Takdir bag 32 by Tahniat

Takdir bag  32 by Tahniat. Cahaya matahari pertama masuk menerobos jendela menerangi seisi ruangan. Jalal dan Jodha masih tertidur nyenyak  saling berpelukan. Jalal tidur terlentang dengan kedua tangan memeluk Jodha yang tertidur dengan kepala diatas dadanya. Cahaya matahari jatuh menimpa wajah Jodha,  Jodha pun terbangun dan membuka matanya perlahan. Dia baru menyadari kalau semalaman dia tidur  berbantalkan dada Jalal. Jodha memejamkan matanya mencoba mengingat kembali apa yang telah terjadi semalam. Malam pertamanya berlangsung lebih indah dari yang dia bayangkannya. Jalal dengan begitu penuh pengertian membimbingnya mendaki puncak kenikmatan yang membuatnya menjadi wanita yang sesungguhnya. Membayangkan semua itu, Jodha tersenyum.

Mimpinya tentang malam pertama yang indah dan berkesan telah menjadi kenyataannya. Kini selamanya dia tidak akan melupakan malam itu, kenikmatan yang sudah di rengguknya serta ~Jodha teringat mimpinya~ mimpi… yang hadir dalam tidurnya. Mimpi tentang…Jodha mendongakan kepala menatap Jalal yang matanya masih terpejam. Jodha terduduk di samping tubuh Jalal. Dengan teliti dia menatap dan meraba dada Jalal. Dia merasa lega melihat dada itu masih mulus, tidak ada lubang bekas tusukan pedang. Tangan Jodha yang menyentuh dada Jalal merasakan denyutan lembut. Jodha membiarkan tangannya merasakan denyutan itu sejenak. Ketika Jodha hendak menarik tangannya, Jalal dengan cepat menggenggam tangan itu dan meletakannya kembali di dadanya. Jodha menoleh kearah Jalal yang matanya masih tertutup tapi bibirnya menyunggingkkan senyuman.

Jodha menanti, dengan perlahan mata Jalal terbuka dan langsung menatap Jodha, katanya, “selamat pagi, istriku. Bagimana tidurmu?” Jodha tersenyum. Dia hendak beranjak pergi dari tempat tidur. tapi Jalal takmau melepaskan cekalan tangannya. Jodha berkata, “Jalal hari sudah siang.” Jalal meraih pinggang Jodha, “memang kenapa? Apa yang akan kita lakukan? Kau lupa kalau kita sedang berbulan madu? Kembalilah tidur. Aku masih ngantuk.”  Jodha menatap Jalal dengan kening berkerut. Melihat itu, Jalal tertawa dan menarik tubuh Jodha agar rebah di sampingnya. Dan sambil berguaru Jalal berkata “setelah yang semalam, apa kau pikir aku tidak kelelahan?”  Jodha tersipu mendengarnya. Dan untuk menyembunyikan rasa malunya dia menyembunyikan wajahnya di dada Jalal. Hari itu berlalu begitu saja. Keduanya benar-benar sangat menikmati suasana bulan madu. Sepanjang hari mereka tidak keluar dari kamar. Sarapan dan makanan di antar ke kamar mereka oleh para pelayan.  Baru ke esokan harinya, Jalal mengajak Jodha Shopping di SURIA.

Karena jarak Suria KLCC dan Hotel Mandari Oriental tidak terlalu Jauh, mereka berdua pergi kesana berjalan kaki saja. Seperti layaknya pasangan yang sedang berbahagia, mereka berjalan sambil bergandengan tangan. Sesekali Jalal meraih pinggal Jodha dan merangkulnya. Kemesraan keduanya banyak  mengundang perhatian. Pria yang sedang sendiri tak akan segan menatap Jodha dengan penuh ke kaguman. yang sedang berjalan dengan pasangan hanya bisa mencuri-curi pandang.  Jodha dalam balutan sari hijau terlihat sangat menawan.  Bahkan Jalal seringkali terlihat mencuri-curi pandang untuk mengagumi kecantikan Jodha dan merasa bangga menjadi suaminya.

Semua bisa di dapatkan di Suria. Sebenarnya Jodha tidak suka pergi Shopping apalagi membeli barang-barang yang tidak penting. Tapi Jalal, pemikirannya sangat berbeda. Walaupun pria dia sangat peduli terhadap pakaian dan perhiasan yang di kenakannya. Seleranya sungguh sangat menganggumkan. Saat memilih barang, dia akan mengamatinya secara teliti untuk memastikan kalau barang yang di belinya tidak akan mengecewakan. Jodha sering kali terlihat tidak sabar menunggunya. Ketika Jalal sedang sibuk memilih perhiasan, Jodha melihat toko buku tak jauh dari tempat itu. Dia meinta izin pada jalal untuk pergi kesana. Jalal mengangguk. Tanpa  buang waktu lagi, Jodha sibuk memilih buku yang ingi di belinya yang akan menemaninya dalam penerbangan pulang nanti.

