Rendezvous bag 13 by Sally Diandra. Selama seharian Jodha mengawasi pekerjaan para tukang yang sedang menggarap teras depan dan kolam ikan, sore harinya sebelum pulang Jodha menulis semua yang dia lakukan hari itu termasuk rincian pengeluaran yang harus dikeluarkan, semuanya Jodha tulis dalam sebuah buku “Dia orangnya detail dan perfeksionis” kata kata Raavi terngiang diotaknya, Jodha berusaha menunjukkan pada Jalal bahwa dirinya tidak hanya makan gaji buta semata, oleh karena itu semua pekerjaan ditulisnya secara rinci dan rapi dan ditaruh diatas meja yang berada ditengah dapur, sehingga begitu Jalal pulang bisa langsung memeriksanya, kadang pula Jodha sering menuliskan beberapa kendala yang dialaminya beserta solusi yang dilakukannya, semuanya tercatat rapi dalam buku tersebut. “Se – la – mat – pa – gi” pagi itu ketika Jodha baru saja memarkirkan motornya didepan pintu garasi, kembali Jodha bertemu dengan wanita Jepang, tetangga sebrang rumah yang menyapanya dengan logat Jepangnya, saat itu Jalal tidak menginap dirumahnya karena Jodha tidak melihat mobil BMW hitamnya terparkir di garasi mobil “Ohayou, selamat pagi” ujar Jodha dengan logat Jepangnya “Ka – mu bi – sa ba – ha- sa je – pang ?” Jodha segera menganggukkan kepalanya sambil tersenyum “Hajimemashite, Himawari desu (kenalkan nama saya Himawari) mukou no ie nandesuga, moshikashite saikin hikkoshi shita desho? (rumah saya didepan rumah kamu, kamu baru pindah rumah kan ?) kore, sukoshi monodesu, uchi no kazoku no daisukina ryouri nandesukedo…douzo (Ini aku buatkan makanan kesukaan keluarga kami sebagai tanda perkenalan untuk tetangga baru, diterima ya) ujar wanita Jepang tetangga Jodha yang bernama Himawari sambil memberikan sekotak makanan untuk Jodha.
“Aa…arigatou (Iya terima kasih)” Jodha menerimanya sambil tersenyum “Goshujin wa ? Oshigoto ? (pagi ini aku kok nggak lihat suami kamu, suami kamu dimana ? kerja ya ?) rupanya Himawari mengira Jalal adalah suami Jodha “Shujin tte…ah, kare wa shujin janakute, joushi desuyo” (suami ? dia bukan suami saya, dia itu atasan saya, saya bekerja padanya) “a sounano? demo niatteru no yo” (kalian bukan suami istri ? Saya kira kalian itu sepasang suami istri, kalian itu pasangan yang serasi lho) Jodha kembali tersenyum ketika Himawari mengira bahwa Jalal adalah suaminya dengan mimiknya yang lucu dan mata sipitnya “a, sonna koto arimasen…tokorode, mou dono kurai koko ni sundemasuka. (waah … anda terlalu menyanjung, kalau boleh tahu sudah lama tinggal didepan rumah itu ?) Himawari menganggukkan kepalanya “sankagetsu kan gurai dane…shujin no shigoto de hikkoshi shimashita. ah, gomen, onamae wa? (baru 3 bulan, suami saya bekerja disini, oh iya, siapa nama kamu ?), “Jodha desu. yoroshiku onegaishimasu” (namaku Jodha, senang berkenalan denganmu) ujar Jodha sambil mengulurkan tangannya dan langsung disambut Himawari dengan mantap “Yoroshiku nee..ja, mata kondo ohanashi shimashoune” (aku juga senang bisa bertetangga denganmu, aku pulang dulu ya, kapan kapan aku mampir lagi kesini, aku bolehkan main lagi kesini ?) Himawari beberapa kali membungkukkan badannya didepan Jodha.
