Bila Saatnya Tiba bag 34 by Sally Diandra. Jalal benar benar berada dalam dilemma yang cukup besar malam itu, disatu sisi ada Atifa rekan bisnisnya yang meminta pertolongan padanya di dini hari begini, disisi lain ada Jodha istrinya. Jalal yakin pasti ada sesuatu yang terjadi pada Atifa sehingga dia menelfonnya pagi pagi buta begini, sementara itu Jodha langsung menunjukkan aksi protesnya dengan menutupi wajahnya dengan bantal, Jodha mulai tidak suka dengan keberadaan Atifa, apalagi di pagi pagi buta seperti ini seorang perempuan menelfon suami orang “Jodha, please … jangan begini, aku bingung, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan” Jalal berusaha membujuk Jodha dengan membuka paksa bantal yang menutupi wajahnya, begitu bantal berhasil dibuka, Jodha menggeserkan badannya dan berusaha bangun, namun Jalal berhasil menangkapnya tapi Jodha berusaha berontak melepaskan diri dari cengkraman Jalal, Jalal mendekapnya erat dari belakang, sementara Jodha dengan rambutnya panjangnya yang jadi awut awutan terus meronta ronta ingin melepaskan dirinya dari Jalal “Jodha dengarkan aku ! dengarkan aku, Jodha !”, “Lepaskan aku Jalal, lepaskan aku !”,
“Dengarkan aku dulu, Jodha …” namun secepat kilat Jodha langsung melesakkan sikut tangannya tepat ke ulu hati Jalal, salah satu ilmu bela diri yang Jodha dapatkan dari perguruan bela dirinya, Jalalpun mengerang kesakitan dan membebaskan tangannya dari tubuh Jodha, Jodha bergegas berdiri dan menjauh dari tempat tidur, sementara Jalal masih mengerang kesakitan, hentakan sikut tangan Jodha benar benar tajam dan menyakitkan, Jodha yang sudah bebas dari dekapan Jalal dengan sedikit terengah engah berusaha merapikan rambutnya yang berantakan. Jodha sebenarnya tidak tega melihat suaminya yang terus memegangi bagian perut atasnya, namun gengsinya menghentikannya untuk menolong Jalal “Jodha, kamu kan belum tau apa yang akan aku lakukan …” Jodha langsung memotong ucapan Jalal yang masih menahan sakit “Aku sudah tahu ! kamu pasti akan kesana kan ? kerumah perempuan itu ! pergi ! pergilah sana ! yang pasti aku sudah memperingkatkanmu agar tidak usah ikut campur urusan orang, Jalal !”, “Jodha, dia itu korban kekerasan dalam rumah tangga, seharusnya kita membantunya …” saat itu Jalal sudah berusaha mendekati Jodha “Jangan dekati aku, Jalal atau kamu akan mendapat sakit yang lebih dari pada ulu hatimu itu” , “Aku kagum padamu, Jodha … kamu selalu bisa membuat aku terkejut dengan semua kelebihanmu”, “Aku juga selalu terkejut dengan semua kelebihanmu bersama perempuan perempuan itu !” ujar Jodha dengan nada ketus “Maksudmu … ?”,
“Buat apa dia menelfon kamu pagi pagi buta seperti ini ? sementara dia tahu kalau kamu sudah mempunyai istri ! seharusnya dia bukannya menelfon suami orang, Jalal ! seharusnya dia menelfon konselor pernikahan atau lembaga perlindungan perempuan, kesana dia seharusnya menelfon bukan ke kamu … ” terdengar suara Jodha meninggi kemudian pecahlah tangis Jodha sambil terduduk lemas dilantai bersandar di lemari besar Jalal, Jalal terharu melihat Jodha, ingin rasanya dia memeluk Jodha dan mengatakan bahwa dia tidak akan ke apartemen Atifa namun gesture tubuh Jodha seolah memperingatinya untuk tidak mendekat “Jodha, aku akui mungkin aku terlalu berlebih lebihan dengan kasus Atifa, aku minta maaf tapi jujur … aku hanya ingin menolongnya, tidak lebih dari itu”, “Kalaupun dia benar benar korban KDRT dimana luka lebamnya Jalal ? apakah kamu tidak memperhatikan itu ? lalu mengapa dia tidak pergi ke Komnas perempuan, kenapa dia harus meminta perlindungan kamu ? kenapa dia tidak meminta perlindungan ke laki laki lain ? kenapa harus kamu, Jalal ? kenapa ?” suara