Takdir bag 57 by Tahniat. Keluar dari masjid, Jalal langsung pergi ke tempat Jodha dia tinggalkan. Dia tidak melihat Jodha di sana. Tapi plastik bag Jodha yang berisi makanan dan minuman masih tergeletak di tempat duduknya. Jalal terlihat kebingungan. Dia mencoba mengambil ponselnya dan hendak menelpon Jodha ketika seorang wanita setengah baya mendekatinya dan bertanya, “kau mencari wanita cantik yang tadi duduk di sini ya? Berpakaian biru dan sedang hamil?” Mendengar itu Jalal segera mengangguk, “benar, tahukan anda dia pergi kemana?” Wanita itu dengan nada sedikit cemas memberitahu Jalal kalau wanita yang dia maksud telah di bawah pergi dengan paksa oleh 4 laki-laki yang mengendarai van warna putih, “aku tadi sempat menghapal nomor polisinya.” Si wanita kemudian menunjukan nomor polisi yang dia tulis secara asal-asalan di telapak tangannya.
Mendengar itu Jalal menjadi sangat cemas dan gusar. Setelah menyalin nomor polisi yang di tunjukkan wanita itu, Jalal berlari ke arah pintu gerbang yang di tunjuk si wanita. Tapi depan pintu gerbang lenggang, hanya ada pejalan kaki, sama sekali tidak ada kendaraan yang berhenti. Setelah melihat kesana-kemari, dengan putus asa, Jalal menghampiri wanita tadi dan bertanya, apakah sudah lama kejadian itu terjadi? Si wanita menjawab sekitar 30 menit yang lalu. Jalal menjadi cemas, marah dan putus asa, tapi dia mencoba mengontrol emosinya. Dia tidak boleh panik dan gegabah. Nyawa istri dan anaknya yang kini sedang dalam bahaya. Jalal menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan-pelan. Setelah agak tenang, otaknya mulai bekerja. Pertama dia terpikir untuk menghubungi Surya.
Begitu mendengar kalau Jodha di culik, Surya segera menjemput Jalal ke Taj Mahal. Sambil menahan panik, Surya bertanya tentang kronologis kejadiannya. Jalal menceritakan semua yang terjadi. Mendengar itu Surya berkomentar, “kau tidak seharusnya meninggalkan dia seorang diri. Wanita cantik seperti Jodha, siapapun ingin memilikinya. Kau benar-benar tidak pandai menjaga wanita!” Di komentari seperti itu, Jalal langsung berkata dengan sengit, “kau pikir aku sengaja menelantarkan dia begitu? Dia sendiri yang mau menunggu di tempat itu…” Surya membalas, “Jodha selalu memikirkan kebaikan orang lain. Tapi kau selalu saja teledor dan tidak pernah memikirkan dia. Lima bulan dia bersamaku, tidak terjadi apa-apa. Tapi baru sehari saja bersamamu.. orang sudah menculiknya. Apa namanya ini kalau bukan keteledoran? Kekurang perhatian? Kau bilang sangat mencintainya, tapi kau bahkan tidak mampu menjaga keselamatannya…” Jalal tertunduk mendengar komentar Surya, tapi tak mengucapkan sepatah kata untuk membalas nya. Jalal terlihat pasrah di cela Surya, tapi yang sebenarnya, otak cerdiknya sedang berputar-putar mencari cara bagaimana caranya menemukan Jodha.
“baiklah, aku mengaku salah. Tapi aku mohon, bantulah aku untuk mencarinya, sebelum sesuatu yang buruk terjadi padanya.” Pinta Jalal dengan nada merendah. Situasi tidak berpihak pada Jalal. Kalau ini terjadi di Delhi, dia bisa meminta orang-orangnya untuk mencari. Tapi ini di Agra dan dia tidak begitu paham seluk beluknya. Surya mengangguk, sambil melirik sinis pada Jalal Surya berkata, “kau tak perlu meminta tolong padaku. Jodha juga telah menjadi tanggung jawabku karena suaminya tidak begitu pandai menjaga dia.” Jalal mencoba bersabar, “aku senang mendengar nya. Aku tahu kau mencintai dia, tapi sayang…aku yang beruntung menjadi suaminya.” Surya melotot marah, tapi malas untuk mengomentarinya. Karena apa yang di katakan Jalal betul adanya, “ayo kita segera ke kantor polisi. Kita harus mencari tahu siapa pemilik mobil dengan nomor polisi itu. Setelah itu, aku tahu… pada siapa aku akan meminta bantuan.”
