Sinopsis Jodha Akbar episode 292 by Meysha Lestari. Adham berteriak dengan geram, “ibu, jangan memohon padanya. Hari ini aku takkan mengampuninya. Aku akan membunuhnya!” Adham menarik keluar pedang dari sarungnya. Melihat itu, para menteri serentak mengepung Adham dengan pedang terhunus. Lalu kejadian itu memudar yang nampak hanya Maham anga yang terlihat sangat ketakutan. Ternyata kejdian Adham menghununs pedang hanya da dalam bayangan Maham.
Terdengar suara Jalal bertanya, “Mengapa kau diam? Katakan, siapa yang memberitahumu kalau aku menawan Ratu Chand?” Mendengar itu wajah maham sudah pucat dan panik. Airmata sudah mengantung di kelopak matanya. Nigaar menyahut, “aku diberitahu oleh musuhmu. Mereka telah meracuni pikiranku. Mereka bilang kau melakukan itu, aku bodoh karena sudah percaya pada mereka. Sekarang aku tahu itu tidak benar, tapi aku yakin ibuku masih di penjara. Aku yakin ada alasan tertentu mereka menawan ibuku.” Jodha dan para ratu menatap Nigaar dengan rasa prihatin. Maham terlihat lega mendengar Nigaar tidak menunjuk dirinya. Mendengar jawaban Nigaar, Jalal bertanya, “kau tahu letak tempat rahasia ini?” Nigaar menjawab, “aku mencoba melacak tempatnya, tapi aku tidak bisa menemukan rutenya. Yang Mulia, aku mohon, tolong selamatkan ibuku! Keadaannya sangat memprihatinkan.” Maham tersentum lici seperti biasa dan berukar pandang dengan Adham.
Jalal berdiri, menghampiri Nigar, dan mengelus kepalanya dengan lembut sambil berkata, “jangan khawatir, ibumu akan kembali. Dia akan mendapatkan semua yang menjadi haknya.” Lalu dengan kasih sayang seorang kakak, Jalal memeluk Nigaar.
Jalal dan Jodha sedang duduk di ranjang setengah berbaring miring. Jalal meyangga kepalanya dengan kepalan tangannya sedangkan Jodha sibuk memilin-milin rambutnya. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Tiba-tiba jalal tersenyum dan berkata, “kau benar, ternyata mimpi di pagi hari itu bisa jadi kenyataan. Aku pernah bermimpi kau akan menjadi ibu, dan ternyata benar.” Jodha tersenyum. Jalal menatap Jodha dengan kagum dan menggodanya, “ternyata kau bisa meramal masa depan, Ratu Jodha.” Jodha menyahut cepat, “tidak, aku tidak bs meramal masa depan.” Jalal mengejarnya, “berarti kau seorang pesulap.” Jodha menatap Jalal heran, “apa?” Jalal menjawab, “bukankah ini ajaib? Dulu kita tidak bisa bersama-sama dalam satu ruangan. Sekarang, berpisah sebentar saja kita tidak bisa.” Jodha mengehla nafas. Dia kemudian berbaring miring menghadap Jalal sambil meyanggah kepalanya dengan lengan, “Yang Mulia..” Jalal menyahut, “hmmm?” Jodha berkata, “seharusnya kau tidak menjadi raja, tapi menjadi penyair.” Sambil menatap Jodha Jalal menjawab, “itu sebabnya aku bilang kau seorang pesulap. Kau bisa mengubah raja menjadi penyair.” Jodha tersenyum. Tiba-tiba wajah Jodha terlihat aneh dan dia terbatu-batuk. Jalal langsung panik, “kenapa, Ratu Jodha? Kau baik-baik saja?” Jodha tak menyahut, dia menepuk-nepuk tenggorokannya. Melihat itu, Jalal berteriak memanggil moti menyuurhnya memanggil tabib. Tapi Jodha melarang. Jalal berteriak memanggil Moti,. Moti segera datang, Jalal menyuruhnya memanggil tabib. Namun Jodha melarang, “jangan Moti, tidak usah. Kau boleh pergi.” Moti menurut. Pada Jalal Jodha berkata, “Yang Mulia, jangan cemas. Keadaan seperti ini normal pada wanita hamil. Tenanglah” Jodha mengambil manisan mangga pemberian Hamida, “ibu memberikanku obat ini, aku akan lebih baik setelah memakannya.” Jodha mengeluarkan beberapa butir obat ke tangannya. Dia mengambil satu butir dan memakannya. Sambil bergidik Jodha berkata, “hmmm…pahit sekali!” Melihat kelakuan Jodha, Jalal tertawa. Jodha menegurnya, “menurutmu ini lucu?” Jalal terus saja tertawa. Tiba-tiba dengann cepat Jodha memasukan satu butir obat itu kedalam mulut Jalal. Setelah beberapa saat, Jalal dengan cepat memuntahkan obat itu ke tanganya, “hiiii… pahit sekali.” Sekarang giliran Jodha yang menertawakan kelakuan Jalal. Jalal membuang obat itu. “bagaimana kau bisa tahan, Ratu Jodha?” Jodha tak menyahut, dia hanya tertawa.
