Takdir bag 6 by Tahniat

Takdir bag 6 by Tahniat.  Pagi sudah merekah. Jalal sudah berpakaian rapi. Hari ini, Jalal sudah mempersiapkan acara pernikahan ulang antara dirinya dan Jodha secara islam.  Dia telah menyiapkan panitia khusus untuk itu. Sehingga segalanya akan berlansung secara efektif, tidak memakan banyak waktu dan yang terpenting adalah akad nikahnya pasti akan berjalan lancar. Walaupun sudah menikahi Jodha secara hindu, tapi Jalal tidak merasa sreg sebelum menikahinya secara islam. Dan untuk prosesi itu dia butuh pengantin wanita. Mana pengantin wanitanya?

Dengan tak sabar, Jalal membuka pintu kamar Jodha. Tapi masih terkunci. Akhirnya dia pergi ke kamarnya dan menggunakan pintu penghubung. Dengan pelan dia membuka pintu, niatnya cuma satu, dia ingin mengagetkan Jodha. Seperti semalam. Dia sangat menikmati ulahnya itu, Apalagi kalau sampai Jodha terbelalak marah.

Jalal memasuki kamar Jodha. Lampu masih menyala dan Jodha masih terlelap. Jalal melangkah kesamping tempat tidur yang terdekat dengan Jodha. Jalal mengamati wajah Jodha yang tenang dan terlihat damai.  Matanya terpejam rapat dan bibirnya mengatup sedikit terbuka. Ada celah terbuka antara bibir atas dan bibir bawah. Rekahan antara bibir itu mengangu kosentrasi Jalal.

Perlahan, Jalal berdiri di samping tempat tidur dengan tubuh membungkuk dan wajah condong diatas wajah jodha. Kedua tangannya menunpu badannya agar tidak menyenggol Jodha. Seperti ada yang mengerakkan, perlahan tapi pasti wajah Jalal mendekat ke wajah Jodha. Hanya tinggal satu inchi bibir mereka akan bersentuhan.  Jalal dengan pelan menggumankan nama Jodha.

Jodha tersenyum dalam tidurnya. Jalal terpana melihat senyum itu. Itu adalah senyum teramat manis yang pernah di lihatnya dari seorang wanita.  Dada Jalal berdebar-debar. Debaran  itu membuatnya tersadar dan teringat pada tujuannya semula. Lalu dengan gerakan sedikit kasar, dia mendekatkan bibirnya ke telinga Jodha dan berteriak, “bangun!”

Jodha tersentak kaget. Dia segera terduduk dan dengan gugup berkata, “ada..ada apa?” Tapi saat dia melihat Jalal berdiri di samping tempat tidur sambil menyerigai puas, tahulah Jodha kalau sekali lagi, Jalal telah mengerjainya. Dengan marah Jodha berkata, “memang tidak ada cara lain selain berteriak dan menarik selimut untuk membangunkan orang tidur?” Jalal tanpa rasa bersalah menjawab, “ada. ~sebuah senyuman tersungging di bibirnya~ dengan ciuman.”

Jodha terpana dan menyesali pertanyaanya. Jalal yang mengamati perubahan wajah Jodha tertawa, “tapi aku tak akan melakukan itu. Aku tidak akan memberikan kenikmatan apapun padamu yang bisa memberimu kesenangan dan kedamaian. Karena seperti yang sudah kukatakan, aku menikahimu untuk membuatmu menderita bukan untuk membuatmu bahagia. Ayo cepat bangun!… bangun! Mulavi shahab dan orang tuamu sudah menunggu.”

Tanpa berkata apa-apa, Jalal keluar dari kamar Jodha, tapi tak lama kemudian kembali lagi dengan membawa nampan berisi pakaian dan berbagai jenis perhiasan. Jalal meletakan nampan itu di tempat tidur, “pakai pakian ini, dan berdandanlah yang cantik. Jangan mengecewakan aku atau membuat malu diriku, kalau sampai itu terjadi kau tahu apa yang akan ku lakukan!”

Jodha dengan berani menatap Jalal dan berkata dengan nada menantang, “memang apa yang akan kau lakukan? kenapa kau selalu mengancamku? Seolah-olah kau tahu kelemahanku dan bisa menguasaiku dengan caramu itu. ” Jalal yang sudah sampai di tengah pintu berbalik menghampiri Jodha, “kalau aku tidak tahu kelemahanmu, lalu bagaimana aku bisa menikahimu?” Jodha menatapnya tak mengerti.

