Takdir bag 30 by Tahniat. Jalal menyerahkan bungkusan yang di bawanya pada Jodha. Meskipun tidak ikut makan, Jalal menemani Jodha duduk di meja makan sambil menatapnya dengan penasaran. Jalal berpikir kenapa Jodha tidak marah? Jodha tidak memperdulikan tatapan Jalal, dia asyik menyantap sarapannya dengan sangat nikmat. Sebenarnya Jalal ingin menanyakan sesuatu, tapi dia menahannya, tak ingin mengganggu makan Jodha. Sesuatu sedang terjadi diantara mereka. Tanpa mereka sadari tabir pembatas itu pelan-pelan mulai tersingkap. Rasa canggung, rasa jenggah perlahan mulai terkikis. Mereka mulai telihat relaks. Setelah Jodha makan, Jalal berkata, “kalau kau mau, aku ingin mengajakmu keliling KL. Ada banyak tempat istimewa di sini. Kita bisa keliling naik bis, taksi atau rental mobil. Kau ingin yang mana?” Jodha terdiam seperti berpikir sebentar, “naik bis bagaimana?” Jalal mengangguk setuju, “itu asyik. Aku tadi ingin menyarankan itu padamu. Ayo bersiaplah.”
Jalal benar-benar membawa Jodha keliling Kuala Lumpur by Bus Rapid KL. Mereka pergi ke Pasar Central, Mid Valey, dan terakhir kembali ke Suria KLCC. Walaupun pergi ke pusat perbelanjaan di mana merk-merk terkenal di pajang, tapi Jodha tidak ingin membeli apa-apa. Bahkan ketika Jalal memaksa, dia tetap menolak. Alasanya sangat simple, ‘daripada membawa barang belanjaan, dia lebih senang kalau Jalal berjalan dengan menggandeng tangannya’. Mendengar permintaan Jodha, Jalal merasa tersanjung. Sepanjang perjalanan, Jalal tidak melepaskan gandenganya. Dia selalu menggenggam erat tangan Jodha. Sesekali dia berjalan sambil merangkul pinggang Jodha. Kedekatan sudah mulai terjalin di antara keduanya.
Menjelang senja Jalal mengajak Jodha duduk di tepi Lake Symphony untuk menikmati keindahan tarian air mancurnya. Mereka berdua duduk di salah satu bangku taman yang tersedia di sana. Pada hari-hari biasa, tontonan menakjubkan itu biasa di gelar menjelang pukul 6 sore. Banyak pengunjung yang sudah antri ingin menyaksikannya. Ada yang duduk, ada yang berdiri. Semua berderet rapi. Jalal mengajak Jodha melihat keindahan ‘dancing fountain’ itu dari dekat, tapi Jodha menolak. Jalal tidak memaksa. Jodha -Jalal duduk berdekatan. Jalal menggenggam tangan kiri Jodha dan meletakkannya di pangkuannya. Bahu kiri Jodha menyandar di bahu kanan Jalal. Keduanya tidak saling bicara, tapi terlihat sangat menikmati kebersamaan mereka. Saat angin bertipu menerpa rambut Jodha, Jalal menyibakkannya. Jalal bertanya, “Jodha boleh aku tanya sesuatu padaku?”
Dengan gaya yang elegan Jodha memutar lehernya sedikit, dengan sudut matanya dia melirik Jalal dan mengangguk. Jalal berbisik lirih di telinga Jodha, “setelah yang tadi malam, kenapa kau tidak marah padaku?” Mendengar pertanyaan Jalal, pipi Jodha bersemu merah. Jodha menenangkan perasaanya sebentar, lalu dia mendekatkan wajahnya pada Jalal dan balik bertanya, ” aku juga ingin tahu, kenapa kau tidak mengambil kesempatan itu?” Jalal tanpa berpikir panjang menjawab, “karena aku tidak ingin menghancurkan impianmu. Kau berhak mendapat kesempatan itu, karena itu hanya akan terjadi sekali dalam hidupmu. Sedangkan aku…aku yakin akan mendapatkan kesempatan itu lagi. Karena untuk memenuhi impianmu kau memerlukan aku.” Jalal tersenyum mesra. Lalu Jalal berbisik kembali, ‘kau belum menjawab pertanyaanku, kenapa kau tidak marah padaku?” Jodha berkata kalau dia akan menjawab pertanyaan Jalal nanti setelah mereka sudah kembali ke kamarnya. Tanpa membuang waktu Jalal mengusulkan kalau sebaiknya mereka kembali ke hotel sekarang. Jodha mengerling. Jalal tertawa. Setelah dancing water fountain selesai, baru mereka berdua berjalan melintasi taman menuju hotel Mandarin oriental.
Hari sudah gelap, tapi malam belum menjelang ketika Jalal dan Jodha tiba di kamar, Jodha merasa gerah dan segera masuk ke kamar mandi. Jalal menunggu giliran sambil menonton tv. Setelah Jodha keluar dari kamar mandi, Jalal ganti masuk kekamar mandi. Sambil menunggu Jalal mandi, Jodha berdiri di samping jendela menatap pemandangan indah di luar sana. Jodha teringat kalau dia belum mengambilkan baju untuk Jalal. Jodha segera berjalan mendekati lemari yang letaknya bersebelahan dengan pintu kamar mandi. Ketika Jodha tiba di depan pintu lemari, Jalal keluar dari pintu kamar mandi. Hampir saja dia menabrak Jodha kalau tidak segera menghentikan langkah. Sudah menjadi kebiasaan Jalal kalau keluar dari kamar mandi hanya berbalut handuk sebatas pinggang. Kali ini pun begitu. Jodha berusaha untuk tidak memandang, meski dia sangat ingin sekali melihat tubuh kekarnya.
Jodha mengeluarkan piyama dari almari dan memberikannya pada Jalal. Jalal tidak mengambil piyama yang disodorkan Jodha, tapi malah meraih tangan Jodha yang memegang piyama. Jodha berusaha menarik tanganya. Tapi Jalal malah mempererat genggamanya. Sekali sentak, tubuh Jodha merapat ketubuhnya telanjangnya yang basah. Jodha merasakan dadanya berdebar-debar tak menentu. Jalal berbisik di telinga Jodha, “kau belum megatakan kenapa kau tidak marah padaku?” Jodha tak tahu harus menjawab apa. Dia menunduk, tapi dia malah telihat bagian tubuh Jalal yang tertutup handuk. Jodha segera mengalihkan tatapannya. Jalal mendekatkan bibirnya ketelinga Jodha, “apakah kau menyukaiku, Jodha?” Jodha memejamkan matanya. Dalam hati Jodha berkata, “aku bukan hanya menyukaimu, tapi aku telah jatuh cinta padamu. Aku ingin kau melengkapiku.” Jalal merengkuh tuhuh Jodha dan berisik, “aku menginginkanmu Jodha. Aku ingin memenuhi impianmu.” Jalal menyentuh pipi Jodha dan membelainya. Tak ada penolakan dari Jodha. Lalu dengan penuh gairah dia mencium bibir Jodha dengan lembut. Jodha membalas ciuman itu. Hasrat yang selama ini terpendam muncul kepermukaan menanti untuk di lampiaskan….. Takdir bag 31