Bila Saatnya Tiba bag 47 by Sally Diandra. Satu minggu kemudian, setelah Jalal merasa kondisi Jodha dan anak anaknya baik, Jalal memutuskan untuk pulang ke Jakarta untuk kembali mengurus perusahaannya, sementara Jodha masih tetap harus bertahan dipulau Maluk hingga 2 bulan kedepan demi kondisi kesehatan kedua anaknya yang lahir prematur, Jodha bertahan dipulau Maluk bersama ibu Hamida, ibu Meinawati, Bhaksi, Sukaniya dan Shamshad sedangkan Jalal pulang ke Jakarta bersama Todar Mal dan Mirza. Pagi itu ketika Jalal sedang bersiap siap untuk pulang, tiba tiba Shagnui Bai, dukun beranak yang menolong Jodha melahirkan berbisik ke arah Jodha “Sebaiknya suamimu jangan pulang sekarang, nyonya” saat itu Shagnui Bai sedang memandikan si kembar Hussain dan Aram “Memangnya kenapa, bu ?”, “Ada masalah yang akan dia hadapi disana”, “Maksudmu ?” Jodha semakin penasaran dengan ucapan Shagnui Bai “Aku tidak bisa mengatakannya, nyonya … Tapi yang pasti suamimu itu sedang dalam bahaya” tepat pada saat itu Jalal memasuki kamar untuk berpamitan pada Jodha dan kedua anaknya “Sayang, semuanya sudah siap … Aku berangkat dulu ya” Jodha langsung menggeret lengan Jalal menepi kearah jendela “Sayang, bisakah kamu tunda dulu kepulanganmu ?” Jodha terpengaruh ucapan Shagnui Bai “Kenapa ? Aku sudah satu minggu lebih disini, Jodha … Aku harus pulang untuk mengurus beberapa proyekku, ooh … Aku tau, aku janji aku pasti akan menemui kamu lagi minggu depan, I swear”, “Bukan itu masalahnya, Jalal … tapi tadi ibu Shagnui Bai bilang bahwa kamu sedang dalam bahaya jadi lebih baik kamu jangan pulang sekarang” Jalal tersenyum sambil memainkan matanya dengan jenaka “Kamu percaya dengan hal yang begituan ? C’mon … Jodha”, “Iyaa … Aku maunya juga nggak percaya, tapi kayaknya ibu itu serius banget, sayang”
Jalal tersenyum sambil melirik kearah Shagnui Bai yang sedang mengenakan baju ke si kembar “Sudahlah … Percaya saja, tidak akan terjadi apa apa padaku, setelah aku sampai nanti, aku pasti akan mengabari kamu atau kalau perlu setiap jam aku akan melaporkan setiap perkembangan kondisiku, bagaimana ?” Jalal mencoba menggoda Jodha, Jodha memukul dada Jalal, Jalal pura pura mengaduh kesakitan “Kalau pukulan yang satu ini benar benar berbahaya dan mematikan buatku, Jodha … Aku tidak tahan oooh sakit sekaliiii” Jodha langsung memeluk Jalal erat “Kamu ini ! Sukanya mengejek” Jalalpun membalas pelukan Jodha sambil berbisik “Kamu nggak malu ada mereka ?” Jodha segera melonggarkan pelukannya dan melirik kearah Shagnui Bai dan Shamshad yang tersenyum senyum melihat kearah mereka berdua “Aku berangkat yaa … Nanti aku pasti akan terus menghubungi kamu, okay ?” Jodha menganggukkan kepalanya kemudian mencium tangan Jalal dengan lembut “Hati hati dijalan yaaa … Aku dan anak anakmu menunggumu disini”, “Tentu nyonya Jalal !” Jalal mencium kening Jodha lalu menggandeng lengan Jodha menuju ke anak anak mereka yang sedang di gendong oleh Shamshad dan Shagnui Bai “Mari sini, aku ingin menggendong kedua anakku”
Shagnui Bai dan Shamshad memberikan si kembar ke Jalal, Jalal menggendong si kembar ditangan kanan dan kirinya, Jalal terlihat bahagia sekali memandangi wajah polos kedua malaikat kecilnya itu, lalu diciumnya satu per satu anak anaknya dan diberikannya kembali ke Shagnui Bai dan Shamshad “Jaga dan rawat mereka baik baik yaaa … Aku berangkat dulu” Jalal segera meninggalkan si kembar dan berjalan keluar, sementara Jodha mengekor dibelakang Jalal mengantarnya hingga ke mini bis yang disupiri oleh Tansen, setelah berpamitan dengan ibu dan ibu mertuanya, Jalal dan kedua temannya segera masuk kedalam mini bis, tak berapa lama kemudian mini bis mereka melaju dan menghilang diujung jalan.
