Takdir bag 35 by Tahniat. Ada sebersit rasa cemburu mengelitik hatinya. Jodha menghela nafas, mencoba menenangkan gemuruh di dadanya. Wanita itu tanpa rikuh sedikitpun memeluk Jalal. Dan Jalal menyambutnya dengan tawa bahagia. Berdua mereka bergandengan tangan masuk kedalam rumah. Meninggalkan koper yang di bawa nya dan Jodha. Merasa di abaikan seperti itu, Jodha terlihat sangat kecewa. Moti menyentuh pundak Jodha, “ayo kita masuk, kau pasti lelah.” Jodha dengan enggan melanjutkan langkahnya. Dengan sebelah tanganya yang bebas, dia menarik masuk koper yang di tinggalkan Jalal. Hati Jodha semakin kebat-kebit saat melihat Jalal dan wanita itu duduk berdekatan, begitu dekat, hingga kedua paha dan sisi tubuh mereka berhimpitan. Tapi Jodha berusaha keras menutupi perasaannya. Wanita itu tidak memperhatikan Jodha saat dia melangkah masuk kedalam rumah. Matanya tertuju pada Jalal, hanya Jalal saja. Dia bahkan menatapnya dengan mesra. Jalal yang melihat kehadiran Jodha segera berdiri hendak menghampiri, tapi wanita itu memegang pergelangan tangannya dan bertanya dengan nada manja, “kau mau kemana?” Jalal sambil tertawa balik mencekal tangan wanita itu dan menariknya agar berdiri. Lalu mengajaknya menghampiri Jodha yang baru saja melangkah, “aku ingin memperkenalkan mu pada seseorang…”
Jalal memanggil Jodha, “Jodha, ini Benazir, ~lalu berpaling pada Benazir~ Benazir, ini Jodha. Istriku!” Untuk menjaga kesopanan, Jodha tetap mengulurkan tangannya walau hatinya membara, “hai..” Benazir menyambut ukuran tangan Jodha, “hai… Jodha? nama yang indah. Ku kira kau pembantu Jalal yang baru. ~Benazir berpaling menatap jalal dengan tatapan kecewa~ kau tidak memberitahu aku kalau menikah.” Jalal tidak menyahut dia hanya tertawa. Jodha sedikit tersinggung saat Benazir mengira dirinya pembatu Jalal. Tapi dia tidak protes apa-apa, hanya tersenyum masam saja. Jodha meminta Moti menyuguhkan minuman pada Benazir dan Jalal, tapi Benazir menolaknya, “tidak usah, aku akan mengambil minuman sendiri. Setiap kali kesini, aku merasa seperti berada di rumah sendiri. Betul tak, dear?” Deg… Jodha merasa seperti ada sembilu menancap di jantungnya mendengar Benazir memanggil Jalal ‘dear’. Jalal melihat itu, tapi diam saja.
Benazir menarik tangan Jalal dan mengajaknya duduk di sofa. Sementara Jodha membongkar tasnya di tengah ruangan. Jodha mengeluarkan semua pakaian kotor yang hendak di cuci dan memberikan pada Moti. Lalu sambil membawa tas kopernya sendiri, Jodha naik kelantai atas , tentu saja setelah berpamitan pada Jalal. Jalal tidak menyahut, hanya mengangguk saja sambil menatap Jodha dengan tatapan menyelidik. Sambil menaiki tangga, sesekali Jodha melirik ke arah Jalal dan Benazir yang berbincang-bincang mesra. Hatinya sangat panas, benar-benar panas. Ada cemburu, sakit hati, kecewa dan berbagai rasa yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasa.
