Bila Saatnya Tiba bag 44 by Sally Diandra. Malam itu Maham Anga memaksa Nigar untuk melakukan sesuatu seperti yang diperintahkannya “Bibi, aku aku tidak bisa, bibi … Aku sudah merasa nyaman disini, aku tidak mau menyakiti mereka, mereka adalah keluargaku sekarang …. “ bibi Maham Anga nampak tidak suka dengan ucapan Nigar “Kamu tidak bisa lepas begitu saja, Nigar ! Kamu harus melakukan semuanya !” ,”Aku belum siap, bibi ! Dan lagi saat ini kak Jodha sedang hamil besar, aku kasihan padanya, aku nggak mau gara gara aku, bayi dalam kandungan kak Jodha dan juga kak Jodha sendiri kenapa kenapa, dia sudah begitu baik sama aku, bibi … Aku belum bisa melakukan semua ini”, “Nigar !” tepat pada saat itu Shivani memanggilnya dan datang menghampiri mereka “Nigar, kenapa kamu lama sekali ?”, “Iya, aku sudah selesai, kok … Selamat malam, bibi” dengan perasaan takut Nigar bergegas meninggalkan bibi Maham Anga yang kesal terhadapnya sambil menahan amarahnya.
Keesokan harinya, pagi itu Jalal harus berangkat pagi pagi karena pagi ini ada meeting yang harus segera dia hadiri, setelah selesai menikmati sarapan pagi dengan tertatih tatih Jodha berupaya mengantar Jalal sampai ke tempat parkir “Semuanya sudah dibawa sayang ? Nggak ada yang kelupaan kan ?” Jodha berusaha mengingatkan Jalal tentang apa apa saja yang harus dibawa Jalal pagi itu “Semuanya sudah beres, aku berangkat dulu yaa …” Jodha menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, kemudian Jalal mengusap usap perut Jodha yang semakin membuncit dan menciumnya pelan “Jaga ibu baik baik yaa … Kalian tidak boleh nakal” Jalal berbicara dengan anak anaknya yang ada didalam perut Jodha sambil menundukkan badannya, sementara Jodha membelai rambut merah Jalal yang sedikit gondrong dengan lembut, setelah Jalal sudah berdiri kembali Jodha segera meraih tangan Jalal dan menciumnya lembut dan Jalal mencium kening Jodha “Nanti siang aku kerumah sakit, mau priksa … Kamu bisa datang ?” Jalal menatap Jodha sedih “Aku usahakan sayang … Mudah mudahan meetingnya nanti cepat selesai, lalu siapa nanti yang akan menemanimu ?”, “Mungkin ibu atau Sukaniya, mereka kan masih disini”, “Kalau begitu hati hati ya, nanti aku telfon” Jodha hanya bisa mengangguk lemah “Aku berangkat dulu yaaa … ” ujar Jalal sambil masuk ke dalam mobil Jaguar hitamnya kemudian melesat meninggalkan rumah mereka.
Siang harinya ketika Jodha sedang menunggu gilirannya untuk periksa oleh dokter Salima dirumah sakit, tiba tiba ponselnya berdering “Ini pasti ayahmu yang menelfon sayang” ujar Jodha sambil mengelus elus perutnya namun ketika dilihatnya nama yang tertera di ponselnya bukan nama Jalal akan tetapi nama Suryaban yang ada disana “Selamat siang, Jodha … Apa kabar ?” terdengar suara Suryaban di ujung sana, “Aku baik baik saja, Suryaban … Untung saja kamu nelfon, aku udah bete dari tadi” terdengar suara Suryaban tertawa kecil “Memangnya kamu ada dimana sekarang ? Kok bisa bete ?”, “Kamu tau ? Aku lagi ada dirumah sakit diantara ibu ibu hamil lainnya yang sedang mengantri giliran untuk diperiksa, hhhhh …. Menunggu itu memang membosankan” Suryaban masih tertawa mendengar suara Jodha yang tiba tiba menggerutu “Kamu dirumah sakit mana ?”, “Aku dirumah sakit Budi Mulya, rasanya pengin angkat kaki dari sini tapi sebenarnya tinggal beberapa nomer lagi sih”, “Apa suamimu