Takdir bag 8 by Tahniat

Takdir bag 8 by Tahniat. Menjelang jam 8 malam, sesuai dengan janjinya, Jalal menjemput Jodha. Dia tidak masuk rumah, tapi menunggu di dalam mobilnya. Sudah jam 8, tapi sosok Jodha belum juga kelihatan. Jalal dengan tidak sabar memencet klakson. Jodha keluar dari dalam rumah dengan mengenakan saree hitam dan perhiasan sesuai dengan perintah Jalal  tadi siang. Dengan langkah gemulai, Jodha menghampiri mobil Jalal yang di parkir tepat di depan pintu gerbang. Jalal terpana dan tanpa kedip menatap Jodha. Gaun apapun yang dikenakannya, Jodha selalu terlihat mempesona. Seperti seorang dewi yang memiliki kecantikan abadi. Meski dengan riasan yang sangat  tipis, dia tetap terlihat memukau. Sepasang anting belian dan kalung dengan motif yang sama semakin menambah keanggunanya. Untuk sesaat Jalal tersesat dalam kecantikan Jodha. Ada kebanggan dalam dirinya karena mempunyai istri secantik Jodha. Untuk sesaat, dia merasa beruntung menjadi suaminya. Jodha berdiri lama di di depan pintu mobil yang terkunci. Jalal karena hanyut dalam pesona Jodha, lupa membuka kunci mobil. Baru setelah Jodha mengetuk kaca jendela, Jalal tersadar, “apa kita kita belum terlambat, Tuan Jalal? Pasti pestanya sudah di mulai” tanya Jodha dengan nada menyindir.

Jalal menyergap Jodha dengan kalimat pedas untuk menutupi rasa malunya karena kepergok menatap dengan terpesona kearah Jodha, “kau tak perlu mengingatkan aku, nyonya Jalal. Ayo cepat masuk!” Terdengar suara klik dari arah pintu mobil. Jodha hendak membuka pintu penumpang di belakang, Jalal langsung berteriak lantang, “eith..siapa suruh duduk di belakang? Duduk di depan, aku bukan sopir. Aku adalah suamimu, jangan lupa itu!” Jodha memutar matanya dan mendengus pelan, “hurm.. yg merasa jadi suami.” Jalal melotot marah mendengarnya tapi tidak komentar apa-apa. Dari belakang setir, Jalal mengulurkan tanganya mencoba membukankan pintu penumpang depan untuk Jodha. Tapi Jodha sudah lebih dulu membukanya. Begitu Jodha sudah duduk manis, jalal segera membawa mobilnya melaju kencang menerobos padatnya lalu lintas di delhi.

Tak sampai 15 menit, mereka sudah sampai di depan pintu resepsionis hotel. Jalal meloncat keluar dari mobinya dan membukakan pintu untuk Jodha.  Dengan nada mengejek, Jodha berkata, “kau baik sekali, Mr Jalal.” Jalal dengan pedas membalas, “aku sedang tidak ingin berdebat denganmu, Jodha.” belum selesai Jalal berkata, seorang petugas parkir mendekat, Jalal menyerahkan kunci mobilnya. Setelah petugas itu membawa pergi mobilnya, Jalal menatap Jodha dengan tajam, “sekarang dengarkan aku, ada banyak tamu, di sana. Sebagian dari mereka adalah teman, relatif, kolega dan keluarga. Kita harus bertingkah seperti layaknya pasangan yang bahagia. Jadi berhentilah membuat ku marah, dan bersikaplah seperti seorang istri yang baik dan patuh pada suami, karena kedua orang tuaku juga hadir di sana. Kau mengerti?” Tanpa membantah dan banyak tanya, Jodha mengangguk. Jalal tesenyum dan memuji, “good girl! Ayo kita masuk.” Jalal meraih pinggang Jodha dan merangkulnya. Keduanya berjalan berdampingan menuju tepat resepsi.

Begitu Jodha dan Jalal melangkah, semua mata terpusat pada keduanya. Semua orang mengagumi pasangan penganti baru yang terlihat begitu mempesona. Jalal terlihat sangat tampan dalam setelah jas berwarna hitam diatas kemeja berwarna merah. Sedangkan Jodha dengan Saree berwarna senada, sangat cantik, seksi dan memukau. Keduanya terlihat sangat serasi, bagaikan dewa wisnu dan dewi laskmi. Seulas senyum manis mengembang di bibir keduanya. Dalam pandangan orang, keduanya terlihat begitu mesra dan saling mencinta. Terdengar suara MC mengumunkan kehadiran pasangan penganti. Semua berdiri melingkar dengan Jodha dan Jalal di tengah. Mereka semua memberi salam dan megucapkan selamat. MC yang adalah masih teman dekat Jalal,  meminta Jalal memperkenalkan pengantinnya dan membagi kisah cintanya pada mereka semua.