Begitu sampai di dalam kamar, Jodha membanting tubuhnya di tempat tidur. Dia memejamkan mata coba mencerna dan memahami apa yang baru saja di lihatnya. Wanita itu, Benazir terlihat begitu mesra pada Jalal. Dan Jalal juga menyambut dengan perlakukan serupa. Apakah mereka berdua dulunya sepasang kekasih? Jodha sama sekali tidak tahu masa lalu Jalal dan dia tidak pernah mempertanyakannya. Tapi mengalami hal seperti ini, hatinya di liputi banyak tanda tanya dan mulai meragukan perasaan Jalal padanya. Menurutnya, kalau Jalal mencintainya, dia pasti akan menjaga jarak dengan Benazir untuk menjaga perasaanya. Tapi Jalal bahkan tidak terpikir untuk membawa kopernya masuk, dia terlupa segalanya begitu melihat wanita itu. Dalam hati, dengan sinis Jodha berkata, “untung dia tidak lupa memperkenalkan aku sebagai istrinya”. Jodha benar-benar tidak habis mengerti kenapa tidak ada airmata yang menetes di pipinya. Padahal hatinya sangat terluka oleh rasa cemburu dan rasa kecewa. Kenangan indah bulan madu dan perasaan bahagia yang di bawa nya kini lenyap seketika. Menyisakan penyesalan dalam dada.
Jodha masih berbaring di tempat tidur ketika tiba-tiba pintu kamar terbuka dan Jalal masuk kedalam. Jodha bergegas bangun dari berbaringnya dan duduk di tepi tempat tidur sambil menatap jalal yang melangkah menghampirinya. Jalal balas menatap Jodha, masih dengan tatapan menyelidik dan senyum tipis yang terukir di bibir. Penuh perhatian Jalal bertanya, “kau baik-baik saja?” Jodha mengangguk ~meski dalam hati dia memaki panjang pendek, “baik-baik? setelah menyaksikan kemesraanmu dengan Benazir itu, bagaimana aku akan baik-baik saja?” Namun begitu Jodha masih bisa menjawab dengan nada seolah-olah tidak terjadi apa-apa, “ya, aku hanya letih..” Jalal mengangguk mengerti, “kalau begitu istirahatlah, aku akan pergi mengantar Benazir keluar sebentar.” Jodha ingin bertanya, hendak mengantar kemana. Tapi Jalal sudah melangkah pergi. Dan tak lama kemudian terdengar suara audi meninggalkan garasi.
Baru setelah itu, air matanya menetes di pipi. Awalnya satu persatu bagaikan gerimis… lalu semakin lama semakin deras. Setelah puas menangis, perasaannya sedikit lega. Hampir pukul 6 ketika dia sudah mandi dan rapi lalu turun kebawa menemui Moti. Sambil menunggui Moti memasak Jodha bertanya tentang Benazir. Tanpa menyembunyikan sesuatu, Moti menceritakan siapa Benazir. Dia adalah salah satu wanita yang paling sering menginap di rumah Jalal. Tapi Moti tidak tahu apakah dia kekasihnya. Karena sudah hampir setengah tahun, dia tidak muncul. Dan baru hari ini dia datang lagi. Menurut Moti, Benazir datang tadi pagi, sekitar 2 jam sebelum Jodha dan Jalal tiba. Dan tidak bertanya apa-apa, sehingga tidak tahu kalau Jalal sudah menikah.
Jodha bertanya, ‘bukankah pernikahan kami di liput majalah? Bagaimana bisa dia tidak tahu?” Moti sambil tersenyum menjawab,, “dia kan tinggal di Amerika, mungkin majalah india tidak sampai di sana. Atau mungkin dia tidak suka membaca?” Jodha menghela nafas berat dan melangkah ke pintu menanti Jalal pulang. Tapi Jalal tak kunjung datang. Sudah hampir 5 jam dia pergi. Apa yang di lakukannya selama itu bersama Benazir. Hati Jodha kebat-kebit lagi. Moti menyuruh Jodha makan lebih dahulu. Karena bisa jadi, Jalal sedang di luar bersama Benazir. Mendengar dugaan Moti, Jodha semakin sakit hati. Pikiranya melayang kemana-mena membayangkan apa yang di lakukan Jalal bersama Benazir sampai dia lupa kalau dirinya menunggu dirumah. Dengan alasan tidak lapar, Jodha beranjak pergi ke kamarnya dan berbaring di ranjangnya hingga tertidur.