Jodha mulai melemah samibil terus menangis, dipeluknya kedua lututnya dan dibenamkannya wajahnya disana, rambut panjangnya menutupi sebagian tubuhnya, Jalal semakin terharu melihat kondisi Jodha, didekatinya Jodha kemudian diciumnya rambutnya perlahan, Jodha tidak berontak, kemudian diangkatnya wajah Jodha perlahan, rambut panjang yang menutupi sebagian wajahnya disibakkan dengan lembut oleh Jalal, perlahan lahan Jalal merapikan rambut panjang Jodha, Jodha hanya diam saja sambil menahan isak tangis didadanya, diusapnya air mata yang membasahi pipi Jodha
“Aku tidak akan kesana kalau kamu tidak mengijinkannya, Jodha … kamu benar seharusnya Atifa meminta perlindungan ke Komnas perempuan kalau memang dia korban KDRT, aku akui aku memang tidak melihat adanya luka dibagian tubuhnya yang terlihat, dia bilang dibagian punggung, aku juga tidak menanyakan apakah dia sudah divisum atau belum, aku akui itu semua belum aku lakukan, aku hanya mempercayai kata katanya saja”, “Berapa banyak perempuan seperti Atifa dimasa lalumu, Jalal ?”, “Maksudmu … ?” , “Aku juga perempuan aku juga bisa merasakan kalau sebenarnya Atifa menyukai kamu, terus terang” sesaat Jodha terdiam “Aku cemburu, aku cemburu melihat kamu berdansa tadi, aku cemburu melihat keakraban kalian” Jalal tersenyum mendengar pengakuan Jodha “Aku juga sangat cemburu ketika kamu dipeluk oleh Suryaban dulu” Jodha hanya tersenyum kecil “Kamu belum menjawab pertanyaanku, Jalal” Jalal menghela nafas dalam “Jodha, selama ini aku memang belum cerita sama kamu, sejak aku bercerai dengan Rukayah … aku selalu menganggap semua perempuan itu murahan, sama seperti Rukayah mereka itu gampang dibuai dengan lembaran rupiah” sesaat Jalal terdiam kemudian mengubah posisi duduknya dengan bersandar dilemari persis disebelah Jodha “Lalu …. “ Jodha menunggu cerita Jalal selanjutnya dengan harap harap cemas karena insting Jodha mengatakan akan ada banyak hal yang mungkin akan tidak enak didengarnya “Aku memang dekat dengan beberapa wanita tapi bukan aku yang memintanya, mereka yang mendekati aku dan aku hanya menikmati saja lalu aku campakkan mereka begitu saja” ,
“Termasuk rekan bisnismu itu ?” , “Tidak … aku tidak pernah mencampur adukkan antara bisnis dan perasaan jadi aku hanya menganggapnya sebagai kolega, meskipun …” , “Meskipun dia mencintaimu ?” Jodha langsung memotong ucapan Jalal, Jalal tidak menjawab dia hanya memandang Jodha kemudian merangkul bahunya sambil mencium rambutnya lembut “Tapi semuanya berubah karena kamu, Jodha” , “Kamu belum menjawab pertanyaanku, Jalal … aku istrimu, kalau kamu tidak keberatan, aku ingin mengetahui masa lalumu sebelum bertemu dengan aku” , “Sudahlah … masa lalu biarlah masa lalu, kita hadapi saja yang sekarang” , “Tapi aku selalu dibayang bayangi oleh masa lalumu, pertama Rukayah, sekarang Atifa, besok entah siapa lagi …” , “Yang jelas yang saat ini harus kamu tanamkan dalam benakmu, kalau aku sangat mencintai kamu, tidak ada wanita manapun yang bisa menggantikan posisimu dalam hatiku karena hatiku ini adalah milikmu begitu pula hatimu adalah milikku” Jodha menatap Jalal dengan tatapannya yang berkaca kaca, dengan sigap Jalal segera berdiri kemudian meraih tubuh Jodha dalam gendongannya “Sekarang sudah saatnya tidur … hari sudah semakin pagi, kasihan anak kita” Jodha hanya tersenyum memandangi suaminya dengan penuh haru lalu direbahkan kepalanya dibahu Jalal sementara Jalal langsung membawa Jodha ke tempat tidur dan merebahkan istrinya disana, akhirnya mereka berdua tertidur sambil berpelukan, tidak ada gangguan lagi dari dering telfon Atifa karena ternyata Atifa memang sengaja melakukan hal tersebut untuk mengganggu Jalal dan Jodha.