ikut ngantar ?”, “Nggak … dia lagi ada meeting, rupanya sampai siang ini meetingnya belum selesai, ooh Suryaban maaf … kelihatannya aku sudah dipanggil, udahan dulu yaaa” Jodha segera mematikan ponselnya dan bergegas mengikuti Sukaniya yang mengantarnya siang itu. Ketika selesai diperiksa oleh dokter Salima, Jodha bergegas meninggalkan rumah sakit bareng Sukaniya, adiknya, “Jodha !” Jodha dan Sukaniya segera menoleh kearah suara yang memanggil namanya “Suryaban …. kamu disini rupanya, siapa yang sakit ?”, “Nggak ada yang sakit, aku sengaja kesini untuk menemui kamu, kamu mau pulang kan ?” Jodha segera mengangguk “Bagaimana kalau aku antar kamu pulang ? Kebetulan aku bawa mobil”, “Kamu ini … Baiklah lagian kami juga sedang menunggu taksi” Suryaban tersenyum senang mendengar jawaban Jodha “Tapi bagaimana kalau kita makan siang dulu, ? Kamu mau kan ?” Jodha melirik kearah Sukaniya “Bagaimana Sukaniya ?”, “Aku terserah kak Jodha saja, kalau kak Jodha mau, aku juga mau” kali ini Suryaban tersenyum kearah Sukaniya “Bagaimana, Jodha ?”, “Baiklah …. “ Suryaban langsung mengajak Jodha dan Sukaniya menuju ke mobil Suryaban dan secepat kilat Suryaban meluncurkan mobilnya kearah restaurant favoritenya, begitu mereka selesai memesan makanan pilihan mereka masing masing, tiba tiba ponsel Jodha berdering, saat itu Jodha tidak begitu memperhatikan dering telfon tersebut, Jodha nampak asyik ngobrol dengan Suryaban “Kak Jodha, ponselmu bunyi” Sukaniya segera menyadarkan Jodha yang sedari tadi mengabaikan dering ponselnya “Oh iya … Aku baru dengar ada telfon” ketika dilihatnya nama yang tertera di ponselnya tersebut, ternyata ada nama Jalal disana “Sayang, kamu dimana ? Kenapa nggak diangkat dari tadi ? Kamu nggak papa kan ?” diujung sana suara Jalal terdengar cemas memikirkan Jodha “Aku nggak papa, sayang … Aku baik baik saja, maaf tadi nggak dengar ada telfon” Jodha segera bergeser dari tempat duduknya, kemudian keluar dari gazebo yang ditempatinya dan melangkah menjauh dari Suryaban dan Sukaniya “Memangnya kamu sedang dimana sekarang ?” suara Jalal terdengar semakin cemas “Aku sedang makan siang di restaurant Puang Ocha Seafood, Suryaban mengajak aku makan siang disini”, “Suryaban ?” kali ini terdengar ada nada cemburu disuara Jalal “Iya, sayang … Oh iya maafkan aku, aku lupa memberitahumu kalau Suryaban mengajak kami makan siang disini, aku kira kamu masih sibuk meeting, sampai lewat jam makan siangpun kamu belum menelfonku, maaf yaa …”, “Dia menemuimu dirumah sakit ?”, “Iyaaa … Kamu tidak apa apa kan ?” sesaat mereka terdiam dengan pikiran mereka masing masing “Mudah mudahan Jalal tidak marah karena Suryaban mengajakku makan siang” bathin Jodha dalam hati “Apakah Suryaban mencoba mendekati Jodha lagi, aaah tidak tidak … Kamu jangan berpikiran yang macam macam Jalal, mereka hanya sekedar makan siang dan lagi ini adalah pertemuan mereka yang pertama kali setelah beberapa bulan mereka tidak bertemu” ujar Jalal dalam hati “Sayang, kalau makan siangnya sudah selesai, langsung pulang yaaa … Nggak usah mampir mampir kemana mana lagi, okay ?”, “Iya, sayang … Sampai ketemu nantinya”, “Okee … I love u” Jalal mengakhiri percakapannya ditelfon, “I love u too …” kemudian Jodha mematikan ponselnya dan kembali ke tempat duduknya, menikmati makan siangnya bersama Suryaban dan Sukaniya.
