Takdir bag 39 by Tahniat. Di todong dengan pertanyaan seperti itu, Jalal yang hendak memeluk Jodha mengurungkan niatnya. Dia menatap Jodha dengan tatapan menyelidik sambil melemparkan pertanyaan, “apa maksudmu?” Jodha dengan tatapan tajam berkata, “Ranvir!… apa yang telah kau lakukan padanya? Bagaimana kau bisa mengenalnya?” Jalal membalikkan badan hendak kembali ke mejanya. Tapi Jodha dengan cepat mencekal lengan Jalal. Jalal menghentikan langkahnya dan menatap tangan Jodha yang mencengkal lengannya lalu menoleh untuk memandang wajah Jodha. Jodha menatapnya dengan tajam. Di tatap sedemikian rupa, Jalal terlihat tidak suka. Dia membalikan badannya, “memangnya ada apa dengan…. Ranvir ini?” Jodha menjawab, “dia sakit, tidak sadarkan diri dan mengalami depresi. Mereka mengatakan ini semua karena dirimu. Benarkah itu?” Jalal bertanya, “dan kau percaya?” Jodha balik bertanya, “apakah ada alasan bagiku untuk tidak percaya? Aku tahu kau mengenal Ranvir. Kau pernah menyebut namanya ketika kau marah. Kau bahkan menuduhku berbohong demi dia.”
Jalal menatap Jodha, “aku tidak mengenalnya. Tapi aku tahu dia. Dia mantan kekasihmu waktu kuliah kan?” Jodha terhenyak mendengarnya, “bagaimana kau tahu?” Jalal tertawa, “aku pernah melihatmu bersama dia City Walk. Lalu aku menyuruh orang untuk mencari informasi tentang dia.” Jodha berteriak tak percaya, “apa? Untuk apa?” Jalal melangkah mendekati meja kerjanya dan menyandarkan punggungnya, “saat itu situasinya berbeda. Kita masih ….kau tau kan.. tidak saling menyukai. Aku berpikir kau sedang merencanakan sesuatu dengannya. Kalian terlihat mesra bersama. Jadi aku menyewa seorang detektif untuk menyelidikinya. Aku tahu kalau dia punya kontrak kerja dengan sebuah perusahaan Jepang. Aku mengira kau akan kabur denganya. Kebetulan pemilik perusahaan tempatnya bekerja adalah temanku. Dan untuk berjaga-jaga aku meminta pemilik perusahaan itu untuk menangguhkan kontrak kerjanya untuk waktu yang tak terhingga. ..”
Jodha sama sekali tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Apa yang dikatakan Rekha padanya memang benar. Jalal yang menyebabkan Ranvir mengalami depresi, meskipun tidak secara langsung. Seseorang yang mempunyai harapan begitu tinggi jika kemudian harapannya itu terpengal ditengah jalan, pasti akan merana. Itulah yang sebenarnya terjadi pada Ranvir. Jodha sama sekali tidak menyangka, Jalal bisa berbuat licik dan berpikiran sepicik itu. Dengan marah Jodha berkata, “kau… bagaimana kau bisa melakukan itu? Kau tahu betapa pentingnya kontrak itu bagi Ranvir? Itu adalah hidupnya. Dan ….dan ..kau telah menghancurkan harapannya. Apa yang ingin kau buktikan? Kau ingin menunjukan pada dunia kalau kau berkuasa atas hidup orang lain?” Jalal menggeleng, “tidak. Aku hanya ingin memberi peringatan pada Ranvir, kalau dia tidak bisa seenaknya saja mengajak keluar istri orang.” Jodha memutar bola matanya dengan marah, “untuk kau ketahui, dia tidak mengajakku keluar. Dan aku juga tidak pernah berniat ingin pergi dari India. Sebab kalau aku mau, aku pasti sudah menikah denganya bukan denganmu. Dan mengenai detektif itu… teganya kau melakukan itu padaku! Apakah kau tidak menghormati privacy orang lain?” Dengan marah dan kecewa, Jodha membalikan badan dan melangkah menuju pintu. Jalal mencegahnya, “berhenti Jodha! Jangan kau berani keluar dari pintu itu!”
Jodha terdiam sejenak, lalau membalikan badan dan menatap Jalal dengan geram, “kenapa? Apakah kau akan menyakitiku seperti yang kau lakukan pada Ranvir? Ancamanmu tidak berlaku untukku! Aku tidak takut padamu!” Jodha membalikan badan dan melanjutkan langkahnya menuju pintu. Jodha hendak menarik pegangan pintu ketika Jalal berkata dengan nada mengancam, “kau mungkin tidak takut, lalu bagaimana dengan ayahmu? Kau ingin dia juga menderita seperti Ranvir?” Jodha membeku seketika. Dia melepaskan pegangan tangannya dan tertunduk sambil memejamkan mata. Jalal sangat tahu kalau kelemahan Jodha adalah ayahnya. Wajah Jodha memerah menahan marah. Dia memejamkan mata untuk menenangkan perasaannya. Jalal mendekati Jodha dan menyentuh pundaknya.
