Sinopsis Jodha Akbar episode 441 by Sally Diandra. Salim sedang berada di kamarnya dan teringat kembali kata kata Anarkali yang mengatakan bahwa dia dipaksa untuk menjadi seorang penari, Salim berfikir dalam hati “Mengapa Anarkali mengatakan bahwa akulah yang melakukan semua ini ? Apakah dia benar benar dipaksa ? Aku seharusnya tidak mempercayainya, dia itu penipu dan aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya akan tetapi kenapa aku merasa tidak enak padanya sekarang, apa yang terjadi pada diriku ini ?”
Malam itu, Haidar sedang berada diteras istana, saat itu dia sedang ngobrol dengan anak buahnya, tak lama kemudian pamannya datang menemuinya “Kelihatannya kamu sedang merencanakan sesuatu untuk menciptakan permusuhan antara Yang Mulia Raja dan Salim”, “Rencana ini akan segera mengakhiri hubungan mereka”, “Aku harap kamu tidak gagal kali ini” Haidar sangat optimis “Tidak akan pernah, paman ! Anarkali adalah penari kesayangan Jalal sekarang, ketika dia dituduh sebagai pencuri kemudian dia pasti akan mengeluh soal Salim”, “Bagaimana kalau dia tidak mengeluh soal Salim ?” Haidar sedikit gelisah memikirkan hal tersebut “Tidak mungkin, kejadian seperti ini pasti akan terjadi, dia sangat peduli pada harga dirinya jadi dia pasti akan membuka mulutnya untuk menyerang Salim !”
Jalal sedang berada di sidang Dewan – E – Khaas, “Todar, hukum semua pencuri dan mintalah pajak dari mereka dan jika mereka tetap mencuri, potong saja tangannya !” perintah Jalal “Anak perempuan Rashid yang bernama Anarkali telah dituduh mencuri kalung dipasar, Yang Mulia” semua yang hadir disana terkejut, Salim teringat ketika Anarkali mengatakan bahwa dia telah di tuduh mencuri, “Sekarang permainan telah dimulai” ujar Haidar dalam hati tak lama kemudian Jalal menyuruh prajuritnya membawa Anarkali ke ruang sidang.
Saat itu Anarkali dan ibunya, Zil Bahar sedang bebenah dirumah mereka yang baru “Nama ayahmu sekarang telah bersih, tapi kita tidak tahu apakah nanti keadaan kita akan berubah atau malah akan membawa kita pada masalah yang lain”, “Semua yang terjadi pada kita selama ini sangat buruk, ibu … Tapi tidak ada yang lebih buruk lagi yang akan terjadi kita sekarang” saat itu Anarkali sedang membuka barang bawaan ayahnya dan menemukan pakaian ayahnya, Anarkali langsung menangis begitu melihat pakaian ayahnya “Aku telah mempunyai sebuah rumah sekarang, ayah … Aku juga mempunyai pelayan akan tetapi aku tidak bisa merasakan kebahagiaan ini, semua penderitaanku ini tanpa kamu, ayah … Aku tidak ingin tinggal disini” Ibunya membujuk Anarkali “Kalau kamu tidak ingin tinggal disini, lebih baik kita segera pergi saja dari sini, Anarkali … tidak ada pernyataan kerajaan manapun yang bisa menghentikan kita, ayoo kita pergi saja”, “Tidak ibu, aku tidak bisa pergi sekarang”, “Akan tetapi kamu ingin pergi kan !”, “Aku tidak pernah menginginkan ayah meninggal akan tetapi dia tetap saja meninggal, semua keinginanku tidak ada yang bisa terpenuhi, aku memang ingin pergi akan tetapi aku tidak bisa, ibu” Zil Bahar tahu apa yang dimaksud oleh Anarkali “Semua ini karena Salim kan ?”, “Tidak ibu, aku melakukan semua ini bukan untuk Salim akan tetapi untuk ayah, dia sekali ini tidak disebut lagi sebagai pengkhianat, jika aku tidak mengikuti pernyataan kerajaan sekarang dan meninggalkan semua ini maka aku akan dianggap sebagai seorang pengkhianat, itu lebih berat daripada membersihkan nama ayah, ibu … Aku tidak dapat menghadapinya lagi” tiba tiba seorang prajurit datang kesana dan meminta Anarkali untuk datang ke ruang sidang. Anarkali dan Zil Bahar terkejut dan saling memandang satu sama lain.
