Takdir bag 5 by Tahniat

Takdir bag 5 by Tahniat. Jodha berdiri terpaku di tengah ruangan. Jalal mendekatinya perlahan. Jodha masih tidak bergeming. Tapi ketika tinggal dua langkah lagi jarak antaranya dirinya dan Jalal, dan Jalal tidak juga menghentikan langkahnya, Jodha terpaksa mundur. Jalal menyerigai senang. Dia tetap melangkah maju, dan Jodha terus mundur, hinga akhirnya sebuah sofa menghalangi tubuhnya. Jalal mengintip kebelakang Jodha, dan tersenyum, “oups… bahkan sofa berpihak padaku!” Jalal menghabiskan jarak yang dua langkah itu dengan satu langkah panjang.

Jalal mencondongkan tubuhnya kearah Jodha. Jodha sambil bertumpu pada pingiran sofa memiringkan tubuhnya kebelakang. Jalal terus mendekat. Jodha tidak tahu harus bagaimana. Kalau dia memaksakan diri untuk menjauhi Jalal, dia akan kehilangan keseimbangan. Tapi wajah Jalal sudah sangat dekat. Jalal membuat gerakan seakan-akan hendak mencium, Jodha dengan cepat memalingkan wajahnya.   Jalal menarik pinggang Jodha, sehingga tubuh mereka berhimpit. Jodha dapat merasakan hembusan hangat nafas Jalal dipipinya. Jodha memejamkan matanya. Dia sudah menduga apa yang akan di lakukan Jalal. Sebelum menikah saja dia sudah berbuat tidak senonoh padanya. Apalagi setelah menikah..

Jalal yang melihat Jodha tak berdaya tersenyum. Dia menatap pipi mulus di depannya. Kulitnya terlihat begitu lembut dan menebar aroma melati. Jalal ingin sekali menciumnya, menyentuhkan bibirnya, merasakan kehangatan kulitnya. Tapi Jalal menahan dirinya. Meski hasrat dalam dirinya begitu mengebu-gebu untuk menyentuh Jodha, tapi tangannya terkunci oleh pikirannya. Jalal adalah pria yang rasional, selama dia sadar, maka setiap perbuatan, tindakan, ucapan, semuanya telah dipikirkan masak-masak, di timbang untung ruginya dan di taksir resikonya.

Jalal telah menempatkan Jodha sebagai musuhnya. Dengan menuruti hasratnya berarti dia telah kalah sebelum berperang.  Karena itu sekuat tenaga dan sedaya upaya dia mencoba menahannya. Dia hanya ingin mempermainkan Jodha, itu mencapai tujuannya yaitu balas dendam. Karena takut tak bia menguasai dirinya sendiri, akhirnya Jalal melepaskan Jodha dan menjauhinya sambil tertawa. Jodha yang merasa dirinya telah terbebas dari ancaman Jalal membuka matanya dan menatap Jalal dengan heran.

Jalal tidak berkata apa-apa. Dia memencet bel di pintu. Tak lama kemudian, muncul wanita muda berpakaian seragam. Jalal tanpa basa basi menyuruh pelayan itu mengantarkan Jodha ke kamarnya. Si pelayan mengangguk.  Jalal memberi isyarat pada Jodha agar mengikuti sipelayan. Sebelum jauh, Jalal berkata pada pelayanya, “dia tidur di kamar Silver.” Si pelayan terlihat sedikit heran, tapi dia tidak bertanya hanya mengangguk.

Tanpa bicara Jodha mengikuti langka si pelayan. Jodha hanya memikirkan satu hal, bagaimana menjauhi jalal sebisa mungkin.  Si pelayan memandu Jodha menaiki tangga menuju kamar atas. Di lantai itu ada banyak  pintu dengan sebuah nama di tengahnya. Ada pintu yang bertuisan Purpel, Pink, Lavender, Gold dan…. si pelayan berhenti di depan pintu silver yang berada tepat di samping pintu Gold. Pelayan mmembuka pintu dan mempersilahkan Jodha masuk. Kamar silver ini sangat luas dengan interior yang megah persis kamar hotel bintang 5.

Si pelayan dengan sopan meminta izin pada Jodha untuk mengecek semua perlengkapan di kamar itu. Jodha mempersilahkan. Pelayan itu menghidupkan aircond, mengecek lemari, lalau pergi ke kamar mandi.  Setelah itu kembali kedepan Jodha dan berkata, “semua perlengkapan yang nona butuhkan telah lengkap tersedia. Baju tidur, ada di lemari ini. handuk dan selimut di sebelahnya. Dan semua perlengkapan mandi ada di lemari kamar mandi. Jika nona membutuhkan sesuatu  nona harus pergi ke depan pintu kamar yang lain, kamar Pink atau Purple. Di sana ada bel, nona tinggal pencet bel itu dan kami akan datang melayani anda.”

Jodha menganguk dan dengan iseng bertanya, “apakah di kamar ini tidak ada bel seperti itu?”

Pelayan tersenyum, “tidak ada nona. Tuan tidak pernah menyuruh wanita yang di bawanya tidur di kamar ini. Biasanya mereka menempati kamar Pink atau kamar Purple.”

Mendengar kata-kata si pelayan otak Jodha bekerja cepat, ada 2 point yang tertangkap olehnya, pertama Jalal sering membawa wanita kerumahnya, dan yang kedua si pelayan tidak tahu kalau Jodha adalah istri jalal. Dengan rasa ingin tahu Jodha bertanya lagi, “apakah tuanmu sering membawa wanita menginap di sini?”