Karena terlalu asyik memilih buku, Jodha tidak sadar kalau ada seorang pria sedang mengawasinya dengan senyum sumringah. Pria itu melangkah bergegas ke arah Jodha dan menyentuh pundaknya. Jodha menyangka kalau itu Jalal. Jodha cepat-cepat membalikkan badan. Alangkah terkejutnya jodha saat tahu kalau yang menyentuh pundaknya adalah Suryabhan Singh. Pekik Jodha dengan gembira, “Surya? Apa yang kau lakukan di sini?” Surya tidak menjawab, dia dengan cepat meraih tubuh Jodha dan memeluknya. Jodha terkejut mendapatkan perlakuan tersebut. Dulu mereka memang bebas berangkulan setelah sekian lama tidak bertemu. Tapi kali ini, Jodha merasa sangat jengah. Dengan lembut, agar tidak menyinggung perasaan Suarya, Jodha melepas pelukannya dan berkata, “surya… please jangan lakukan ini. AKu sudah menikah.”

Surya dengan kecewa, mundur satu langkah, lalu menoleh kiri kanan untuk mencari sosok Jalal. Karena tidak melihat Jalal diantara mereka, Surya  berkata, “aku sama sekali tidak percaya kau menikah tanpa memberitahu aku. Apakah kau tidak tahu kalau selama ini aku menungumu?” Jodha terbelalak tak percaya, “kau…? apa maksudmu?”  Surya tersenyum masam,  “ayahku berencana mengatur pernikahanku tahun ini. Aku sangat senang karena ku pikir akhirnya aku akan bisa menikahimu. Tapi ternyata aku telah kalah langkah. Yang membuat aku kecewa… kau bahkan tidak memberitahu ku sebelumnya. Padahal kita sudah kenal lama.” Jodha menghela nafas, “kenapa baru kau katakan sekarang? Apa kau juga tidak tahu kalau aku sejak dulu menunggumu mengatakan itu padaku? Kau selalu sibuk dengan perusahaanmu. kau bahkan tidak pernah punya waktu untuk ku kalau aku mengunjugimu ke Agra.” Kekecewaan Surya semakin bertambah setelah mendengar pengakuan Jodha. Melihat itu, Jodha menyentuh tangan Surya, “itu sudah jadi masa lalu Surya. Kini aku sudah menikah dan  bahagia. Kau juga harus segera menikah.”

Surya dengan sedih menyahut, “menikah dengan siapa? wanita yang kucinta telah menjadi milik orang..” Jodha tak tahu harus berkata apa untuk menghiburnya. Jodha menatap sekeliling mencari-cari tempat pembayaran. Dia hendak beranjak ke kasir ketika Surya meraih pergelangan tanganya, “tunggu Jodha, katakan satu hal…” Jodha menoleh dan menarik tangannya dari cekalan tangan surya, “apa?” Surya mendekat dan bertanya dengan suara agak di pelankan, “apakah kau mencintainya?” Jodha  terdiam sesaat, lalu dengan tatapan menerawang dia berkata, ” sangat… ~Jodha membayangkan Jalal, perasaanya dan bulan madu mereka~ aku tidak tahu apakah sekarang aku bisa hidup tanpa  dirinya. Ya Surya, aku sangat mencintainya!” Surya terlihat kecewa mendengarnya.

Lalu sambil tersenyum malu, Jodha menghibur Surya, “suatu saat kau pasti akan menemukan wanita yang akan menjadi pendampingmu.” Jodha menepuk pundak surya dan melangkah pergi. Surya mengikutinya dari belakang dan bertanya, “oh ya kau belum mengatakan padaku, apa yang kalian lakukan di sini… di Malaysia?” Jodha meletakkan bukunya yang akan di belinya di meja kasir, dan membalikan badan hendak menjawab pertanyaan surya, ketika entah darimana arahnya, Jalal sudah berdiri di antara mereka, memeluk pinggang Jodha dan berkata, “apalagi yang di lakukan oleh pasangan yang baru menikah Surya? Selain menikmati bulan madu mereka.”

Jalal mengatakan kalimat itu sambil menatap Surya dengan tatapan yang sulit di artikan. Dia sepertinya tak perduli kalau orang-orang yang antri di kasir mendengar kata-katanya. Surya tersenyum masam untuk menutupi kecemburuannya. Jodha tertunduk malu. Lalu Jalal balik bertanya, “dan kau? Apa yang kau lakukan sini? ~Jalal mencondongkan tubuhnya kearah Surya tanpa melepaskan pengangannya di pinggang Jodha, dia memelankan suaranya~ Kuharap kau tidak sedang menguntit Jodha?” Surya menatap Jalal dengan tatapan setengah marah. Jodha terlihat tegang.  Tapi kemudian sambil tertawa, Jalal menepuk lengan Surya dan berkata, “jangan marah. Aku hanya bercanda!  Apa yang kau lakukan si ini?” Surya dengan tatapan serius dan senyum tersipu berkata, “aku tidak tahu harus berkata apa. Karena sesungguhnya apa yang kau katakan itu benar, Jalal. Aku kesini memang untuk menguntit Jodha….” Takdir bag 33

NEXT