Anarkali hadir didalam ruang sidang Jalal mulai menginterogasinya “Apakah kamu mencuri kalung dipasar, Anarkali ? Apakah kamu ingin mengatakan sesuatu ?” dari tempat duduknya Haidar berkata dalam hati “Sekarang dia pasti akan menyebut nama Salim”, “Ya, aku ingin mengatakan sesuatu, aku memang mencuri kalung itu, Yang Mulia” Haidar terkejut mendengarnya “Mengapa dia berbohong ?” Anarkali mencoba mengatakan sesuatu sambil tertunduk “Ketika sesuatu terbawa dari barang barang saya maka itu artinya saya telah mencurinya, Yang Mulia”, “Apa yang ingin kamu katakan, Anarkali ?” Jalal mulai penasaran “Aku tidak mencuri kalung itu, aku tidak tahu siapa yang telah meletakkannya pada barang barangku jadi tidak ada yang bisa dibahas lagi, hukumlah saya karena saya telah mencuri, Yang Mulia” salah satu menteri Jalal yang bernama Shah Abdullah “Jika dia telah menerima kesalahannya maka hukumlah dia, Yang Mulia dan ambil kembali gelar penari kerajaan darinya juga, dia tidak pantas menerimanya”, “Ya kamu benar !” kata Jalal sambil melempar pedangnya kearah Shah Abdullah, semua yang hadir disana terkejut “Kamu telah mencuri pedangku !”, “Mengapa aku harus melakukannya, Yang Mulia?” Jalal berdiri mendekati Shah Abdullah, yang lainnya pun berdiri “Pedangku ada dikamu dan itu membuktikan bahwa kamu telah mencurinya !” Jalal langsung mengambil pedangnya “Hanya aku yang tahu bahwa kamu tidak mencuri pedangku akan tetapi kamu tidak bisa membuktikannya !” Jalal kemudian duduk disinggasananya kembali “Kadang kadang kamu tahu, bahwa seseorang tidak jadi tertuduh, seseorang yang tidak mengambil hadiahku yang begitu banyak, mengapa dia akan mencuri sesuatu untuk benda yang harganya murah ? Anarkali tidak mungkin mencuri, dia tidak bersalah” Jalal mencoba mempercayai Anarkali “Anarkali, apakah ada seseorang yang kamu curigai ?” Anarkali memandang kearah Salim yang duduk disebelah Jalal “Tidak ada, Yang Mulia … Mungkin seseorang secara tidak sengaja menaruhnya dibarang bawaanku”, “Segera temukan siapa yang mencuri kalung itu !” tiba tiba Salim berdiri “Anda benar Yang Mulia, aku ingin menyelidiki hal ini dan membawa tersangkanya kehadapanmu” Jalal sesaat terkejut sedangkan Anarkali menatap Salim tidak percaya “Terima kasih, Yang Mulia … Anda memang Raja yang agung dan bijaksana” ujarnya sambil menatap kearah Salim dan meninggalkan tempat tersebut, Jodha sendiri berfikir dalam hati “Mengapa Salim mengambil tangung jawab ini ?”