Keesokan paginya, Todar Mal dan Athgah Khan meninjau dapur penjara. Atgah bertanya, “siapa orang yg bertanggung jawab mengawasi makanan yg di bawa ke penjara?” Seorang pengawal menjawab, “aku, tuan.” Pada pengawal itu Todar Mal bertanya, “kapan dan bagaimana makanan itu di bawa ke penjara?” Orang itu menjawab, “kami mengirimnya di malam hari degan rute yg sama.” Atgah bertanya,”apa makanan itu pernah di kirim ke tempat lain?” Pengawal menjawab, “tidak pernah.” Tanpa buang waktu Todar Mal berkata, “baiklah, beritahu aku jika kau akan mengirim makanan.” Atgah menyambung, “aku juga ingin melihat rute nya. Pengawal mengangguk, “ya, tuan.” Atgah berkata, “baiklah, kau boleh pergi.” Ketika hanya berdua dengan Todar Mal, Atgah berkata, “ini mencurigakan, Todar Mal Sahab. Nigar bilang dia sembunyi di dalam tong saat dibawa ke tempat rahasia.” Todar Mal mengiyakan, “pelakunya pasti orang yg memliki jabatan. Sehingga bisa memindahkan makanan dari penjara.” Atgah penasaran, “siapa yg mmenkhianati kita? Kita belum menemukan petunjuk apapun yg mengarah pada pelakunya.” Dengan optiimis Todar Mal berkata, “kita akan segera menemukannya, kita akan berusaha.” Setelah berkata begitu, Todar mengajak Atgah pergi.
Maham memasuki kamarnya dengan panik. Dengan waspada, Maham melihat ke sekeliling. Setelah merasa aman, dia membuka kaca besar yang merupakan pintu dari sebuah kamar rahasia. Dengan sebuah obor di tangan, Maham masuk kekamar itu. Di lantai kamar itu, chand begum tertidur dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Melihat Maham, dengan susah payah Chand berusaha duduk dan bertanya, “apakah sudah pagi?” Maham menjawab, “belum waktunya bagimu, Ratu Chand, untuk mengetahui apakah ini sudah pagi atau belum. Berusahalah menginggatnya dan beritahu aku, jika tidak kau takkan lihat wajah anakmu sebelum kau mati.” Mendengar kata anak, Chand Begum kembali gelisah, “anakku? Dimana dia? Dimana kau menyembunyikan putriku?” Dengan kejam, maham menatap Chand begum yang terlihat kebingungan, “jika kau ingin melihat putrimu, maka kau harus…” Tiba-tiba terdegar langkah kaki mendekat. Maham dengan cemas berguman, “ya Allah. Siapa yang datang kesini?” Maham bergegas menyembunyikan diri. Tapi saat di lihatnya Adham Khan yang datang, Maham segera keluar dari persembunyiannya dan menegur Adham, “adham khan, apa yang kau lakukan disini?” Adham tanpa rasa bersalah menjawab, “aku mencari ibu di istana, tapi tidak ada. Jadi kupikir ibu pasti ada di sini. Ibu pasti kesini untuk menghibur diri. Suatu hari nanti, ibu akan menanggung akibatnya.” Maham dengan sewot menyahut, “omong kosong!” Adham membalasnya, “aku bicara yg sebenarnya. Aku melihat betapa pucatnya wajah ibu saat di ruang dewan. Ibu tahu jika Jalal tak akan berhenti sampai dia menemukan Ratu Chand. Pikiran dia sudah tidak waras, dia takkan bisa memberitahu orang lain kalau selama ini ibu sudah menawannya.” Maham menyahuti omongan Adham, “aku menahannya bukan untuk menghibur diriku, Adham Khan. Obat itu menyembuhkannya. Tak lama lagi dia akan memberitahuku, jadi usahaku tidak akan sia-sia.”