Kedua pria yang mencintai Jodha itu, saling bahu membahu bekerja sama untuk menemukan keberadaan Jodha. Semua perselisihan di singkirkan dulu demi Jodha. Surya mengajak Jalal mengunjungi berbagai tempat yang tidak pernah di bayangkan Jalal sebelumnya. Tempat para mafia India yang ada di Agra bermarkas. Tempat segala jenis kejahatan berpusat. Surya berpikir dan bertindak secara sistematis dan terencana. Meski dia tidak mengatakan secara detail pada Jalal apa yanga ada dalam pikirannya, Jalal sedikit banyak dapat menebak dan mendukung segala tindakannya. Jalal tahu, demi Jodha, Surya pasti akan melakukan apapun juga untuk membantunya.
Sementara itu setelah di masukan ke dalam van secara paksa, Jodha berusaha menuruti apa saja yang di minta penculiknya. Semua dia lakukan demi bayi dalam kandungannya. Yang ada dalam pikiran Jodha adalah bagaimana dia tetap selamat dan tidak terluka. Melihat Jodha yang tidak membuat ulah dan cenderung menurut serta melakukan apa yang di suruh mereka, salah satu penculik merasa iba. Apalagi saat si penculik melihat perut besar Jodha. Dia menjadi protektif pada Jodha. Ketika teman-temannya, hendak menganggu Jodha, pria tinggi besar yang sepertinya memimpin penculikan itu melarangnya. Teman penculinya dengan tatapan penuh nafsu berkata, “apa salahnya kalau kita nikmati dulu dia Raja? Kalau bos Sharif sampai melihatnya, kita tidak akan mendapat apa-apa.” Yang di panggil Raja sambil melotot memperingatkan, “jangan berani coba-coba, Mitu. Apa kau tidak lihat kalau dia sedang hamil?” Penculik lain melirik Jodha dengan genit dan mendukung Mitu, “benar apa kata Mitu. Apa bedanya dia hamil atau tidak, dia tetap wanita. Dia akan memuskan nafsu kita. Aku tidak pernah membayangkan bisa tidur dengan wanita secantik dia. Coba lihat kulitnya…. “ penculik itu menyentuh kulit lengan Jodha, Jodha segera menepisnya, si penculik menyerigai penuh nafsu, “kulitnya.. lembut sekali.” Melihat Jodha menepis tangan temannya, sambil tertawa Mitu ikut-ikut menyentuh lengan Jodha dan hendak mengelusnya, tapi Raja yang duduk di samping Jodha mencekal tangan Mitu dengan pandangan mengancam. Dia tatap seperti itu Mitu menjadi keder dan menghentikan niatnya. Raja dengan tegas memberi perintah pada temannya yang duduk di belakang kemudi, “kita langsung ke tempat bos Sharif, setelah mendapatkan bayaran tugas kita selesai dan kita kembali ke rumah masing-masing. Jangan berpikiran yang tidak-tidak. Menganiaya wanita hamil, akan membuat hidup kita celaka dan keluarga kita terkena karma. Ingat itu! Jadi jaga mata dan nafsu kalian.!”