Siang harinya, setelah selesai mengajar akhirnya Jodha memenuhi undangan pak Khaibar untuk makan siang bersama tapi saat itu Jodha meminta Moti untuk ikut menemaninya. Suasana restaurant yang sangat asri dan alami benar benar membuat mata fresh ketika melihatnya, Jodha langsung menyukai lokasi restaurant tersebut begitu menginjakkan kakinya disana. Tak berapa lama kemudian ketika mereka sedang menuju ke tempat duduk mereka yang sudah direservasi oleh pak Khaibar tiba tiba Jodha melihat sosok Jalal dengan beberapa rekan bisnisnya termasuk Atifa ada disalah satu ruangan restaurant tersebut namun Jalal tidak melihat Jodha , entah mengapa begitu melihat Atifa, Jodha merasa perasaannya langsung gelisah, marah, benci, kesal, sebal, sedih bercampur baur jadi satu “Pak Khaibar, maaf … saya lupa ada sesuatu yang belum saya kerjakan, saya harus kembali ke kampus”, “Tidak bisakah nanti saja, Jodha … setelah kita makan siang bagaimana ?”, “Maaf, pak … tidak bisa saya harus pergi sekarang, permisi” Jodha segera berlalu dari hadapan pak Khaibar tanpa mempedulikan perasaan pak Khaibar yang benar benar shock dibuatnya, sedangkan Moti langsung berlari mengejar Jodha yang berjalan cepat cepat meninggalkan restaurant tersebut.
Saat itu sebenarnya Jodha tidak mempunyai acara apapun ke kampus namun setelah melihat Jalal direstaurant tadi bersama dengan Atifa dan teman temannya, selera makan Jodha langsung hilang begitu saja, bayangan Jalal dan Atifa datang silih berganti dalam pikirannya, “Jodha bicaralah Jodha, jangan diam saja, kamu kenapa ? Jangan bikin aku bingung, Jodha please bicaralah” sepanjang perjalanan dengan mobil new beetlenya Jodha memang hanya diam saja, siang itu Jodha putuskan untuk pergi ke sanggar tari, setelah sampai disanggar tari, Jodha segera mengenakan pakaian senamnya kemudian langsung menari seorang diri, siang itu sanggar tari Jodha memang masih sepi karena latihan koreo baru dimulai nanti sore oleh karena itu Jodha memiliki waktu yang cukup banyak untuk menari, dari kejauhan Moti hanya bisa memperhatikan Jodha yang sedang menari tapi tariannya kali ini lain dari pada yang lain, Jodha terus memutar mutar dan melekuk lekukkan tubuhnya, nafasnya terus memburu, keringatpun langsung bercucuran disekujur tubuhnya hingga tiba tiba Jodha menghentikan tariannya sambil mengerang kesakitan dibagian perutnya “Jodhaaaa ….” Moti segera berlari menghampiri Jodha “Jodha kamu kenapa ?”, “Motiiii, sakit sekali Mo …” Jodha meringis kesakitan, “Perut kamu sakit ?” Moti merasa prihatin dengan kondisi Jodha, tiba tiba Jodha merasa ada sesuatu yang mengalir dibetisnya, Motipun melihat hal tersebut “Jodha, kamu berdarah ???” … Bila Saatnya Tiba bag 35