Adham dengan tidak sabar berkata, “keadaannya sangat parah, dia tak bisa apa-apa. Jika ada yg menemukannya, keadaan ibu juga akan dalam bahaya. Ibu harus melepaskannya. Ibu bermain api, itu bisa membahayakan ibu. Bagaimana jika Nigar mengatakan..” Maham dengan cepat memotong ucapan Adham, “sebelum kau melanjutkannya, aku ingin kau berfikir. Nigar tidak tahu kalau aku menawan ibunya.” Adham berkata, “Nigar bisa memberitahu Jalal. pikirlah, mengapa dia tidak memberitahu Jalal perihal masalah ini? Apakah dia merencanakan sesuatu? Atau dia ingin menjebak ibu? Percayalah, ibu tak boleh ikut campur soal ini. Jika tidak, kita akan tinggal di penjara seumur hidup.” Maham terbelalak mendegra penuturan Adham dan mulai berpikir.
Nigaar duduk termenung di atas tempat tidurnya. Rahim duduk di sampingnya dan bertanya dengan lugunya, “Shehnaz, kapan kau akan sembuh?” Shehnaz menatap Ragim. Mendengar kata-kata Rahim, Salima menegurnya, “Rahim, namanya bukan Shenaz, tapi Nigar. Dia adalah bibi mu, kau harus bicara dengan sopan.” Rahim tanpa rasa bersalah menjawab, “aku baru tahu kalau dia bibiku, sebelumnya dia adalah temanku. Dulu aku memanggilnya Shehnaz, sekarang pun aku akan memanggilnya Shehnaz.” Nigar tersenyum, “benar. Kau boleh memanggilku dengan nama itu. Aku akan senang sekali, Rahim.”
Maham datang ke kamar Nigar dan memberi salam, “salam, Putri Nigar, salam Ratu Salima. Salam, Rahim. Aku kesini untuk melihat keadaan putri Nigaar.” Melihat Salima dan rahim, Maham memutuskan untuk pergi dan akan kembali nanti. tapi Saloma menahannya, “tidak Maham Anga, kami baru saja akan perbi. Sudah watunya Rahim belajar. Aku kesini untuk berikan obar pada Nigaar.” Salima mengulurkan cangkir obat yang di pegangnya pada Shehnaz lalu mengajak rahim pergi.
Sepeninggal Salima dan Rahim, Maham menanyakan keadaan Nigaar. Nigaar menjawab kalau dirinya baik-baik saja dan mempersilahkan Maham duduk. Maham mmengucapkan terima kasih dan duduk di tepi tempat tidur. Tanpa menatap Nigaar maham berkata, “aku ingin bicarakan sesuatu padamu, putri. Tapi aku belum punya kesempatan untuk menyampaikannya padamu. Putri Nigaar, aku tidak ingin anda…” Nigaar memotong ucapan Maham, “maham anga, aku tahu kenapa kau datang kesini. Kau tak ingin aku beritahu Jalal kalau kau membantuku menentangnya. AKu memang sudah tak menganggp Jalal sebagai musuhku. Tapi hubunganku denganmu takkan berubah. Kau membantuku saat aku membutuhkan bantuan. Dan aku akan selalu berterima kasih padamu. AKu yang mengira kalau Jalal menawan ibuku. Bukan kau yang harus di salahkan. Kau membantuku mencari keadilan. Kau tunjukan kesetiaan pada ibuku dengan membantuku mencarinya. Aku yang salah paham. Kenapa aku harus menyalahkanmu? Kau hanya berusaha menegakkan kebenaran.” Maham terlihat lega dan terharu. Di amemuji Nigaar, “anda baik sekali, tuan puteri. Terima kasih banyak. Hari ini anda telah buktkan kalau anda adalah putri ratu Chand. Anda bukan saja pemberani seperti ayahmu, kau juga berhati mulia seperti dirinya. Putri aku mengucapkan terima kasih karena…karena telah menghargai kesetiaanku.” Nigaar tersenyum.
Jalal menemani Jodha yang sedang di periksa kandungannya oleh seorang tabib dan bertanya tentang keadaan Jodha. tabib dengan wajah sumringah menjawab, “pertama-tama, aku ingin memberi selamat, anak-anak anda sangat beruntung.” Jalal dan Jodha saling berpandangan. Dengan heran Jalal bertanya, “anak-anakku?” Tabib sambil tersenyum menjawab, “ya, Ratu Jodha mengandung bayi kembar. ~Moti tersenyum. Jalal terbelalak kaget.~ Seorang ibu pasti akan kerepotan kalau mempunyai anak kembar. Ratu Jodha, si kembar pasti akan sangat merepotkan mu.” Jodha tertawa bahagia. Begitu pula Jalal. Tabib mengoda dengan engatakan kalau Jodha takkan bisa istirahat. Setelah itu si tabib berpamitan karena harus menyiapkan obat untuk Jodha. Moti ikut pergi dengannya.
