Takdir bag 56 by Tahniat. Setelah Surya pergi, Jodha menutup pintu dan menguncinya kembali. Saat membalikan badan, dia sempat melirik Jalal yang berdiri kaku dengan wajah kesal dan tatapan garang. Jodha pura-pura tak melihatnya. Dia mengambil bungkusan plastik dari Surya yang berisi makanan dan hendak membawanya ke meja makan. Melihat sikap tak peduli Jodha, Jalal jadi marah. Saat Jodha berlalu di depannya, singap Jalal meraih lengan Jodha. Jodha mau tak mau menatap Jalal dengan wajah di buat-buat heran, “ada apa?” Jalal dengan tatapan cemburu berkata, “apa kau selalu mengucapkan perpisahan dengan mencium pipinya?” Jodha tersenyum tipis dan menggeleng, “tidak! Ini baru pertama kalinya. Tapi kalau kau mau aku bisa melakukannya …” Jalal mencekal lengan Jodha dengan geram, Jodha merintih kesakitan, “jangan mencobai aku, Jodha! Aku punya kesabaran yang terbatas.” Jodha tersenyum menggoda dan tanpa rasa bersalah bertanya, “kau cemburu?” Jalal melotot marah, “apa yang membuatmu berpikir aku tidak akan cemburu? Pria itu menyukaimu. Dan selalu mencari kesempatan untuk merebutmu dariku.” Jodha menggeleng, “tidak ada yang ingin merebutku darimu. Kau sendiri yang membuatku pergi dengan berniat menikahi Ruqaiya.” Mendengar nama Ruqaiya, tatapan garang Jalal melembut. Cekalannya mengendur, dan matanya yang tadinya penuh rasa cemburu berangsur-angsur lenyap di gantikan rasa bersalah.
“Aku mengaku salah. Aku egois. Aku hanya memikirkan perasaan ku sendiri saja. Setelah kau pergi baru aku menyadari kalau aku rela menanggung ribuan rasa bersalah daripada kehilangan dirimu. Kalau perlu aku rela mengorbankan nyawaku…” Jodha menutup mulut Jalal dengan tanganya yang bebas dan menggeleng, “tidak. Jangan berkata begitu. Aku tak ingin berpisah denganmu. Aku ingin selalu bersamamu…” Jalal bertanya dengan tatapan menuntut, “selamanya?” Jodha mengangguk, “selamanya.” Jalal meminta ketegasan, “kau tidak akan pergi meninggalkan aku lagi?” Jodha menggeleng.
“kau akan selalu bersamaku?” Jodha mengangguk.
“selalu mencintaiku?” Jodha mengangguk lagi.
“selalu menyayangiku?” Lagi-lagi Jodha mengangguk.
“walau apapun yang terjadi?” Jodha hampir saja mengangguk, ketika dia sadar ke mana arah pertanyaan Jalal. Jodha menatap Jalal dengan tatapan sengit lalu menepiskan cekalan tangan Jalal sambil menyahut dengan ketus, “ya, kecuali kalau kau kawin lagi!” Setelah berkata begitu, Jodha meninggalkan Jalal menuju ke meja makan. Jalal membuntutinya sambil menggoda, “kan enak kalau anak kita punya Choti ami, dia bisa mengasuh anak kita…sementara kita…” Jodha melotot marah, “ish… klu mau cari orang untuk mengasuh bayi kenapa harus kawin lagi? Kan ada Moti?” Jalal tertawa. Mendengar tawa Jalal, Jodha menoleh dan menatap jalal dengan wajah serius. Di tatap begitu, Jalal segera menghampiri Jodha, satu tangan merangkul pinggang Jodha dan satu lagi mengelus rambutnya dengan mesra. Jodha merapatkan tubuhnya ke tubuh Jalal, kedua tanganya dia letakan di dada Jalal, lalu dengan tatapan penuh harap, Jodha berkata, “berjanjilah padaku… kau tidak akan pernah berpikir untuk menduakan aku lagi.” Jalal mengangguk, “aku berjanji… ~lalu dengan tatapan mengoda~ ..untuk saat ini.” Jodha protes dengan manja, “dear…!” Jalal tertawa, “tapi Jodha, perjalanan hidup manusia di tentukan oleh yang kuasa, bukan kita.” Jodha dengan tegas berkata, “yang penting kau berjanji padaku! Berjanjilah! Kalau tidak aku akan pergi meninggalkan mu, dan kali ini kau tidak akan pernah menemukan aku!” Jalal terperangah di ancam begitu, lalau tanpa buang-buang waktu dia meletakan tanganya di kepala Jodha dan berkata, “okey…okey… aku berjanji tidak akan kawin lagi. Hanya ada satu istri yang akan selalu menemani aku sepanjang hidupku… Jodha ku!” Mendengar Janji Jalal, mata Jodha berkaca-kaca. Jalal tersenyum haru dan memeluknya.