Sementara itu dirumah Jalal, bibi Maham Anga yang sudah mendengar kepulangan Jalal ke Jakarta tanpa diikuti oleh anggota keluarga yang lain langsung mencegat Nigar yang sore itu baru pulang dari kampus “Nigar ! Saat ini adalah saat yang tepat buat kamu melancarkan misi kita ! Jangan bilang kamu lupa apa misi kita dirumah ini !” Nigar langsung menggigil ketakutan begitu bibi Maham Anga mencekal tangannya, tiba tiba handphonenya berdering “Bibi, aku jawab telfon dulu yaa” bibi Maham Anga mengangguk “Cepat !” ketika Nigar mengambil ponselnya dari dalam tasnya ternyata bukan dering telfon melainkan alarm yang biasanya Nigar set untuk membangunkan tidur siangnya, kesempatan ini Nigar manfaatkan dengan mengklik tombol record diponselnya, Nigar merasa perlu melakukan hal ini, siapa tau rekamannya ini bisa dia manfaatkan nanti karena bagaimanapun juga dari lubuk hatinya yang paling dalam Nigar tidak setuju dengan rencana bibi Maham Anga, kemudian ditaruhnya ponsel itu disaku bajunya “Ternyata cuma miskol, bibi” bibi Maham Anga melirik kearahnya dengan penuh selidik “Sampai mana kita tadi ?” ujar bibi Maham Anga sambil menghembuskan asap rokoknya “Oh iya, aku ingat … apakah kamu tidak ingin mendapatkan semua kemewahan ini, Nigar ! Kamu bisa menguasai semuanya kalau kamu bisa menjebloskan Jalal ke penjara ! Saat ini rumah sepi, tidak ada siapapun dirumah ini ! Yang ada hanya kamu, Jalal dan aku ! Sempurna kan ?” bibi Maham Anga tertawa terbahak bahak sambil menghisap dan menghebuskan asap rokoknya “Tuhan, memang adil pada kita, Nigar ! Ini memang kesempatan yang diberikan untuk kamu ! Kamu harus bisa memanfaatkan kesempatan yang baik ini untuk mengambil semuanya !” Nigar hanya bisa diam mendengarkan ucapan bibi Maham Anga dengan perasaan was was dan takut.
“Saat ini, Jodha juga sudah melahirkan jadi kita tidak boleh menunda waktu kita, Nigar !”, “Tapi, bibi … “ Nigar merasa dadanya menjadi sesak “Tapi apa !” bibi Maham Anga langsung membentak Nigar dengan lantang “Kamu tinggal melaksanakan seperti yang aku katakan, kamu tinggal mencampuri minumannya dengan serbuk ini, maka dia akan bergairah begitu melihat kamu, apalagi saat ini dia sedang jauh dari istrinya apalagi istrinya juga baru melahirkan, maka sempurnalah semua pekerjaan kita”, “Tapi bagaimana kalau dia benar benar memperkosa aku, bibi ? Serbuk itu sangat berbahaya sekali … Aku tidak mau bibi, aku tidak mau !” Nigar berusaha berlari namun bibi Maham Anga semakin mencekram lengan Nigar “Jangan macam macam kamu, Nigar ! Jangan sampai kamu menggagalkan semua rencana kita ! Kamu pikir kamu bisa tinggal dirumah mewah ini karena siapa ? Itu semua karena aku ! Kamu tidak akan bisa mendapatkan semuanya kalau bukan karena bantuanku ! Jangan sampai kamu jadi kacang yang lupa pada kulitnya ! Kamu mengenal aku terlebih dulu sebelum keluargamu yang baru ini !” Nigar hanya diam saja sambil menahan sakit didadanya, setiap Nigar merasa was was dan gelisah, dadanya terasa sesak dan lehernya serasa tercekik, penyakit asmanya kambuh kembali, Nigar langsung membuka tasnya dan dicari carinya obat semprot yang biasa dibawanya, setelah didapatnya obat tersebut, Nigar segera menyemprotkan obat tersebut ke mulutnya.
