Bila Saatnya Tiba bag 10 by Sally Diandra. Ketika Jodha tiba dirumah sakit bersama Moti, kedua adiknya sedang menangis saling berpelukan disebuah bangku panjang, sementara itu ibunya sedang terpaku menatap kearah sebuah ruangan yang bertuliskan ICU melalui jendela kacanya yang terbuka lebar bersama Maan Sigh kakaknya, Jodha segera menghampirinya dan dari jendela kaca tersebut Jodha dapat melihat dengan jelas bagaimana para dokter dan paramedis yang lain mengeksekusi ayahnya, saat itu salah satu dokter sedang melakukan tindakan resusitasi sambil melihat ke monitor EKG yang menunjukan garis datar, pertanda jantung pasien telah berhenti berdetak. “Siapkan defibrillator !” perintah dokter dan perawat segera membawa defibrillator atau alat kejut jantung. Salah seorang perawat mengoleskan gel bening ke dada pak Bharmal yang terbuka lebar, lalu dokter memberi aba-aba “200 joule, all clear??”, “Clear!!” jawab para perawat serentak sebagai pertanda tidak ada seorangpun yang menempel ke pasien maupun ranjang pasien dan segera selepas itu kedua bilah alat kejut jantung yang berbentuk seperti sepasang setrika ditempelkan dokter ke dada pak Bharmal, tubuh pak Bharmal nampak kejang sejenak lalu lunglai kembali. Monitor EKG masih menunjukan garis datar, dokter melanjutkan tindakan resusitasinya “360 joule, all clear??” “Clear!!” jawab para perawat kembali, lalu tubuh pak Bharmal kembali kejang bahkan hingga melambung agak tinggi keudara, namun monitor EKG masih saja memunculkan garis datar , harapan pak Bharmal selamat dari sakaratul mautnya telah sirna dan ibu sepertinya sudah bisa membaca apa yang akan dikatakan oleh dokter, tak terasa pipi Jodha mulai basah apalagi ketika dokter keluar dari ruangan tersebut dan mengabarkan “Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, bu … tapi Allah berkehendak lain, tabah ya bu … dalam beberapa jam kedepan ibu bisa membawa bapak pulang” bu Meinawati hanya mengangguk angguk saja sambil menutupi mulutnya, Jodha sangat tau kalau ibunya sedang menahan tangis dan sesak didadanya dan tak berapa lama kemudian Jodha segera menghampiri ibunya dan memeluknya erat sambil menumpahkan semua kegundahan yang ada, bu Meinawati dan Jodha saling menangis bersama, bukan hanya kepergian ayahnya yang Jodha tangisi tapi peristiwa yang bertubi tubi yang menimpanya membuat Jodha merasa semakin nelangsa, kenapa hidup ini tidak adil baginya, kenapa kebahagiaan serasa ingin menjauh darinya, adakah kesalahan yang terbesar yang telah dilakukannya selama ini, sehingga Tuhanpun marah dan menghukumnya sedemikian rupa ? Jodha benar benar merasa hidupnya hampa, baru saat ini Jodha merasa bahwa dirinya sangatlah tidak berarti dan ini semua karena Jallad ! “Jodha, apakah kamu tetap akan menikah dengan Jalal ?” itulah kata kata pertama Moti sahabatnya ketika mereka bertemu kembali setelah seminggu kepergian pak Bharmal “Tidak ! aku tidak sudi menikah dengannya, Moti ! melihatnya saja aku jijik apalagi harus menjadi istrinya dan hidup bersamanya ! aku tidak bisa membayangkan hal itu” ujar Jodha ketus, “Tapi apakah tidak terpikirkan olehmu, Jodha … kalau nanti akhirnya kamu hamil, kamu harus menuntut pada siapa ?” , “Aku yakin aku tidak akan hamil, Moti !!! karena aku merasa aku tidak melakukan apapun dengan Jalal !” , “Tapi kamu kan nggak sadar waktu itu, Jodha … aku hanya nggak ingin kamu menyesal dikemudian hari, Jo … apa yang akan kamu katakan ke ibumu tentang perutmu yang mulai membuncit nanti ?, apakah kamu ingin memberikan penderitaan lagi untuk ibumu ? pikirkanlah itu, Jo … sebelum semuanya terlambat” kata kata Moti sungguh sangat mengganggu tidur malamnya, malam itu Jodha tidak bisa tidur, dirinya gelisah … apakah iya, nanti dirinya akan segera hamil walaupun hanya satu kali melakukannya, Jodha jadi teringat akan berita dikoran koran dan ditelevisi yang mengabarkan bahwa seorang gadis korban perkosaan akhirnya dikabarkan hamil, “Jadi benar yang dikatakan oleh Moti, bisa jadi mungkin nanti aku akan hamil, tapi apakah Jalal mau mengakui anak yang aku kandung nanti atau malah mungkin dia akan semakin menghinaku dan semakin menginjak injak harga diriku” bathinnya dalam hati, Malam itu adalah malam terberat bagi Jodha dalam menentukan sebuah keputusan, disatu sisi dirinya menolak kehadiran Jalal tapi disisi yang lain dirinya bimbang bagaimana bila terjadi seperti apa yang dikatakan oleh Moti, kalaupun dia memilih tetap tidak menikah dengan Jalal dan membesarkan anak itu seorang diri, bagaimana juga sikap ibunya nanti, apalagi beberapa hari ini setelah kepergian ayah dari kehidupan mereka, ibu sering terlihat murung dan melamun, seperti pagi itu ketika Jodha mencoba bicara dengan ibunya, saat itu ibu sedang membereskan pakaian ayah dikamar, ditatanya satu persatu pakaian ayah kedalam sebuah dus sambil sesekali menyeka airmata yang membasahi pipinya, dari arah belakang Jodha langsung memeluk ibunya yang sedang duduk diatas tempat tidur, “Maafkan aku, ibu …” Jodha langsung membuka pembicaraan dengan ibunya “Tidak ada yang perlu dimaafkan, Jodha … semua ini demi kebaikan ayah, ibu sudah bisa menerimanya, ibu ikhlas” ujar bu Meinawati sambil memegang pipi Jodha dengan lembut. “Ibu … ada yang ingin aku bicarakan” Jodha langsung beringsut ke depan ibunya dan menatap wajahnya ibunya yang terlihat sayu itu dengan perasaan haru, bu Meinawati hanya tersenyum “Ibu … aku mau menikah dengan Jalal anak ibu Hamida”, sesaat bu Meinawati tersentak dengan ucapan Jodha, dicarinya kebenaran di kedua bola mata Jodha yang bulat “Ibu tidak memaksamu untuk menikah dengannya Jodha, ibu tahu ,,, karena ini adalah hidupmu, jadi kamu berhak menentukan siapa yang akan menjadi pendampingmu kelak, siapa yang akan bertanggung jawab terhadap hidupmu, siapa yang akan menjadi suamimu, jangan karena … “ , “Tidak, tidak ibu … aku sungguh sungguh, paling tidak dengan cara ini aku bisa membuat ayah bahagia disana, aku bisa memenuhi janji ayah pada sahabatnya, bukankah sebuah janji adalah hutang ?” ujar Jodha dengan mata berkaca kaca, “Kamu sungguh sungguh, Jodha ? kamu tidak bohong sama ibu kan ?” Jodha menggelengkan kepalanya sambil terus memandangi wajah ibunya, harapan Jodha cuma satu membalaskan dendamnya pada Jallad !
Sore itu setelah selesai latihan koreo, Jodha langsung bergegas menuju sebuah resto yang ada diujung jalan yang dekat dengan sanggar tarinya, sesampainya disana dilihatnya Moti sudah menunggunya bersama seorang pria paruh baya, Moti segera melambaikan tanganya kearah Jodha, Jodha segera menghampiri tempat Moti berada, “Jodha, masih ingat kan pamanku, pak Abu Mali” kata Moti sambil memperkenalkan paman Moti yang seorang advokat ternama dikota mereka “Bagaimana aku bisa lupa, Moti … selamat sore pak Abu Mali, apa kabar ?” ujar Jodha sambil menyodorkan tangannya memberi salam, “Selamat sore, Jodha … semakin cantik saja kamu ini” sapa pak Abu Mali sambil menjabat tangan Jodha, “Terimakasih, saya sering mengikuti kasus kasus yang anda tangani, khususnya kasus selebriti”, “Hahahaha … bisa saja kamu ini, Jo … memang kasus para seleb itu selalu menjadi konsumsi public dan merupakan