Jodha meminta pada Jalal agar mereka bisa tinggal sedikit lebih lama di Agra. Jodha sudah tidak bekerja lagi. Dia ingin jalan-jalan keliling Agra bersama Jalal, menikmati tempat-tempat bersejarah dan mengunjungi Taj mahal. Konon katanya, kalau suami istri pergi bersama-sama ke Taj mahal dan melempar koin ke dalam air mancur yanga da di halamanya, maka segala keinginan mereka akan terkabul. Jodha antara percaya dan tidak percaya, tapi dia memaksa Jalal untuk pergi ke sana. Jalal dengan senang hati memenuhi permintaan Jodha.
Di hari minggu sore yang cerah, Jodha dan Jalal pergi mengunjungi Taj Mahal. Setelah keliling melihat keindahan arsitektur Taj Mahal, Jodha megajak menuju iar mancur yang ada tepat di tengah Taj Mahal garden. Di depan air mancur itu, Jodha meminta koin pada jalal, lalu melipat tanganya di dada sambil memejamkan mata. Jalal hanya menatap kelakuan Jodha sambil tertawa kecil. Setelah cukup lama berdoa, Jodha membukan matanya dan melemparkan koin ke dalam air mancur. Lalu dengan mesra mengandeng tangan Jalal dan mengajaknya pergi ke tepi sungai Yamuna. Sambil berjalan menuju tepi sungai Yamuna, Jalal bertanya, “saat kau melempar koin ke dalam air mancur, doa apa yang kau minta?” Jodha melirik Jalal sambil tersneyu, “tidak boleh di katakan. Doa hanya boleh di dengar oleh para dewa, orang lain tidak boleh mendengarnya.” Jalal merayu Jodha, “ayolah, aku hanya ingin tahu saja. Bukankah dalam tradisimu, suami laksana dewa? Jadi boleh dong aku tahu apa yang kau minta dari para dewa?” Jodha tidak terbujuk, dia tetap menggeleng.
Saat mereka sampai di tepi sungai Yamuna, duduk di tepi sungai sambil melihat pemadangan sekita Taj Mahal yang indah. Mereka berbincang-bincang dengan bahagia sampai lupa kalau hari telah beranjak senja. Matahari sudah hampir tenggelam, dan magrib akan segera datang. Jalal mengajak Jodha masuk kembali kehalaman Taj Mahal. Jalal memberitahu Jodha kalau dia juga ingin berdoa di dalam taj mahal dengan bersembahnyang Magrib di Masjidnya. Jodha setuju.
Jalal pergi sembahyang dalam masjid taj Mahal yang megah. Jodha duduk di depan pelataran masjid untuk menunggu Jalal. Langgit sudah gelap, bintang mulai keluar, dan bulan sabit di ufuk barat menggantikan peran matahari yang telah tenggelam. Tiba-tiba 4 orang pria menghampiri Jodha dan menyeretnya dengan paksa. Letak masjid dan pintu keluar tidak begitu jauh. Suasana setengah sepi, karena sholat magrib baru saja di mulai. Beberapa wanita yang juga sedang menunggu di belakang masjid hanya bisa melihat saja Jodha di bawa pergi, tapi tidak berdaya untuk menolongnya. Ke empat pria itu memasukan Jodha ke dalam van berwarna putih yang segera melaju pergi…. Takdir bag 57