Mendengar kata-kata Raja, Jodha merasa ada harapan untuk dirinya. Sepertinya Raja memiliki hati yang baik. Dengan menahan rasa takut, Jodha berusaha bertanya dengan lembut, “kalau kau tahu berbuat jahat itu dosa, kenapa kalian melakukannya?” Mitu menjawab, “kenapa lagi selain demi uang, wanita. Ada banyak mulut yang harus aku beri makan. Sementara aku tidak punya pekerjaan…” Jodha menatap Raja dengan rasa ingin tahu. Raja menganguk, “itu benar. Kami melakukan ini demi uang.” Jodha dengan penuh harap berkata cepat, “suamiku punya banyak uang. Kalau kalian antarkan aku padanya, aku akan memberi kalian uang sebanyak yang di berikan oleh bos kalian.” Mitu dan temannya terlihat tertarik. Dia bertanya pada Jodha dengan penasaran, “berapa yang bisa kau berikan, wanita? 100 cror?” Jodha mengangguk. Mitu tertarik dan menatap Raja sambil mengedipkan matanya. Raja tersenyum tipis dan menggeleng, “tidak! Kita bekerja atas dasar saling percaya. Jangan coba mengkhianati klienmu, Mitu. Kelak tidak akan ada orang yang mau menggunakan jasamu.” Raja menoleh pada Jodha, “tidak semua hal bisa di nilai dengan uang, nyonya. Kesetiaan dan tanggung jawab tidak bisa di beli. Kami akan mengantarmu pada orang yang mempekerjakan kami. Setelah itu, kami tidak ada hubungan apa-apa lagi denganmu.” Jodha dengan wajah memelas bertanya, “aku tidak kenal dengan orang yang mengupahmu, kenapa dia ingin menculikku?” Raja menggeleng, “kami hanya bertugas menculik, tidak tahu apa alasan di sebaliknya. Kau bisa langsung tanyakan padanya nanti.”
Sampai di sebuah rumah yang terpencil dipinggir kota, Raja menyuruh sopir menghentikan mobilnya. Raja membuka pintu dan berkata, “Mitu kau ikut aku, yang lain menunggu di sini. Jangan di matikan mesinnya. Kami akan cepat saja. ~Raja menatap Jodha dengan sedikit rasa iba~ Nyonya, turunlah.. kita sudah sampai.” Jodha terlihat enggan bergerak, dengan tegas raja kembali berkata, “aku tidak ingin berbuat kasar padamu. Jadi kumohon, turutilah kata-kataku.” Jodha akhirnya dengan terpaksa menurut.
Raja membawa Jodha ke sebuah ruangan dalam rumahbesar itu. Dalam ruangan itu, ada seorang pria yang sedang duduk setengah berbaring di sofa, di temani oleh beberapa wanita. Melihat kedatangan Raja, pria itu membuka matanya dengan malas. Tapi saat melihat Jodha, malasnya segera hilang. Dengan cepat dia bangkit dan berjalan menghampiri Jodha. Raja memanggil pria itu dengan sebutan Sharifuddin.
“Oh ini istri tercintanya Jalaluddin Muhammad? Cantik sekali….! Wah kau sedang hamil? Sayang sekali. Aku akan meminta bayaran dobel untuk melenyapkan 2 dua nyawa. Tapi sebelum itu aku ingin bersenang-senang denganmu!” Sharif hendak menyentuh tubuh Jodha tapi Raja mencegahnya, “berikan dulu uang kami, Bos. Setelah itu kau bisa melakukan apapun yang kau mau.” Sharif tertawa dan bertepuk tangan. Seorang gadis mendekat sambil membawa sebuah kantong plastik hitam. Raja mengambil kamtong plastik itu, melihat isinya lalu mengangguk, “sesuai dengan kesepakatan. Ambilah pesananmu. Kami akan pergi…” Sharif hanya tertawa. Raja membalikan badan hendak pergi tapi dia menyempatkan diri melirik Jodha yang terlihat takut dan tak berdaya. Raja merasa iba tapi tak tahu harus berbuat apa. Dengan menguatkan hati dia melangkah pergi di ikuti Mitu. Tapi di depan pintu, dia berbalik dan menghampiri Jodha. Dia mengambil tas Jodha dengan paksa. Jodha tak ada pilihan lain selain membiarkan raja membawa pergi tasnya. Hilang sudah harapannya. Dalam tas itu ada ponsel dan sebagainya. Sebelum pergi, pada Sharif raja berkata, “kau akan melenyapkan dia kan? Kurasa dia tak akan mebutuhkan ini. Adik ku ulang tahun, tas ini sepertinya sangat mahal. Kuharap kau tak keberatan!” Sharif mengangguk dan melambaikan tangan menyuruh Raja pergi.