Jalal mengambil Microphone yang disodorkan padanya. Dengan lancar jalal berkata, “terimakasih atas kehadiran anda semua di pesta resepsi pernikahan kami. Seperti kalian ketahui, ~Jalal meraih pinggang Jodha menariknya rapat ketubuhnya~ ini adalah istriku, Jodha. Kami telah menikah beberapa hari yang lalu. Aku dan Ms Jodha ~Jalal melirik Jodha denga mesra~ …kami bertemu di sebuah konferensi bisnis. Ayahnya dan aku terlibat sebuah kerja sama. Kebetulan saat itu, Jodha  di tunjuk sebagai kepala proyeknya. Aku melihat dia, dan terpesona. Dia pun begitu. Lalu kami saling jatuh cinta. Tiba-tiba secara mendadak dia bilang dia ingin  menjadi istriku. Aku bilang kenapa tidak. Dan .. here we are, Merried, happily! Done.”

Mendengar kisah cinta mereka berdua yang di paparkan Jalal dengan begitu gamblang tapi penuh kebohongan, wajah jodha bersemu merah. Ingin rasanya dia menikam jantung Jalal dan menariknya keluar. Dirinya rela mati, tapi melamar jalal dan meminta dia menikahinya, sampai samudra atlantik surut hal seperti itu tak akan pernah terjadi. Dasar pembohong! Semua orang menghampiri Jalal untuk mengucapkan selamat. Dengan tangan kirinya dia menyalami mereka sedangkan tangan kananya sibuk merangkul pinggang Jodha. Tiba-tiba handphone Jodha bergetar. Jodha melihat layar Handphone. Ada nama Ranvir tertera di sana. Jodha menyentuh pundak Jalal, dan menunjukan handphone nya yang bergetar lirih dan meminta izin untuk pergi sebentar menerima panggilan itu. Jalal terlihat keberatan. Jodha menatapnya dengan tatapan memohon. Akhirnya dengan berat hati Jalal melepaskan rangkulannya di pinggang Jodha. Jodha sengaja memberi Jalal senyumnya yang paling manis sebagai ucapan terima kasih. Jalal terpukau melihatnya. Dan pada yang lain, Jodha menundukkan kepala sebagai ganti kata permisi.

15 menit telah berlalu, tapi Jodha belum juga kembali. Jalal menoleh kesekeliling ruangan kalau-kalau Jodha sedang tertahan dengan sapaan para tamu. Tapi dia tidak melihat sosoknya kemanapun matanya memandang. Jalal hilang kesabaran. Dengan kesal, Jalal bertekad menemukan dan meyeret Jodha kembali ke ruang pesta. Tapi di mana dia? siapa yang menelponnya? Ada sebersit rasa was-was muncul di hatinya. Jalal segera pamitan untuk pergi mencari Jodha. Jalal melangkah keluar ruang pesta, dia menoleh ke lobby. Dari balik kaca pemisah, dia melihat Jodha berdiri di luar sedang berbicara serius di telpon, Jalal bertanya-tanya, siapa yang menelponnya, kenapa begitu serius. Jalal memperhatikan  gerakan bibir Jodha. Pada lawan bicaranya Jodha berkata, “tidak…tidak…aku tidak bisa. Maafkan aku.” Jalal membuka pintu Loby. Suara pintu terbuka membuat Jodha menoleh. Melihat jalal menatap kearahnya dengan kening berkerut, Jodha segera berkata pada lawan bicaranya, “aku akan bicara denganmu lagi nanti. Bye.”

Jodha kemudian memutuskan pangilan dan melangkah kearah Jalal yang menatapnya dengan tatapan menyelidik. Jalal bertanya, “kenapa kau tutup telponnya Jodha?” Jodha dengan engan menjawab, “karena aku sudah selesai bicara.” Mendengar jawaban Jodha yang seperti itu, Jalal segera meraih pergelangan tangan Jodha dan menariknya mendekat. Jalal akan mengatakan sesuatu ketika temannya yang MC tadi membuka pintu dan mengur Jalal, “hah?.. jadi kalian bermesraan diluar? Semua orang sedang menunggu. Ayo masuk. Kita akan lanjutkan acaranya. Mr dan Mrs Suresh Khan sudah datang.” Mr dan Mrs Suresh Khan adalah nama panggilan kedua orang tua Jalal. Mendengar nama orang tuanya di sebut, Jalal tersenyum masam. Jalal meyeret tangan Jodha kembali ke ruang pesta.