Sekitar pukul lima sore, ketika Jodha sedang menikmati pijatan dipunggungnya, tiba tiba Jalal masuk kedalam kamar, dilihatnya Jodha sedang dipijat oleh Shamshad pelayan Jodha, selama Jodha hamil. “Sayang, kamu sudah pulang ? Bagaimana meetingnya ?”, “Baik, semuanya berjalan lancar, aku mandi dulu yaa …” Jodha langsung menganggukkan kepalanya, ketika Jalal sudah selesai mandi, kali ini dilihatnya Shamshad sedang memijat kaki Jodha yang bengkak, sementara Jodha duduk selonjor bersandar disandaran tempat tidur “Biar aku yang memijatnya, kamu istirahat dulu” tiba tiba Jalal menyuruh Shamshad pergi “Tapi kamu kan juga baru pulang, sayang … Kamu juga capek kan ?”, “Aku nggak papa, begitu lihat kamu capekku langsung hilang” Jalal langsung duduk didekat kaki Jodha, sementara Shamshad sudah bergegas hendak meninggalkan mereka berdua “Shamshad, tolong bikinin teh panas yaa buat tuan”, “Baik ibu … Saya permisi dulu” begitu Shamshad pergi meninggalkan mereka berdua, Jalal langsung mengambil beras kencur dari dalam mangkok dan membalurkannya dikaki Jodha sambil memijatnya perlahan “Bagaimana makan siangmu tadi ?” Jodha tersenyum memandangi suaminya yang bertanya sambil tertunduk “Baik, aku makan siangnya banyak tadi, anak kembarmu ini pada kelaparan rupanya” Jalal langsung memandangi Jodha dengan tatapan memelas “Aku minta maaf yaa …”, “Minta maaf buat apa sayang ?”, “Akhir akhir ini aku jarang menemani kamu, aku terlalu sibuk dengan proyek proyekku, sampai sampai aku kurang perhatian ke kamu padahal kamu sedang hamil besar seperti ini” Jalal masih terus memijat kaki Jodha, Jodha merasa nyaman dengan pijatan Jalal “Aku tahu, aku bisa mengerti sayang … Aku nggak minta lebih darimu” Jodha berusaha meyakinkan suaminya “Tapi aku harus memberimu lebih, apalagi bulan depan adalah pesta pernikahan kita yang pertama” Jodha tersenyum sambil sedikit melamun, Jodha teringat ketika dulu ketika mereka baru saja menikah “Setelah satu tahun kita menikah, aku minta cerai !” Jalal heran melihat Jodha yang lagi senyum senyum sendiri “Kenapa kamu senyum senyum seperti itu ?” Jalal bertanya penuh selidik, Jodha tersadar ketika mendengar pertanyaan Jalal “Sayang, aku teringat 1 tahun yang lalu, ketika kita baru saja menikah, kamu ingat ?” Jalal tersenyum memandang Jodha “Mana bisa aku lupa ?” Jalal langsung mendekati Jodha kemudian membelai rambutnya “Ucapanmu malam itu, bagaikan sebilah pedang yang menusuk tepat ke jantungku” Jodha segera memeluk Jalal erat kemudian diciumnya pipi Jalal lembut “Aku minta maaf, telah menyakitimu saat itu” wajah mereka begitu dekat hingga kedua kening mereka saling menyentuh satu sama lain “Aku sudah memaafkannya, tapi kamu tahu … Saat itu aku sangat yakin bahwa kamu tidak akan jauh dari aku, aku sangat yakin bahwa kamu tidak akan meninggalkan diriku meskipun kamu begitu membenci aku”, “Aku malu kalau mengingat semua kejadian itu, sayang …”, lama mereka terdiam tiba tiba entah siapa yang memulai tau tau mereka sudah menikmati sensasi bibir mereka berdua yang selalu hangat bila bersatu “Aku bisa mengerti bagaimana perasaanmu saat itu, lalu bagaimana dengan surat perjanjian pra nikah kita ?” ujar Jalal setelah melepaskan ciuman mautnya, Jodha langsung teringat dengan surat bersegel tersebut “Coba kamu ambil didalam laci meja itu”
Jalal segera membuka laci tersebut dan mengambil surat perjanjian pernikahan mereka yang Jodha simpan dalam sebuah map khusus lalu diberikannya map itu ke Jodha “Mau kamu apakan ?”, “Mau aku bakar, surat ini sudah tidak berguna lagi kan buat kita” Jalal menggelengkan kepalanya “Jangan, sayang … Ini sejarah kita berdua, mulai dari sinilah hubungan kita terbina, biarkan jadi kenangan, biar kita bisa mentertawakan diri kita sendiri begitu mengenang kenangan kita dulu” Jodha tersenyum sambil memandangi suaminya penuh cinta. “Oh iya, jangan lupa bulan depan, kamu harus menyiapkan hadiah untukku dipesta pernikahan kita nanti, karena aku sudah menyiapkan hadiah yang sangat spesial buat kamu”, “Oh yaaa ? Apa itu ?” Jalal kembali mendekatkan keningnya menyentuh kening Jodha “Itu rahasia sayang tapi aku yakin kamu pasti akan menyukainya” sesaat kemudian kembali mereka terlena oleh dewi Amor yang memberikan mereka sejuta cinta yang menghangatkan tubuh mereka saat itu. … Bila Saatnya Tiba bag 45 by Sally Diandra.