Jalal beranjak dari duduknya dan mendekati Jodha. Dengan penuh kasih sayang Jalal menyentuh kepala Jodha dan bersimpuh didepannya sambil berkata, “Tuhan telah memberikanku karunia, tapi hari ini Tuhan memberi ku karunia dua kali dengan memberikan kebahagian ini.” Jodha tersipu. Jalal menatap Jodha dengan wajah bahagia dan tersenyum lebar, “ratu Jodha, kau sudah memberiku yang terbaik. Terimakasih untuk hadiah yg sangat berharga ini. Terima kasih.” Jalal kemudian mencium ubun-ubun Jodha dengan mesra. Keduanya lalau saling berpandangan dan tersenyum bahagia.
Di kemahnya, Mahachucak duduk di tahtanya sambil memegang sebilah pedang sebagai tongkat. Mahachucak bertekad merebut dan menguasai Agra.
Ruqaiya sedang duduk melamun di tepi tempi tempat tidur ketika Jalal datang menemuinya. Dengan sedikit salah tingkah, Ruqaiya berdiri menyambut salam dan memberi salam. Jalal membalas salam Ruqaiya. Jalal menatap Ruq. Di tatap jalal, Ruq terlihat kikuk. Jalal berkata, “sudah beberapa hari aku tidak melihatmu, apakah kau baik-baik saja?” Dengan terbata-bata Ruq menjawab, “ya, Jalal. Aku baik-baik saja.” Ruq mempersilahkan Jalal duduk dan menawarinya minu. Jalal mengangguk, “ya. Tapi aku ingin kau menemaniku minum.” Ruq mengangguk. jalal kemudian duduk di tepi tempat tidur, sementara Ruq menuangkan minuman. Sambil duduk di samping Jalal, Ruq mengulurkan gelas minuman padanya. Jalal menerima gelas tapi tidak segera meminum isinya. Suasana kaku terasa. Ruq membuka suara, “jalal, maaf karena telah menyakiti perasaan mu tempo hari, aku tak tahu apa yang terjadi pada diri ku. Sikapku jadi tidak terkendali. Aku tidak tahu kalau kau belum tahu tentang kehamilan Ratu Jodha.” Jalal menatap Ruq, “tak apa. Sebagai temanku kau berhak mengeluh jika ada yang mengganggu mu. Aku akan senang jika kau ikut serta dalam perayaan ini.” Jalal tergagap, “Jalal, aku sudah perintahkan pelayan untuk menyiapkan semuanya. Kau jangan khawatir.” Ruqaiya menunduk untuk menyembunyikan perasaanya dari Jalal. Tapi bukan Jalal kalau dia tidak tahu apa yang di rasakan Ruq. Untuk menghibur Ruq, jalal memujinya, “kau selalu bertanggung jawab dengan melakukan semuannya dengan caramu sendiri. ~Ruq tersenyum~ Aku tak ingin dirimu berubah. Aku percaya padamu. Kau tahu aku sudah banyak kehilangan orang yang kusayang. Aku selalu merasa kesepian. Aku tak ingin kau pergi dariku.” Ruqaiya tersenyum tipis, “mengapa kau cemas? Aku tak kan pergi dari mu. sudah malam, sebaiknya kau temani ratu Jodha. Dia sangat membutuhkan mu saat ini. Dia akan melahirkan pewaris Mughal. Pergilah.” Jalal yang terbawa kemuraman Ruqaiya balas berkata, “aku tahu, aku datang untuk membicarakan perayaan besok. Jangan cemas, aku kan merawat ratu Jodha dan anak kami. Tapi aku tidak akan bisa selalu bersama mereka. itulah sebabnya aku ingin bertanya pada mu, apakah kau mau merawat Ratu Jodha?” Ruqaiya kaget, tidak menyangkah Jalal akan memintanya melakukan itu. Dengan diplomatis, Ruq menjawab, “Jalal, aku senang kau akan menjadi ayah. Tapi Ratu Jodha mungkin tidak mau aku ikut campur.” Jalal dengan cepat menyahut, “kau keliru. Ratu Jodha akan senang melihatmu, dan aku akan senang melihat kalian bersama-sama. Ingatlah Ruqaiya, anakku juga kelak akan memnaggilmu ibu.” Ruq tertegun. Jalal berkata lagi, “kau benar, memang sudah larut. ~jalal menepuk kepala ruq~ Tidurlah.” lalu dengan sekali teguk Jalal menghabiskan isi gelasnya, meletakkannya di meja, lalu melangkah pergi. Ruq menatap kepergian Jalal dengan sedih dan panik.