Setelah Raja pergi, Sharif segera mendekati Jodha. Baru saja Sharif akan mengulurkan tanganya untuk menjamah Jodha ketika terdengar suara seorang wanita membentaknya, “jaga kelakuanmu, Sharif!” Jodha menoleh ke arah suara itu. Alangkah terkejutnya dia saat melihat Ruqaiya menuruni tangga dan dengan gemulai melangkah kearahnya, “apa kabar Jodha? Lama tidak bertemu.. ~Ruq menatap perut Jodha, lalu menatap perutnya sendiri yang datar~ wah… kau sedang hamil rupanya.”
“Jadi kau yang melakukan semua ini Ruq? Kenapa? ~Jodha menatap perut Ruq yang datar, Jodha langsung terpikir kalau Ruq pasti telah mengugurkan bayinya dan kini menyalahkan dirinya dan Jalal~ Kau telah mengugurkan bayimu?” Ruq tertawa licik, “apa maksudmu? Bayi yang mana?” Jodha dengan heran bertanya, “bukankah kau sedang hamil? Karena itu kau ingin menikah dengan Jalal, agar anakmu punya ayah?” Ruq memperkeras tertawanya, “oh… jadi itu yang kau pikirkan? Kau salah! Aku ingin menikahi Jalal karena aku mencintainya. Karena aku ingin menjadi istrinya. Aku hanya pura-pura hamil untuk memaksanya menikahiku. Tapi sayang, kau mengagalkan semua rencanaku. Karena itu aku harus melenyapkan mu.. dan bayimu! Setelah itu… Jalal akan menjadi milikku! Aku akan membiarkanmu hidup sampai malam ini, besok pagi setelah aku sampai di delhi, aku akan memastikan orang-orang menemukan mayatmu yang tenggelam di sungai Yamuna.”
Lalu kata Ruq pada Sharif, “aku ingin kau mengurungnya di dalam kamar. Jangan habisi sebelum aku sampai di delhi. Aku membutuhkan alibi.” Sharif tertawa, “apapun yang kau inginkan, Ruq. Yang penting aku punya kesempatan membalas dendam pada Jalal. Akan ku bunuh anaknya yang belum lahir sekaligus istrinya. Sehingga dia akan merana dan putus asa. Aku ingin dia merasakan apa yang kurasakan saat aku ada dalam penjara.”
Sharif menyuruh seorang wanita berbadan kekar mengurung Jodha di kamar. Kamar itu terlihat rapi dan bersih. Jodha walaupun tidak merasa tenang tapi cukup merasa nyaman. Jodha merasa sangat putus asa tapi dalam hati dia tidak berhenti berdoa. Dia terus dia berdiri keliling ruangan, memeriksa jendela, kalau –kalau ada cela yang bisa dia gunakan untuk melarikan diri dari sana. Tak tahu harus bagaimana lagi, Jodha akhirnya terduduk di tepi tempat tidur sambil menangis. Sejak tadi, air matanya tidak keluar, tapi kini setelah berada dalam ruangan seorang diri, memikirkan apa yang akan terjadi padanya nanti, Jodha menangis sejadi-jadinya untuk meluahkan semua kesedihan yang mengunpal dalam dada. Kesedihan itu bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk bayi yang ada dalam kandungannya dan untuk suaminya, Jalal. Yang pasti akan sangat merana kalau Ruqaiya berhasil menjalankan rencananya. Letih menangis, Jodha tertidur.
Jodha tersentak bangun ketika dia mendengar pintu kamarnya di dobrak dengan kasar. Dengan panik Jodha bergegas bangkit dan berlari ke sudut ruangan. Belum juga sampai di sudut, pintu kamar terbuka. Seseorang berlari menghambur kearah Jodha dan memeluknya dari belakang. Dengan sekuat tenaga Jodha menepiskan tangan itu dan mendorong orang itu hingga jatuh. Terndegar suara mengaduh yang sangat di kenal Jodha. Jodha menoleh dan menajamkan pandanganya untuk melihat siapa yang tersungkur di lantai. Jalal sambil meringis kesakitan berusaha berdiri. Melihat itu Jodha kaget bercampur bahagia. Dia segera membantu Jalal berdiri lalu menghambur dalam pelukannya. Jalal membalas pelukan Jodha dengan perasaan lega. Airmata kembali menetes di pipi Jodha… Takdir bag 58