Jalal tersenyum licik, “aku tahu ayahmu sangat menghargai proyeknya lebih dari dirimu. Ketika aku katakan kau dia harus menikahkan dirimu padaku atau aku membatalkan proyeknya, dia tanpa pikir panjang setuju. Dan sekarang aku katakan hal yang sama padamu, kalau sampai kau tidak menuruti apa kataku dan berbuat di luar kehendakku, aku akan membatalkan proyek ayahmu. Kita lihat apa yang akan dia lakukan padamu.”

Jodha benar-benar mengutuk dirinya sendiri karena terlahir sebagai anak ayahnya dan karena mempunyai suami seperti Jalal. Jodha bisa berbuat apa saja kalau itu menyangkut dirinya sendiri. Tapi jika itu berhubungan dengan ayahnya, Jodha tidak akan bisa melakukan apa-apa. Jodha tidak akan sanggup menanggung kemarahan dan kebencian Ram.  Karena sampai saat ini dia selalu berharap Ram akan menerimanya, mencintainya dan menyayanginya seperti seharusnya seorang ayah memperlakukan putrinya.

Melihat raut wajah Jodha dan kediamannya, jalal tahu kalau dirinya telah menang. Ketakutan Jodha pada ayahnya akan menjadi senjata mematikan untuk menaklukan dan menyakiti Jodha. Sambil tersenyum penuh kemenangan Jalal menepuk tangannya dan menyuruh Jodha cepat-cepat bersiap, “ayo cepat..cepat! kau punya setengah Jam untuk bersiap. Jangan lebih dari itu!” Jalal segera keluar dari kamar Jodha. Jodha dengan cemberut masuk kekamar mandi setelah lebih dahulu mengunci pintu kamarnya. Walaupun dia tahu itu tak akan banyak berguna. Karena jalal bisa masuk dari pintu penghubung. Tapi setidaknya dia telah mencoba.

Jalal duduk menunggu Jodha diruang keluarga. Setengah jam tepat, tapi jodha belum turun juga. Jalal memanggil pelayan, menyuruhnya memanggilkan Jodha.  Tapi belum juga pelayan beranjak pergi, Jodha sudah menuruni tangga. Dengan mengenakan Lehenga berwarna hijau dengan bordilan benang emas yang membalut tubuh rampingnya, Jodha lebih menyerupai Dewi Cinta Yunani.  Keanggunan yang di tampilkannya tiada tara.  Kecantikannya terpampang nyata meski hanya mengenakan make up tipis dan satu set perhiasan bermata berlian.

Jalal memandang Jodha tanpa berkedip. Disudut hatinya dia begitu bahagia dan bangga punya istri secantik Jodha. Tapi di sisi hatinya yang lain dia berteriak frustasi karena kini dia ada dalam dilema, antara membalas dendam atau memberinya kasih sayang. Penikahan secara islam akan dilakukan di sutau tempat yang memang sudah di pesan Jalal. Selama perjalanan, Jalal tidak banyak bicara atau bikin ulah. Sepertinya dia terintimidasi oleh kecantikan Jodha. Sehingga tak tahu harus bersikap bagaimana.

Sampai di aula upacara, akad nikah segera di mulai. Jodha duduk disalah satu sisi ruangan sedangkan Jalal di sisi lainnya. Satu persatu prosedur nikah di lakukan. Ram dan Mainawati ada di sana. Di akhir prosesi, Mulavi shahab bertanya pada Jodha apakah dia menerima pernikahan ini? Meski telah resmi kenjadi istri Jalal, Jodha masih tidak rela menerimanya dan ingin kabur saja. tapi tatapan Ram membuat keberaniannya sirna. Dengan suara pelan, dia menjawab, ‘diterima’. lalu Mulavi menanyakan pertanyaan yanag sama tiga kali pada Jalal yang dengan tegas, lugas dan cepat menjawab, ‘diterima’. Maka dengan itu, Mulavi mengumumkan kalau Jodha dan jalal sah sebagai suami istri. Semua yang hadir mengucapkan selamat. Jodha menbalas ucapan selamat itu dengan senyum lemas.