Jodha tersentak bangun ketika merasakan sesuatu yang lembut dan hangat menyentuh pipinya. Jodha membuka matanya dan melihat wajah Jalal begitu dekat dengan wajahnya. Jodha refleks mendorong tubuh Jalal menjauh dan bergegas bangkit dari tidurnya. Jalal protes, “ada apa Jodha?” Jodha menatap Jalal seperti melihat hantu saja. Bendanya bukan rasa takut yang terbayang di wajahnya tapi rasa muak dan jijik. Jalal duduk di tempat tidur sambil meraih tangan Jodha. Jodha menepis tanganya dengan kasar. Jalal tersinggung dan dengan nada sedikit marah bertanya, “Jodha, kenapa kau bersikap begitu padaku?” Jodha turun dan berdiri di samping tempat tidur sambil mengawasi Jalal. Jalal ikut-ikut berdiri di sisi lain, juga sambil menatap Jodha, “katakan padaku, ada apa? Apakah kau cemburu pada Benazir?” Jodha tidak menyahut, matanya menatap jalal dengan marah. Jalal menyerigai senang, “jadi kau cemburu padanya?” Jalal memutari tempat tidur untuk mendekati Jodha. Tapi Jodha malah naik ketempat tidur untuk menghindari Jalal. Jalal ikut-ikutan naik ke tempat tidur untuk menangkap Jodha dan memeluknya. Jodha mendorong tubuh Jalal hingga jatuh di atas ranjang. Jalal hilang kesabaran dan berteriak marah, “Jodha! Beraninya kau…!” Jalal hendak melangkah mendekati Jdoha. Tapi Jodha mengangkat tangannya, “berhenti! Jangan mendekat!” Jalal menatap Jodha dengan heran dan marah, “kenapa? aku suamimu. Kenapa aku tidak boleh mendekatimu?” Jodha menjawab, “kau telah bersama wanita itu. Aku tidak mau bekasnya mengotori tubuhku!” Mendengar itu Jalal menatap Jodha dengan marah, “jadi itu yang kau pikirkan tentang aku? kau cemburu dan menuduhku berselingkuh? Kau tidak percaya padaku?” Jodha menyahut, “setelah apa yang kulihat bagaimana aku bisa mempercayaimu?” Jalal hendak melangkah maju, tapi Jodha melangkah mundur.
Melihat itu Jalal semakin marah, tapi tidak tidak mencoba untuk melangkah lagi, “kau tidak seharusnya mempercayai apa yang kau lihat tanpa bertanya padaku terlebih dahulu. Ya aku memang membalas kemesraan yang di tunjukkannya, itu karena aku tidak ingin dia kecewa. Dia jauh-jauh datang dari Amerika. Aku membawanya keluar untuk mencarikan dia tempat menginap dan memberi pengertian padanya kalau aku sudah menikah. Dan aku mencintai istriku. ” Jodha menggeleng, “aku tidak percaya padamu!” Jalal bertanya, ‘kenapa? Kau cemburu dan aku sudah memberi penjelasan padamu. Tapi kau tidak mempercayaiku? Kenapa? ~Jalal menatap Jodha dengantatapan tajam tanpa ampun~ Kalau bicara masalah cemburu, aku juga cemburu… tapi aku tidak pernah tidak mempercayaimu.” Jodha menjawab dengan ketus, “kau tidak punya alasan untuk mencemburui aku!” Jalal menyela, ” siapa bilang? Aku punya banyak alasan untuk cemburu, tapi aku sama sekali tidak meragukan mu!” Jodha menatap Jalal tak mengrti, “apa maksudmu?” Jalal dengan wajah merah menahan marah berkata, “aku cemburu ketika kau berbohong tentang Ranvir padaku. Aku cemburu saat kau mengabaikan aku di depan Suryabhan Singh, dan aku cemburu saat kau menyebut nama lelaki lain dalam tidurmu….. padahal saat itu kau sedang ada dalam pelukanku…….” Takdir bag 35