Takdir bag 29 by Tahniat. Pagi sudah hampir habis, ketika Jodha akhirnya terbangun dari tidur lelapnya. Matanya terasa ringan saat di buka, tapi sel-sel kelabu di otaknya masih susah untuk di ajak kerja sama. Jodha menutup matanya kembali. Dia menarik selimut untuk menghindari udara dingin yang terasa silir-silir menyentuh kulitnya. Saat melakukan itu, tangannya teraba buah dadanya yang tidak berpenutup. Jodha tersentak. Dia segera mengangkat selimut dan mengintip ke dalamnya, Jodha terpekik kaget melihat tubuhnya yang polos tanpa sehelai benangpun, “hey bhagwan…apa yang telah kulakukan?” Jodha cepat-cepat merapatkan selimutnya dan melihat ke sekeliling ruangan. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Sekali lagi Jodha menatap setiap sudut ruangan, mencoba mencari sesuatu yang aneh, tapi dia yakin kalau dia ada di kamarnya sendiri. Tapi kenapa sepi? Mana Jalal? Dengan tubuh bergetar dan dada berdebar-debar Jodha mengorek ingatannya kembali.
Bayangan pertama yang muncul adalah, Jalal memperkenalkan dia pada teman-temannya, lalu dia duduk sendiri di meja bar di temani bartender yang selalu meliriknya dengan tatapan yang aneh. Setelah itu… ~pada bagian ini, Jodha harus bersusaha keras mengingat, karena bayangan yang muncul kabur dan tidak beraturan. Dia melihat dirinya sendiri sedang memeluk Jalal dan mencium nya dengan sepenuh hasrat, lalu dia merasakan sebuah tangan kekar merabai tubuhnya, meremas dam membelai apa yang terpegang olehnya. Dan….~ Jodha berhenti mengingat.
Bukan tidak teringat, tapi tidak mau mengingat. Dia merasa malu sendiri. Terutama di bagian akhir, ketika sebuah sentuhan membuatnya merasakan sebuah ledakan dashyat yang memberinya sebuah kenikmatan yang belum pernah dia rasakan sepanjang hidupnya. Dan Jodha seperti merasakan kembali gelegar kenikmatan itu saat mengingatnya. Jodha menepuk jidatnya dengan keras. Perkiraanya adalah Jalal telah mengambil kesempatan ketika dia sedang tidak menjadi dirinya sendiri. Jodha tidak habis pikir kenapa hal itu bisa terjadi. Harapannya untuk menikmati malam pertama yang mengesankan telah musnah. Jodha membenamkan wajahnya di baik bantal dan menangis tersedu-sedu. Dia menyalahkan Jalal karena melakukan hal itu tanpa seizinnya. Tapi setelah dia memikirkannya lagi, dia menyadari kalau kesalahan tidak sepenuhnya pada Jalal. Bayangan dirinya memeluk jalal dan menciumnya menunjukan kalau dirinya yang memulai semuanya…
Jodha membungkus tubuh telanjangnya dengan sprei dan turun dari tempat tidur. Dia melihat pakaian yang di pakainya semalam tergeletak menyedihkan diatas sofa, lengkap dengan bra dan celana dalamnya. Seolah-seolah di letakan di sana untuk mengejeknya. Jodha melangkah hendak mengambil pakain itu ketika dia menyadari sesuatu yang aneh. Dia tidak merasakan ada perubahan pada dirinya. Terutama pada bagian intimnya. Dia pernah membaca kalau ketika wanita pertama kali melakukan ‘itu’ dia akan merasakan nyeri di organ kewanitaanya dan bahkan ada yang sampai mengeluarkan darah. Jodha dengan penasaran membuka selimut dan mengamati permukaan tempat tidur dengan teliti, tidak ada bercak-bercak yang mencurigakan.