Bibi Maham Anga tersenyum sinis melihat ulah Nigar sambil menghembuskan asap rokoknya “Kalau kamu tidak ingin kehabisan nafasmu, kamu harus mengerjakan rencana kita, Nigar … Kalau tidak kamu bisa seperti ibumu”, “Ada apa dengan ibu ?” bibi Maham Anga tertawa terbahak bahak “Apakah kamu tidak tahu kalau ibumu itu juga kehabisan nafas sama seperti kamu” sesaat bibi Maham Anga terdiam sambil menatap Nigar dengan sorotan matanya yang tajam dan mematikan “Ketika dia tahu tentang rencanaku ini, ibumu itu tidak tahu diuntung, Nigar” bibi Maham Anga kembali menghembuskan asap rokoknya “Ketika aku tawarkan kemewahan yang tiada tara ini, ibumu itu malah sok suci menolaknya padahal dia tahu seberapa banyak kekayaan mantan suaminya itu yang sekarang menjadi milik Jalal, ibumu itu berlagak tidak butuh, tidak bisa diajak bekerja sama, oleh karena itulah … Lebih baik dia tidak usah bernafas saja” Nigar terkejut mendengar pengakuan bibi Maham Anga “Jadi … Jadi … Jadi bibi membunuh ibuku ?” bibi Maham Anga tertawa terbahak bahak “Aku tidak membunuh ibumu, Nigar … Ibumu kehabisan nafas sendiri, dia tidak bisa menemukan obat semprotnya, karena kamu tahu … Obat semprotnya itu sudah aku buang” kembali bibi Maham Anga tertawa terbahak bahak “Bibi jahat ! Bibi kejam ! Jadi ternyata bibi membunuh ibuku !”, “Oleh karena itu, ingatah Nigar … Kamu harus melaksanakan tugasmu itu kalau tidak kamu bisa seperti ibumu, kamu tidak mau kan sayang ?” Nigar bergidik ketakutan, Nigar tidak menyangka kalau bibi Maham Anga ternyata tega membunuh ibunya.
Tepat pada saat itu, suara deru mesin mobil nampak terdengar memasuki garasi mobil rumah Jalal, bibi Maham Anga yakin kalau yang datang itu adalah Jalal “Nigar, Jalal sudah datang… Bersikaplah seperti biasa, kamu tidak boleh terlihat gelisah dan bingung, ayooo tersenyumlah” bibi Maham Anga menarik kedua pipi Nigar dengan kedua tangannya hingga membentuk sebuah garis lengkung “Nah, gitu … Smile”, “Selamat sore, bibi …” Jalal tiba tiba sudah berada dibelakang mereka “Oooh Jalal sayang … Apa kabar ? Bagaimana kabar Jodha dan anak anakmu ?” Jalal tersenyum namun sedikit curiga ketika melihat gesture tubuh Nigar yang aneh “Jodha dan anak anak baik baik saja, bibi … Bagaimana keadaan rumah ? Baik semua ? Nigar kamu baik baik saja ?” bibi Maham Anga langsung sadar kalau Nigar masih sedikit gelisah “Nigar baik baik saja, Jalal … Bukan begitu Nigar ?” Nigar hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya “Lebih baik kamu istirahat dulu, Jalal … Kamu baru saja menempuh perjalanan jauh kan, nanti kita bisa ngobrol ngobrol lagi, bagaimana ?” Jalal mengangguk “Baiklah … Aku keatas dulu, bibi” bibi Maham Anga langsung memberikan senyumnya yang paling indah ke Jalal… Bila Saatnya Tiba bag 48 by Sally Diandra.