“Jodha ..” panggilnya. Jodha menepis tangan Jalal dari pundaknya. Jalal meraih pundak Jodha dan memutar tubuhnya sehingga kini keduanya saling berhadapan. Jodha membuang muka tak mau menatap Jalal. Jalal meraih dagu Jodha dan memaksanya agar menatap kearahnya. Jodha dengan tatapan tajam penuh amarah memandang Jalal. Dengan nada lembut Jalal berkata, “Jodha, aku mungkin egosi, kejam dan tidak berperasaan, tapi aku bukan pembohong. Aku melakukan semua itu karena aku takut kehilangan dirimu.” Jodha menyahut dengan ketus, “kau bukan takut kehilangan aku, tapi kau ingin menguasai hidupku!” Jalal menjawab dengan santai, “katakanlah begitu. Tapi aku melakukan itu karena aku mencintaimu.” Jodha menyela, “tahukan kau Mr Jalal, kalau dalam cinta ada kepercayaan. Jika kau tidak percaya padaku bagaimana bisa kau mengatakan kalau kau mencintaiku?” Jalal menjawab, “mungkin kau tidak menyadarinya, tapi dalam cinta juga ada kecemburuan. Aku cemburu karena aku mencintaimu. Dalam kecemburuanku aku melakukan semua itu karena aku tidak ingin kehilangan dirimu. Tidak bisakan kau memahaminya?” Jodha mencoba menatap Jalal dengan lembut meski kesan judesnya masih kentara, “coba memahamimu sama saja dengan coba memahami cuaca. Tidak bisa di duga. Kadang baik, pernuh perhatian, kadang jahat tidak kepalang.” Jodha menghela nafas dan dengan suara yang dilembutkan dia berkata, “sekarang izinkan aku pergi. Aku akan menemui orang tua Ranvir dan meminta maaf padanya.” Jalal dengan sedikit memicingkan mata bertanya, “kenapa?” Jodha menjawab, “karena kau telah membuat anaknya menderita.”
Jalal tertawa, “kau mengada-ada, Jodha. Bagaimana bisa kau katakan kalau aku yang membuat Ranvir menderita? Ranvir menderita karena pikirannya sendiri. Mentalnya tidak tangguh dan dia tidak bijak dalam menyingkapi persoalan. Ketika sebuah pintu tertutup untukmu, pasti ada pintu lain yang terbuka. Tugasmu adalah mencari pintu yang terbuka itu sambil menunggu pintu yang tertutup terbuka kembali. Aku tidak mengerti, bagaimana seorang pria seperti itu kau cintai? Kau merendahkan dirimu sendiri Jodha.” Jodha menyentuh tangan Jalal, “apapun yang kau katakan, aku menerima. Tapi izinkan aku menemuinya.” Jalal tersenyum masam, “tidak! Bagaimana mungkin aku membiarkan istriku menemui mantan kekasihnya?” Jalal kemudian menarik tangan Jodha dan menyuruhnya duduk di kursinya, “duduklah di sini dan kerjakan tugasmu. Aku tidak akan membiarkanmu pergi kemana-mana lagi… demi kebaikan kita berdua dan ayahmu.. okey? Dan aku tidak ingin mendengar nama Ranvir disebut lagi.”
Akhirnya dengan pasrah Jodha hanya bisa menuruti kemauan Jalal. Jodha sangat membenci dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan sesuatu untuk orang yang teraniaya. Dia ingin membantu Ranvir, bukan karena dia bekas pacarnya tapi karena peri kemanusiaan dan rasa bersalah. Jodha merasa turut bertanggung jawab atas apa yang menimpa Ranvir.
Hingga jam kantor usai, Jalal masih belum menyelesaikan pekerjaannya. Untuk menunjukkan protesnya, Jodha tidak melakukan apa-apa di belakang mejanya. Dia hanya duduk mematung sambil mengawasi Jalal. Di tatap sedemikian rupa oleh Jodha, Jalal sama sekali tidak terlihat salah tingkah. Sesekali dia bahkan balas menatap Jodha dan melemparkan seulas senyum padanya. Jodha jadi gemas dan geram di buatnya.
Malam harinya, Jodha sudah berbaring di kamarnya. Tapi pikirannya masih melayang pada Ranvir. Dia merasa tidak tenang dan gelisah. Jodha ingin sekali bertemu Ranvir dan orang tuanya. Walaupun mereka sekarang baginya tak lebih dari kenalan lama, tapi dia pernah dekat dengan mereka. Jodha mersa sedih, karena di saat mereka menderita ~karen ulah suaminya~ dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk mereka. Semua karena Jalal sudah mengancamnya dengan menggunakan nama ayahnya. Sambil berbaring Jodha memikirkan berbagai kemungkinan. Hati kecilnya berkata, “kau wanita… tak kan tak bisa meluluhkan hati pria? Gunakan kecantikanmu, kata-kata manismu… dan dia pasti akan tunduk pada keinginanmu.” Semula Jodha merasa malu dengan pemikirannya yaitu merayu jalal, agar mengizinkan dia menemui Ranvir. Tapi karena tidak ada cara lain, Jodha bertekad untuk mencobanya.
Dengan mengenakan baju tidur satin hitam yang seksi, Jodha pergi ke kamar Jalal. Jalal sedang membaca beberapa laporan sambil duduk menyandar di tempat tidur ketika Jodha masuk ke kamarnya setelah lebih dahulu mengetuk pintu. Melihat Jodha, Jalal langsung menghentikan kegiatannya. Dia melempar laporan yang di bacanya dan turun dari tempat tidur untuk menghampiri Jodha. Jalal berdiri di depan Jodha dengan seulas senyum gembira dan tatapan redup memikat. Dia memperhatikan penampilan Jodha dari ujung kaki hingga ujung kepala. Sesaat Jodha terlihat salah tingkah, tapi kemudian dia mendekati Jalal dan memeluk pinggangnya. Dengan penuh harap dia menatap Jalal dan berkata, “dear..aku tidak bisa tidur…” Jalal membalas pelukan Jodha. Dengan tangan satunya lagi dia mengelus rambut Jodha, dan….. Takdir bag 40