Takdir bag 3 by Tahniat. Dendam membuat jiwa tidak tenang, itu sudah hukum alam. Dendam itu pula yang membuat hari-hari Jalal berubah kelam. Tidur tidak nyenyak, makan tidak lahap, kemanapun pergi, bayangan Jodha menghantuinya. Bukan karena dia menyukai Jodha, tapi karena dia membencinya. Sejak malam itu, ketika Jodha menamparnya di hadapan orang banyak dan memakinya sebagai manusia tidak bermoral, hati Jalal telah tersulut api dendam. Setiap hari dia memikirkan bagaimana caranya membalaskan dendam itu. Bagaimana caranya membuat hidup Jodha menderita karena telah berani menghinanya, tanpa harus berurusan dengan hukum. Kalau dia memukul balik Jodha, jiwa kelelakiannya tidak terima, bagaimanapun, dia adalah anak ibunya, yang sedari kecil sudah di didik untuk menghormati wanita. Untuk menembak mati Jodha, dia juga tidak sanggup, karena dia percaya pada hukum karma. Dan lagi itu hukuman yang terlalu ringan untuknya. Jalal ingin membuat hidup Jodha menderita.
Jalal sedang duduk di cafe sambil menikmati tequila dan memikirkan rencana balas dendam pada Jodha. Ketika matanya tiba-tiba melihat sepasang suami istri yang sedang bertengkar. Tiba-tiba sebuah ide cemerlang muncul di benaknya. Jalal menyerigai dengan licik. Dalam hati dia berkata, “tunggulah Jodha. Kau akan tahu arti penderitaan yang sebenarnya. Aku tak akan membiarkanmu lepas begitu saja setelah apa yang kau lakukan padaku. Aku akan membuatmu merana dan terhina. Seperti yang telah kau lakukan padaku. Tak ada seorang pun yang bisa hidup tenang setelah menghina Jalaluddin Muhammad. Tak ada! Itu janjiku!”
Di rumah Ram Kapoor sedang berlangsung persiapan pernikahan Jodha. Semua orang terlihat gembira. Satu-satunya yang tidak bahagia adalah Jodha. Dia sama sekali tidak terima dinikahkan dengan lelaki yang tidak di kenalnya. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Sempat terpikir olehnya untuk melarikan diri saja. Tapi dia tidak sanggup melihat ibunya dan neneknya bersedih karena dirinya.
Mereka dengan sepenuh hati telah menyiapkan pernikahan ini. Jodha hanya bisa pasrah dengan nasibnya. Mainawati yang sangat mencintainya terlihat begitu bahagia. Dia membelikannya gaun pegantin yang sangat indah, sebuah lehengan merah dengan bordilan benang emas. Mainawati bukannya tidak tahu kalau Jodha tidak bahagia. Tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa, Ram sudah memutuskan kalau Jodha harus menikah dnegan lelaki pilihannya. Dan lagi, mainawati berpikir, mungkin ini yang terbaik buat Jodha, pergi dari neraka hidup yang di ciptakan ram untuk putri tunggalnya. Karena Mainawati percaya, dengan segala kebaikan yang di miliki Jodha dan kecantikan yang terpancar dari ketulusan hatinya, dia akan di cintai oleh suaminya dan akan mendapat tempat tersendiri di rumah mertuanya. Dalam hati tak henti-hentinya Mainawati mendoakan Jodha. Sedangkan Ram, Ram Kapoor yang materialistis itu menyerigai senang karena pada akirnya dia dapat menyingkirkan Jodha dari hidupnya dan sebagai imbalan dia mendapatkan apa yang di inginkannya. Entah ayah macam apa dia. Hanya karena Jodha terlahir sebagai wanita, dia tidak menyayanginya. Hanya karena impiannya untuk memiliki anak lelaki tidak tercapai, dia menyia-nyiakan anak perempuannya. Dia tidak tahu, bahwa anak perempuan juga bisa menjadi kebanggan dan kehormatan keluarga. Karena mereka juga bisa menjadi Ratu sekaligus ibu bagi anak-anaknya.
Hari pernikahan sudah tiba. Semua terlihat gembira. Sudah menjadi adat kalau pengantin hanya bisa melihat calon suami/istri setelah pernikahan terjadi. Tapi Jodha tidak penasaran, meski hanya sekelebat, dia sudah pernah melihat Samshir, saat ayahnya memperkenalkan dia di pesta. Meski setelah itu, dia tidak pernah melihatnya lagi ataupun berkomunikasi dengannya.
Jodha di rias dengan sangat sempurna. Kecantikanya yang alami semakin memukau saat di padu dengan gaun lehenga warna merah dan perhiasan mahal yang tersemat di tubuhnya. Dia terlihat seperti bidadari yang baru turun dari khayangan. Segar, memikat dan mempesona siapa saja yang memadangnya. Mainawati sangat bangga akan kecantikan putrinya. Begitu pula Ram, meski dia sendiri tak mau dan tak pernah mau mengakuinya.
Saatnya melakukan sumpah suci perkawinan. Pendeta memanggil Jodha agar segera datang, karena waktu baik untuk pemberkatan sudah tiba. Rasanya Jodha ingin menangis saja. Walau sekuat apapun tekadnya, tapi hatinya tetap tidak rela kalau harus menikah dengan orang asing, yang hanya di lihatnya beberapa sesaat. Ini bukanlah perkawinan ideal yang di impikan Jodha. Tapi Jodha tak ingin menunjukan kesedihannya, karena baginya menunjukan kesedihan sama dengan menunjukan kelemahan di hadapan orang lain. Mainawati dan beberpa wanita menuntun Jodha menuju altar. Di depan mandap, telah duduk pengantin pria, calon suaminya dengan wajah tertutup sehra. Jodha tidak bisa melihat wajahnya, tapi dia juga tidak berusaha mengintip seperti apa dia, karena dia sudah pernah bertemu dengannya.
Upacara pernikahan dengan berbagai prosedur yang harus di laluipun di mulai. Pengantin saling mengalungkan karangan bunga. Lalu pendeta meminta kedua mempelai saling berpegangan tangan. Pengantin pria mengulurkan tanganya. Dengan ragu-ragu Jodhaa mengulurkan tangannya. Jodha merasakan sengatan arus listrik saat tangan mereka bersentuhan. Ada debaran aneh merambati hatinya. Sesaat Jodha merasa sedikit tenang. Setelah memberikan persembahan kedalam api suci, mereka mengambil sumpah 7 pheras. Setelah selesai, pengantin pria meletakan sindoor di belahan rambut Jodha dan memasangkan mangalsutra di lehernya. Setelah itu pendeta mengumumkan kalau mereka berdua sudah resmi sebagai suami istri. Lelaki yang kini menjadi suami Jodha mengucapkan terima kasih. Kening Jodha berkerut mendengar suara suaminya. Dia seperti pernah mendengar suara yang dalam dan khas itu. Jodha mengangkat wajahnya dan menatap kearah lelaki yang kini menjadi suaminya dengan rasa penasaran. Mungkin dia melihat rasa penasaran yang terpancar di wajah Jodha, lelaki itupun menyibakkan sehranya dan berkata, “selamat menjalani hidup baru, nyonya Jalaluddin Muhammad!” Jodha terbelalak tak percaya mengetahui dengan siapa dia menikah. Melihat reaksi Jodha yang memang sesuai dengan yang di harapkannya, Jalal menyerigai jahat…. Takdir bag 4