Malam itu Salim marah sama Haidar “Kenapa kamu lakukan semua ini ke Anarkali, Haidar ? Mengapa kamu tidak menghargainya ?”, “Aku melakukan ini semua karena kamu yang memintanya bukan ?” Haidar berusaha membela diri “Aku tidak meminta kamu untuk membungkuk terlalu rendah kan ?”, “Jika kamu ingin menghancurkan seorang gadis maka kamu harus memfitnah kehormatannya, itulah mengapa aku menuduhnya sebagai seorang pencuri, aku membuat dia menginap satu malam ditempat para penari” Salim sangat marah “Kenapa kamu tidak bertanya dulu padaku ? Aku tidak ingin hidupnya hancur sampai tingkat ini !”, “Kamu ingin membunuhku ? Aku hanya ingin membalaskan dendammu padanya” Salim memperingati Haidar “Ingat satu hal, Haidar ! Jangan pernah sakiti dia ! Pergilah !” Haidar pun pergi dari hadapan Salim dengan menyimpan amarahnya. Sepeninggal Haidar, Salim berfikir dalam hati “Mengapa aku merasa tidak enak ke Anarkali, aku ingin balas dendam kedia tapi kenapa aku merasa sedih dengannya ? Apakah aku masih mencintainya bahkan sampai saat ini ? Tidak … Aku tidak bisa ! Tapi aku harus meminta maaf padanya untuk semua ini” tak lama kemudian Salim mendatangi rumah Anarkali yang baru “Dimana Anarkali ?”, “Saya tidak tahu, pangeran” ujar pelayan yang bertugas disana. Salim melihat lihat rumah baru Anarkali, tiba tiba Salim melihat ada kain kuning yang menjuntai dari sebuah peti milik Anarkali, Salim langsung mengambilnya yang ternyata sebuah buntelan, ketika dibukanya Salim menemukan surat surat Anarkali yang ditujukan untuk Qutub (pada waktu itu Salim yang jadi Qutub), Salim lalu membacanya “Qutub, kamu mungkin seorang prajurit biasa tapi kamu sangat spesial buat aku, aku tahu kamu tidak akan membaca surat surat ini tapi aku ingin mencurahkan perasaanku pada surat surat ini, aku ingin mengatakan padamu bahwa namaku yang sebenarnya adalah Nadira, aku harus merubahnya karena hidupku juga berubah sekarang, itu semua karena Salim, itulah mengapa aku membencinya, kamu adalah hidupku sekarang, aku sangat mencintaimu, kamu mungkin seorang prajurit biasa tapi bagiku kamu adalah Raja dan aku ingin menghabiskan seluruh hidupku bersamamu, Anarkali”
Narator : Pada waktu itu, nama Jalal merajai di India menjadi Raja nomor satu di India, tidak ada musuh yang berani padanya, yang ada hanya peraturan Yang Mulia Raja Jalalludin Muhammad Akbar.
Saat itu Jalal sedang merayakan kemenangannya bersama dengan para menterinya, Birbal memuji kebesaran nama Jalal “Sekarang tidak ada yang berani berdiri didepanmu, Yang Mulia”, “Aku sangat bahagia, Birbal” menteri yang lain yang bernama Shah Abdullah juga memberikan pujian ke Jalal “Tidak ada yang bisa bergerak tanpa perintahmu, Yang Mulia” Birbal terkejut “Apa kamu mencoba mengatakan bahwa Yang Mulia adalah Tuhan ?”, “Mengapa tidak ? Dia itu seperti Tuhan kita” ujar Shah Abdullah, sementara menteri yang lain juga memberikan pujian ke Jalal “Yang Mulia Raja juga disebut sebagai bayangan Tuhan dan rakyatmu juga menyebut Raja sebagai Tuhan”, “Kalian itu punya pemikiran yang berbeda !” Birbal mulai tidak suka namun Jalal segera melerai pertengkaran “Sudah sudah … Tenang, mereka hanya bercanda, Birbal” kemudian Jalal memberikan menterinya minuman, namun Birbal masih tidak suka dengan pernyataan para menteri yang lain, Birbal berbisik ke Tansen “Apakah menurutmu baik bila seseorang dipanggil sebagai Tuhan ?”, “Seorang Raja memang seperti Dewa / Tuhan bagi rakyatnya”, “Pengetahuanmu lemah, Tansen !” Todar berusaha menengahi “Aku bisa mengerti masalahmu, orang seperti Shah Abdullah memang sebaiknya tidak boleh ada disekitar Yang Mulia” tiba tiba Jalal berdiri dan mengangkat gelasnya “Aku telah memiliki semuanya sekarang, kekuasaan, tahta, ketenaran, apapun keinginanku akan menjadi kenyataan, aku diatas semuanya !” semua yang hadir disana mengelu elu kan namanya “Yaa aku telah mengatakan bahwa kamu adalah Tuhannya rakyatmu, apa yang Tuhan bisa lakukan, bisa kamu lakukan juga ! Kamu adalah penguasa segalanya !” kembali mereka mengelu elukan nama Jalal, Jalal tersenyum senang, sementara Birbal masih merasa khawatir “Mereka telah memenuhi telinga Yang Mulia Raja dengan kata kata yang salah” bisik Birbal ke Todar Mal… Sinopsis Jodha Akbar episode 442 by Sally Diandra.