Seorang mata-mata datang menemui Mahchucak. Dia melaporkan kalau besok akan ada perayaan di istana agra. Mendengar info mata-mata ABul mali berkata, “kau patut dapat hadiah karena membawa kabar yang penting. Beritahu kami tentang semua aktivitas di istana.” Mata-mata menjawab, “baik tuan.” Setelah mata-mata pergi, Abul mali mengatakan kalau ini adalah kesempatan yang bagus untuk menyerang jalal. Tapi penasehat Mahachucak meragukan itu. Mahachucak merasa kalau Nigaar sudah memberitahu Jalal. Karena itu sebagai pencegahan, mereka mengadakan perayaan di istana. Namun begitu, Mahachucak tetap memerintahkan abu mali menyiapkan pasukan untuk menyerang istana Agra. Karena ada perayaan, pasti penjagaannya akan melonggar. Dengan penuh percaya diri Mahachucak berkata, “kita yang akan merayakan kemenangan, bukan Jalal.”
Jalal berjalan bersama dengan Raja Bharmal dan para pangeran Amer memasuki aula istana di mana akandi adakan perayaan. Pada raja Bharmal jalal berkata, “aku harap anda suka dengan persiapan untuk perayaan ini.” Bahrma menjawab, “tentu saja. AKu senang kau menghargai semua agama yang berbeda. Ini adalah ciri-ciri pemimpin yang baik. ANda adalah pemimpin yang baik.” Jalal membalas pujian Bharmal, “raja Bharmal Ji, ini semua karena putri anda sehingga aku mulai memahami agama orang lain. Orang menganut agama karena itu sudah tradisi, tapi Jodha menganut agama karena dia percaya. Saat dia menjelaskannya padaku, sulit untuk tidak mengikutinya.” Bharmal tertawa, “yang mulia, aku bangga putriku menikah dengan anda. Ini memang persekutuan yang bagus bagi kita. Persekutuan ini menjadi alasan kebahagiaanku hari ini. Dulu Jodha dan aku bertengkar karena pernikahan ini, dia selalu melakukan sesuatu berdasarkan alasan. Dia sangat berharga bagiku. Dan akan seperti itu selamanya. Semenjak dia pergi ke Agra, aku sangat merindukannya setiap hari.” jalal tersenyum penuh pengerian. Lalu jalal menggandeng tangan Bharmal untuk melanjutkan langkahnya.
Ruqaiya duduk di depan cermin dengan wajah murung dan tatapan yang hampa. Tanpa semangat dia melepas perhiasan yang ada di tubuhnya. Hoshiyar datang membawa nampan berisi pakaian dan perhiasan. Melihat Ruq demikian rupa, Hoshiyar berkata, “Nyonya, mata anda sembab dan wajah anda terlihat pucat. Sebaiknya anda tidak pergi meninggalkan ruangan ini, orang-orang akan tahu jika anda habis menangis.”
Dengan airmata mengalir di pipinya, Ruq menyahut, “itu sebabnya aku memanggilmu, Hoshiyar. Aku ingin kau meriasku agar kesedihan dan penderitaan tersembunyi dari wajahku. rias mataku dengan Kohl, hingga air mata sebanyak apapun tidak bisa menghapusnya. pastikan tidak ada yg tahu apa yg aku alami. Aku ingin kau mematuhi perintahku.” Dengan prihatin Hoshiyar berkata, “jika anda tidak datang ke perayaan, yang Mulia akan tahu kalau anda kesal.”
Ruqaiya berdiri dari duduknya danberkata, “aku harus melakukan tugasku sebgai ratu kepala, aku harus turut serta dalam perayaan ini, meskipun hatiku sakit. Aku haus hadir di sana dan aku tak ingin ada yang bisa melihat air mata di balik senyumku. Aku harus terus tersenyum.” Hoshiyar menjawab, “ya, nyonya.” Kata Ruq lagi, “aku ingin menjadi yang tercantik hari ini. Lakukan perintahku!” … Sinopsis Jodha Akbar episode 293 by Meysha Lestari.