makanan renyah bagi para kuli tinta, nah sekarang kembali ke kasusmu, apakah kamu sangat merasa perlu untuk melakukan hal ini ?” , “Sangat dan harus, pak !” ujar Jodha mantap, “Apakah kamu sudah memikirkan untung ruginya dengan mengadakan perjanjian pra nikah ini ?” , “Paman, Jodha merasa perlu melakukan hal ini karena pernikahan yang akan dijalaninya nanti adalah hasil dari perjodohan orangtuanya, jadi Jodha merasa perlu untuk menjaga asset dan beberapa kepentingan pribadi yang tidak bisa diganggu gugat walaupun mereka sudah menikah nanti” sela Moti, “Oooh I see … baiklah kalau begitu, apa saja yang bisa aku bantu ?” Jodha langsung memberitahukan pada pak Abu Mali, apa apa saja yang harus tertulis dalam surat perjanjian pra nikahnya dengan Jalal, tepat pada saat itu Jalal sudah masuk ke resto dimana Jodha dan Moti berada, Jodha memang sengaja mengundang Jalal kesana untuk membahas surat perjanjian pra nikahnya tersebut, “Selamat sore, apakah aku datang terlambat ?” kata Jalal sambil membuka kacamata hitamnya, “Selamat sore, silahkan duduk … kenalkan ini pak Abu Mali, pengacaraku” ujar Jodha sambil memperkenalkan pak Abu Mali ke Jalal, Jalal langsung menyambut uluran tangan pak Abu Mali, “Sebelum kita bicara lebih jauh, aku ingin bicara berdua denganmu, Jalal” , Jodha berusaha untuk berkompromi dengan dirinya sendiri, karena jauh didasar lubuk hatinya yang paling dalam, Jodha sebenarnya merasa jijik dengan laki laki berkumis yang telah merenggut semua masa depannya ini tapi Jodha harus menerima semuanya demi almarhum ayahnya dan ibu, sesaat kemudian Jodha dan Jalal sudah pindah ke kursi yang berada diujung resto tersebut, “Kamu sudah tahu untuk apa aku mengundangmu kesini ?” tanya Jodha dengan ketus, “Kamu bertanya atau marah padaku, Jodha ?” goda Jalal ketika melihat raut muka Jodha berubah tidak ramah lagi seperti tadi, “Aku serius, Jalal !!” , “Oke oke tapi sebelumnya aku ingin mengucapkan bela sungkawaku terlebih dahulu, aku turut berduka cita atas meninggalnya ayahmu” , “Terima kasih, karangan bungamu yang segede gajah itu juga sudah mewakilinya kemarin” ujar Jodha sambil memandang kearah lain, “Tapi kalau bisa langsung bertemu denganmu seperti ini, rasanya lebih berarti” , “Tidak usah banyak basa basi, sekarang kita focus pada apa yang ingin aku sampaikan ke kamu” Jodha masih mengalihkan pandangannya kearah lain, “Kalau kamu ingin berbicara denganku, tatap mataku” entah mengapa Jodha selalu merasa aneh bila melihat kedua bola mata Jalal tapi saat itu dikuatkannya untuk menatap kedua mata Jalal yang sedikit liar menurut Jodha, “Apa yang mau kamu katakan ?” , “Jawab dulu pertanyaanku, apakah kamu tau untuk apa kamu aku undang kesini ?” , “Oooh … aku harus menjawab pertanyaan itu ya, yaa .. aku tau, kamu mengundang aku kesini untuk membicarakan tentang pernikahan kita, iya kan ?” , “Tidak sekedar pernikahan, Jalal ! tapi aku juga ingin membuat perjanjian pra nikah !” ujar Jodha dengan nada ketus, “Apa ??? perjanjian pra nikah ? apa aku nggak salah dengar ?” , “Tidak tuan Jalalludin Muhammad Akbar, kamu pikir aku mau menikah denganmu karena kamu telah meniduriku ? tidak ! pernikahan kita semata mata untuk membayar hutang ayahku pada keluargamu, agar ayahku tenang disana, dan lagi yang perlu kamu ingat dan catat dalam otakmu baik baik, pernikahan kita hanya berlangsung selama 1 tahun saja ! setelah itu kita cerai !!!” sesaat Jalal terbelalak mendengar kata kata Jodha, kehidupan rumah tangga yang seperti apa yang akan dijalaninya nanti bersama Jodha ? … Bila Saatnya Tiba bag 11