Si pelayan mengangguk, “sangat sering, dan berganti-ganti.” Lalu seperti merasa takut karena telah bergosip tentang tuannya, si pelayan itu meminta maaf pada Jodha dan memohon agar tidak mengadukannya pada Jalal. Jodha tersenyum, menepuk bahu pelayan itu dan berkata, “rahasiamu aman bersamaku.” Si pelayan terlihat lega dan berkata kalau tidak ada yang di perlukan oleh Jodha dia  mohon diri. Jodha mengangguk.

Sepeninggal si pelayan, Jodha segera mengunci pintu kamar dan duduk di tepi tempat tidur. Tak tahu harus melakukan apa. Jodha merasa kamar ini terlalu besar dan mengerikan. Tapi dia merasa tubunya sangat letih. Jodha kemudian membaringkan tubuhnya di tempat tidur.  Semua peristiwa hari ini satu-persatu terbayang kembali di benaknya. Bagaimana dia duduk di mandap, melakukan pheras, dan mengetahui kalau pria yang di nikahinya adalah Jalaluddin Muhammad. Jodha juga teringat insiden di pesta waktu itu, ketika dia menampar jalal. Jodha tiba-tiba menyesali nasibnya. Kalau saja hari itu dia tidak ngotot ingin mempresentasikan proposal ayahnya, semua kejadian ini tidak akan terjadi.  Mata Jodha terasa berat dan kemudian jatuh tertidur.

Belum lama dia terlelap seseorang menyentakan selimutnya membuatnya terbangun. Jodha terduduk dengan cepat dan menemukan Jalal berdiri di depannya, memegang selimut. “Jodha kau lupa mengucapkan selamat malam pada suamimu ..” Jodha cepat-cepat mengumpulkan kesadarannya. Dia menoleh kearah pintu yang tertutup rapat. Dia yakin 100% kalau tadi dia telah mengunci pitu itu, lalu bagaimana Jalal bisa mnerobos masuk. Jalal ikut menoleh kearah mana Jodha menatap dan tertawa, “kau tidak tahu kalau aku bisa masuk melalui lubang kunci?”

Mendengar itu, wajah Jodha menajdi pucat. Dalam hati dia bertanya, “benarkah? dia bukan manusia?” Seperti tahu apa yang di pikirkan Jodha, Jalal melemparkan selimut di tangannya dan berjalan mendekati Jodha. Jodha bergegas bangkit dan melompat ke sisi lain tempat tidur. Sehingga kini dia dan jalal terpisahkan oleh ranjang. Jalal tertawa geli, “kau pasti akan mati berdiri kalau kukatakan dalam sekedip mata aku bisa ada di sampingmu.” Wajah Jodha semakin pucat. Jalal melanjutkan, “tapi aku tak akan melakukan itu sekarang. Hari ini aku akan membiarkanmu tidur nyenyak. Lanjutkan tidurmu…!”

Jodha masih dengan wajah pucat menyahut, “bagaimana aku bisa tidur, kau telah membuatku terbangun…” Jalal melangkah keujung tempat tidur, dan berkata, “aku tidak tahu kalau kau sudah tidur. Aku lihat lampumu masih menyalah….” Dnegan ketus Jodha menyahut, “aku tidak terbiasa tidur dengan lampu di matikan.” Jalal ternganga di buat-buat, “wah, itu artinya aku harus mengeluarkan uang lebih untuk memenuhi kebiasaanmu itu. Tapi tak apa… asal bisa membuatmu menderita… aku rela melakukan apa saja.” Jodha dengan geram menyahut, “ya. Dengan melakukan itu,  kau telah membuktikan dirimu sendiri sebagai Jallad..!”

Jalal tertawa…. dan melangkah pergi. Dia membuka korden yang mengantung di dinding, menyibakkannya dan tersenyum licik.  Di balik korden itu ada pintu yang mengangah terbuka. Jalal keluar dari pintu itu lalu menutupnya. Kini Jodha tahu dari mana si Jalladnya itu masuk. Ada rasa lega dan kesal setelah menyedari kalau Jalal terlah mempermainkan dirinya. Jodha bergegas bangkit dan mendekati pintu penghubung itu. Jodha melihat pintu itu tak punya tangkai dan tak ada lubang kunci.

Jodha mencoba mendorong daun pintunya tapi sepertinya telah terkunci rapat. Dengan was-was Jodha kembali ke tempat tidur. Dia tahu, kapan saja Jalal bisa nyelonong masuk kekamarnya. Hatinya menjadi tidak tenang. Dia sama sekali tidak tahu harus bagaimana. Jodha juga bertanta-tanya apa yang akan dihadapinya besok. Jalal sudah bertekad akan membuat hidupnya menderita. Tapi Dalam hati, Jodha juga bertekad tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Jodha membaringkan tubuhnya di tempat tidur sambil terus berpikir. Dia sama sekali tidak tahu kenapa takdirnya seperti ini. Kenapa hidupnya begitu menyedihkan. Pertama ayahnya, kini laki-laki yang menyebut dirinya sebagai suami. Kapankah dia akan menemui ketenangan dan kedamaian? Kapan dia akan bertemu dengan orang yang benar-benar perduli dan mencintainya? Jalal mungkin sangat membencinya, tapi kebenciannya juga tidak kalah besarnya.

Dalam hati Jodha bertekat bulat. Dia akan memainkan permainan yang di sodorkan Jalal, mengikuti apa maunya tapi Jodha akan memastikan satu hal, ….Jalal ingin membuat dirinya menderita dengan menikahinya. Tapi Jodha, Jodha akan akan membuat Jalal menyesal karena telah menikahinya… Itu tekadnya. Dengan tekad yang tersemat di dadanya itu akhirnya Jodha tertidur lelap….. Takdir bag 6

NEXT