***

Malam harinya, Jodha sedang mencari-cari pakaian ganti dalam koper. Semua barangnya telah di kirimkan oleh ibunya dalam koper-koper. Setidaknya ada tiga koper penuh dengan pakaiannya. Jodha baru selesai berganti pakaian dan sedang berdiri di depan meja rias ketika jalal menerobos masuk dari pintu penghubung. Jodha bertanya, “ada apa? kenapa kau kesini?” Jalal sambil bersendekap balik bertanya, “kenapa?! Kita baru saja menikah, sesuai tradisi, malam ini adalah malam pengantin kita.” Mendengar itu, Jodha menjadi tegang.

Jalal tertawa senang. Dia segera meloncat ketempat tidur  dan berbaring miring menghadap karah Jodha. Dengan santai dia melambai  kearah Jodha dan menepuk ruang kosong di sampingnya. Jodha mengerutkan kening dengan geram. Jangankan datang, dia bahkan tidak bergerak  seincipun dari tempatnya berdiri. Melihat itu, jalal memicingkan mata dan bangkit dari berbaringnya. Dia berjalan dengan lutut diatas tempat tidur lalu turun dan menghampiri Jodha.  Jodha yang sudah terpojok di depan meja rias tak tahu harus bagaimana. Jalal mendekati Jodha, setelah sangat dekat, Jodha mengangkat kedua tangannya menahan tubuh jalal agar tidak merapat kearahnya. Tapi Jalal tetap memaksakan dirinya hingga tangan Jodha yang semula terulur lurus menjadi tertekuk.

Jalal mengamati wajah Jodha sambil bertanya, “apakah kau tidak ingin melakukan malam pertama kita? Setiap gadis memimpikan malam pertamanya. Apakah kau tidak, Jodha?”  Jodha tidak menyahut. Dia membisu dengan wajah tegang. Ada rasa takut, cemas, panik tergambar di wajahnya. Jalal menikmati teror yang diciptakannya untuk Jodha. Jalal semakin rapat. Wajahnya sangat dekat. Jodha segera mamalingkan wajah. Menyelamatkan bibirnya tapi mengorbankan pipinya.

Jalal tersenyum dan menekankan bibirnya ke pipi Jodha. Jodha memejamkan matanya dengan takut-takut. Dia tak tau apa yang akan dilakukan Jalal. Jodha tahu, kalau sebagai suami, Jalal punya hak atas dirinya. Tapi Jodha sudah bertekad kalau dia tidak akan membiarkan Jalal menyentuhnya, setidaknya denga sukarela. Jalal akan memeluk Jodha, tapi jodha menepiskan kedua tangan Jalal. Jalal menyerigai dan berkata, “kau pikir kau bisa menolakku? Apa kau tidak takut kalau aku akan membatalkan proyek ayahmu?” Mendengar itu Jodha menatap Jalal dengan geram. Jalal tersenyum jahat. ..”coba bayangkan, apa yang akan dilakukan ayahmu kalau sampai itu terjadi?”

Akhirnya Jodha pasrah dan membiarkan Jalal memeluknya. Melihat Jodha tidak melawan, Jalal jadi bingung sendiri. Dia tak tahu harus berbuat apa. Niatnya hanya untuk mengertak dan mempermainkan Jodha. Kini saat Jodha pasrah, Jalal menjai takut sendiri. Takut pada hasrat yang muncul di dalam dirinya. Ada keinginan yang sangat kuat untuk mencium dan memeluk Jodha. Menikmati kehangatan dan kelembutan kulitnya serta mencium aroma tubuhnya yang memabukkan. Tapi sekali lagi itu bukan tujuan Jalal. Bahkan untuk mencapai tujuannya itu, dia harus menghindari semua itu. Jangan sampai hatinya luluh dan terpikat pada Jodha.  Dan untuk yang kesekian kali, Jalal melepaskan Jodha dan meninggalkannya begitu saja, bahkan setelah Jodha tidak berdaya dan pasrah.  Jodha dengan heran menatap kepergian Jalal.

Jodha berbaring di tempat tidur sambil memikirkan sikap Jalal. Dia selalu berusaha mendekati dirinya, memaksaka dirinya, lalu setelah dirinya terpojok dan tidak berdaya, Jalal meninggalkanya begitu saja. Dan itu bukan hanya sekali, tapi telah beberapa kali.  Jodha jadi berpikir apa yang di inginkan Jalal sebenarnya? ….. Takdir bag 7

NEXT