyum dan penuh harap dia berkata, ‘baiklah. Tapi bolehkan aku bicara dengan Jodha berdua saja?” Jalal menyahut dengan cepat, “tidak!  Saat ini kami punya banyak pekerjaan yang harus segera ditangani.” Surya tidak menyerah, “mungkin lain kali?” Jalal tetap menggeleng. Melihat itu Surya bertanya sendiri pada Jodha, “Jodha?” Jodha tersenyum dan menyahut, “ya… mungkin lain kali.”  Jalal melotot kearah Jodha, tapi Jodha tidak memperdulikannya. Surya tersenyum senang, “baiklah kalau begitu, aku permisi dulu. Sampai jumpa , Jodha.”

Setelah Suarya hilang di balik pintu, Jalal menarik tangannya dari pangkuan Jodha. Jodha berdiri dan membereskan berkas-berkas dan buku Agenda Jalal sambil berkata, “aku tidak habis mengerti, kenapa kau menolak menyetujui kesepakatan ini. Padahal prospek kedepannya sangat bagus dan mempunyai peluang untuk mendapat keuntungan berlipat ganda. ” Jalal tidak menyahut. Dia berdiri dari duduknya dan memberi isyarat agar Jodha mengikutinya.  Jodha melangkah di belakang Jalal, menyempatkan diri bertanya, “apa yang membuatmu tidak menyetujuinya? Proposalnya atau orang yang mempresentasikannya?” Jalal menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Jodha, “menurutmu apa?” Jodha menatap lurus ke mata Jalal, “mana aku tau?” Jalal mendekati Jodha, “kau ingin tahu?” Jodha mengangguk. Jalal mendekat dan berbisik, “karena aku tidak suka cara dia menatapmu.”

Jodha terperangah tak percaya, ‘kau menolak sebuah proyek besar dan menguntungkan demi alasan pribadi?”  Tanpa menjawab, Jalal menarik tangan jodha menuju Lift. Kali ini jalal mengajak Jodha menaiki lift umum karena lebih dekat. Begitu pintu lift terbuka, Jalal menggandeng Jodha masuk kedalamnya. Beberapa karyawan biasa yang ada di dalamnya, segera keluar dari sana, membiarkan Jalal dan Jodha berdua. Jodha berguman tidak percaya, “Surya sangat berbakat dan selalu sukses dengan proyek-proyek yang di tanganinya. Ayah bahkan berkata kalau dia punya sentuhan magic. Dan kau menolaknya begitu saja demi alasan pribadi.” Jalal menatap Jodha dan bertanya, “kenapa kau terlihat tidak terima aku menolak Surya?”

Jodha menjawab, karena apa yang kau lakukan tidak masuk akal.”  Jalal menoleh, “kau tahu apa yang lebih tidak masuk akal? ~Jalal mengeser tubuhnya mendekati Jodha~ kau…” Tiba-tiba lift terhenti dan lampu mati. Jodha terpekik lirih, “hey Bhagwan, apa yang terjadi?” Suasana gelap gulita. Jodha mengulurkan tanganya, saat tersentuh tubuh Jalal, Jodha segera  merangkul pinggangnya dan menyembunyikan kepala di dadanya. Jalal ingat kalau Jodha takut gelap. Dengan niat menenangkannya, Jalal mendekap erat tubuh Jodha. Jalal melihat tombol merah menyala. Dia ingin meraih tombol itu dan memencetnya. Tapi Jalal mengurungkan niatnya. Dia ingin terus memeluk tubuh Jodha, menghirup aroma melati dari rambutnya dan menikmati kehangatan benda kenyal yang menempel di dadanya. Tubuh Jodha dan Jalal sama-sama bergetar. Yang satu karena ketakutan, yang lainnya karena…… Takdir bag2

NEXT