Dia segera melepas sprei yang membungkus tubuhnya, sprei itu terlihat bersih. Jodha melangkah kesana kemari dengan normal tanpa merasakan ada ganjalan. Penemuan itu membuat hatinya bersorak kegirangan dan berpikir, “berarti tidak terjadi apa-apa semalam.” Tapi kemudia dia bepikir lagi, “kalau tidak terjadi apa-apa, kenapa dia sampai telanjang?” Benar-benar tidak bisa di mengerti. Karena perbuatan itu tidak mungkin di lakukannya sendiri, maka Jodha harus bertanya pada pihak kedua untuk mengetahui kebenarannya. Itu artinya dia harus bertanya pada Jalal. Memikirkan Jalal, Jodha jadi bingung sendiri. Kemana dia pergi? Setelah membuatnya tanpa busana apakah dia melarikan diri? Menyadari keadaanya yang tanpa busana, Jodha segera berlari ke kamar mandi, membersihkan diri dan berdandan rapi. Jodha tidak tahu dia harus bersikap bagaimana saat bertemu denganya nanti…
Jalal duduk di cafe sambil membaca surat kabar dan menikmati sarapan paginya. Tapi percayalah, walaupun surat kabar terbuka lebar di depannya, tapi pikirannya tidak ke sana. Dia sedang mengenang kembali apa yang terjadi semalam. Ketika Jodha mabuk dan lepas kendali. Mengingat itu Jalal tersenyum sendiri. Sepanjang hidupnya dia belum pernah melihat seorang wanita yang penuh gairah seperti Jodha, liar dan menakjubkan. Jodha membuatnya terpojok. Erangannya, desahannya hampir saja meruntuhkan pertahanan Jalal, andai Jalal tidak ingat pada janjinya semua nya pasti akan tejadi malam itu juga. Jodha merayunya dengan hasrat liarnya, memintanya, menginginkannya dan Jalal pun melayaninya. Untungnya sebelum Jalal melewati batas di mana tidak ada titik untuk kembali, Jalal menolaknya, mengelak untuk memenuhi tuntutannya. Tapi untuk itu dengan sangat terpaksa Jalal harus menggunakan keahlian dan pengalamannya untuk memuaskan Jodha. Sehingga akhirnya dia tertidur pulas dan lelap. Dan disinilah dia sekarang, membayangkan semua itu dengan sedikit rasa sesal.
Jalal ingin segera kembali ke kamarnya untuk melihat Jodha. Tapi dia tidak punya keberanian untuk itu. Dia takut menghadapi reaksinya. Apakah dia akan marah…lalu membencinya dan hubungan mereka yang sudah manis akan berakhir begitu saja? Untuk pertama kalinya dia mempunyai ketakutan yang tidak beralasan. Benaknya mengatakan kalau Jodha tidak boleh marah, malah dia seharusnya mengucapkan terima kasih padanya. Karena Jalal telah menyelamatkan imipianya. Tapi Jalal tahu kalau wanita, tidak berpikir menggunkan otak, mereka bergantung pada perasaannya. Dan tidak ada seorang wanitapun yang rela terbangun dalam keadaan telanjang di luar keinginannya. Jalal sebenarnya ingin memakaikan baju padanya, tapi dia takut kalau tergoda. Karena itu dia memutuskan untuk meninggalkannya begitu saja. Sudah 2 jam berlalu. Jalal berharap Jodha sudah bangun. Akan lebih mudah menghadapinya kalau dia sudah sadar sepenuhnya. Apapun yang terjadi, Jalal akan menerimanya dan tidak akan pernah melepaskan Jodha. Jalal memanggil pelayan, memesan seporsi sarapan untuk di bawa ke kamar.
Jodha sedang berdiri di depan jendela menatap pemandangan di luar sana. Puncak menara kembar Petronas terlihat begitu indah. Jodha menoleh ketika mendengar pintu terbuka. Dia melihat Jalal masuk kedalam kamar dan berjalan menghampirinya. Wajahnya terlihat tegang. Melihat itu Jodha menahan nafas dan menanti. Tiba di depan Jodha, tanpa berani menatap matanya, Jalal berkata, “Jodha aku….” Jodha memotong ucapan Jalal, dan dengan suara merdunya bertanya, “kau dari mana? Aku lapar sekali!” Jalal menatap Jodha dengan perasaan yang campur aduk. Dia tidak melihat ada kemarahan di wajahnya. Jodha bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi diantara mereka. Jalal tersenyum lega ketika mendengar Jodha berkata, “apakah kau membawa sesuatu untukku?” Takdir bag 30