Seorang wanita setengah baya yang masih terlihat cantik di usianya menyambut Jalal dan Jodha dengan senyum sumringah. Dia mengenakan sari berwarna Pink yang terlihat serasi di tubuhnya. Dia adalah Hamida bano, ibu kandung Jalal. Sedangkan pria yang mendampinginya, Mr Suresh Khan adalah ayah tiri Jalal. Hamida bano mendekati Jalal, meraih kepalanya dan mencium keningnya sambil berguman penuh kerinduan, “Jalal anakku…”  Sambutan Jalal sangat kontras. Tak ada keramahan sedikitpun di wajahnya yang tiba-tiba menjadi tegang. Tapi demi menjaga sopan santun dan tata krama dia tetap mengangkat tanganya ke wajah dan memberi salam, “salam ibu, salam tuan Khan.” Lelaki yang berdiri di samping Hamida membalas salam Jalal dengan ramah. Melihat sambutan dingin anaknya, Hamida sedikit terluka. Untuk menutupi perasaanya, Hamida bertanya, “di mana menantuku?” Jodha yang sedari tadi berdiri di belakang Jalal maju kehadapan Hamida banu dan mmberi hormat dengan menyentuh kakinya. Hamida memberkatinya dengan mendoakan , “semoga panjang umur.”

Jodha berdiri tepat di depan Hamida, ketika pertama kali melihat wajah menantunya, Hamida bano terpana takjub, “Masyaallah.., kau cantik sekali.” Hamida segera meraih kepala Jodha dan mencium keningnya. Jodha melihat Mr khan yang berdiri disamping Hamida dan tersenyum ramah padanya. Jodha pun mendekatinya dan menunduk untuk menyentuh kakinya. Mr khan tersenyum dan hendak memeluk Jodha, tapi Jalal dengan cepat menarik tangan Jodha menjauh. Untuk sesaat Mr khan terlihat malu dan salah tingkah. Hamida menyentuh tangan suaminya dan menatapnya dengan tatapan penuh sesal.

Tak lama kemudian senyuman kembali mengembang di wajah Mr Khan. Melihat itu Jodha merasa iba. Jodha kemudian melipat tangannya di dada dan menunduk penuh hormat pada Mr Khan yang mengangkat tanganya sebagai isyarat memberi restu.   Jodha menatap Jalal yang sedang memandang ke tempat lain dengan wajah mengeras dan tatapan penuh kebencian. Entah apa yang di pikirkan dan di raakan Jalal hingga bersikap begitu pada orang tuanya sendiri. Jodha benar-benar tak habis mengerti.

Tiba-tiba terdengat musik mengalun. Para hadirin mendaulat Jodha dan jalal untuk berdansa. Jodha menggeleng dan berkata kalau dia tidak bisa berdansa. Jalal menatap Jodha dengan sudut matanya, “Jodha jangan bohong. Kau ingat kita pernah pernah berdansa bersama dulu?” Tanpa menunggu komentar Jodha, Jalal segera menarik Jodha kelantai dansa. Dengan mesra, Jalal merangkul pinggang Jodha denga satu tangan dan tangan lain merangkul pundaknya. Jodha terlihat sedikit kikuk. Dengan tangan kirinya dia merangkul pinggang Jalal, tapi tangan satunya lagi menyentuh dada jalal sebagai penahan agar tubuhnya tidak terlalu merapat ke tubuh Jalal. Tapi tentu saja berdansa dengan posisi seperti itu tidak nyaman.

Akhirnya Jalal meraih tangan Jodha yang di letakan di dadahnya dan mengenggamnya. Dengan tatapan mengejek Jalal memaksa Jodha berdansa mengikuti gerakannya. Jodha jadi tertantang untuk menunjukkan kalau dirinya bisa menginbangi gerakan Jalal tanpa salah langkah sedikitpun. Seperti sudah terlatih,  gerakan keduanya sangat serasi, dinamis dan kompak, sampai-sampai para undangan lain yang tadinya berdansa di sekitar mereka minggir untuk memberi ruang. Berkali-kali Jalal memutar tubuh Jodha dan mengangkatnya di udara, tapi Jodha selalu bisa mendarat dengan mulus di lantai dansa.

Ketika alunan musik menjadi lembut, Jalal menarik tubuh Jodha merapat ketubuhnya. Dada keduanya bersentuhan. Jalal merasakan sebuah tonjolan lembut yang menyentuh dadanya mengalirkan ribuan volt arus listrik yang membuat jantungnya berdebar-debar tak menentu. Jodha dapat merasakan debaran dada Jalal bahkan detak jantungnyapun dapat dia rasakan. Jalal semakin mempererat rangkulannya, seakan tak mau melepaskan Jodha. Jodha mengangkat wajanya menatap Jalal. Di saat bersamaan, Jalal menunduk menatapnya. Kedua ujung hidung mereka saling bersentuhan. Setiap yang hadir menahan nafas berharap kedua mempelai saling berciuman mesra di hadapan mereka. Tapi sayang harapannya tidak terkabul. Karena musik keburu berakhir. Tapi walaupun musik telah berakhir, keduanya masih terlarut dalam tatapan satu sama lain. Baru setelah terdengar gemuruh tepuk tangan, keduanya tersadar. Jodha cepat-cepat menarik tubuhnya menjauhi Jalal dengan tersipu malu…. Takdir bag 9

NEXT