“Ee, mata kondo zehi kite kudasai” (iya boleh, aku malah senang ada teman ngobrol) “Ee, zehi..ja, kodomo ga nemuttemasu node, hayaku kaeranaito ikenaindesu…shitsureishimasu” (oke, aku pulang dulu yaa, anakku sedang tidur, aku takut nanti kalau dia bangun, mari) Himawari kembali membungkukkan badannya didepan Jodha, Jodhapun membalasnya dengan membungkukkan badan dan tak lama kemudian Himawari berbalik menuju kerumahnya sendiri.
Kedekatan Jodha dengan tetangga Jepangnya itu semakin hari semakin akrab, tidak jarang mereka saling kunjung mengunjungi satu sama lain. Dan ternyata di kompleks perumahan tersebut, ada beberapa ekspatriat yang bermukim disana, tapi hanya Himawari yang dekat dengan Jodha sedangkan tetangga lainnya tidak peduli dengan keberadaan tetangga baru. Selama 3 minggu Jodha bekerja sebagai pengawas rumah Jalal, selama itu pula hubungan Jalal dan Jodha tidak lepas dari hubungan antara seorang atasan dan staffnya, pembicaraan mereka hanya seputar pekerjaan, seolah olah Jodha sangat terobsesi dengan pekerjaan barunya ini dan sama sekali tidak menunjukkan rasa ketertarikannya pada Jalal. Setiap kali Jalal mencoba melakukan pendekatan secara personal ke Jodha, Jodha selalu mengelak dan Jalal bisa merasakannya itu, beberapa kali Jalal sering memergoki pancaran dimata Jodha yang kadang mencuri curi pandang kearahnya, namun begitu tertangkap oleh Jalal, Jodha segera mengalihkan pandangannya ketempat lain. Jalal bisa merasakan perang bathin yang berusaha disembunyikan oleh Jodha, Jodha memang selalu menjaga jarak dengan Jalal, dia sangat tahu posisinya, siapa dirinya dan siapa Jalal. Hingga hari itu ketika teras rumah, kolam ikan, home theatre dan pool copacabana tempat barbekyu selesai dibuat, Jalal mulai mengisi kolam ikannya dengan ikan koi yang jumlahnya cukup banyak, kebetulan hari itu hari Sabtu, jadi Jalal sengaja akan menghabiskan satu hari itu dirumah bersama Jodha.
“Lihat, cantikkan mereka kalau dilihat dari sini” ujar Jalal sambil memperhatikan ikan ikan koi itu berenang renang dari keramik kaca diteras depan yang dibuatnya berbentuk persegi panjang hingga tembus ke ruang tamu dan diapit kanan kirinya dengan keramik marmer yang mengelilinginya “Ide kamu ini memang patut diacungi jempol, aku salut sama kamu, selalu detail, rapi, bersih, perfeksionis, kritis, pecinta seni yang tingi, suka alam, kamu pasti virgo !” Jalal mengernyitkan dahinya “Dari mana kamu tahu ? Kalau aku virgo ?”, “Ya dari beberapa sifat yang aku sebutkan tadi, benar kan ?” Jalal tertawa kecil “Kamu ternyata pintar membaca karakter …”, “Jodha san !” tiba tiba ucapan Jalal terpotong oleh teriakan Himawari yang sudah berada dibawah depan rumah Jalal sambil menggendong anak semata wayangnya, secepat kilat Jodha langsung menuruni beberapa anak tangga teras rumah Jalal menuju ke tempat Himawari berdiri. Sementara itu dari atas, Jalal sedikit heran ketika melihat kedekatan Jodha dengan tetangga depan rumahnya itu dan tak berapa lama kemudian Jodha kembali lagi ketempat Jalal berada sambil menggendong anak Himawari yang baru berusia 10 bulan, sedangkan Himawari langsung melesat dengan sepeda anginnya. “Kalian sudah akrab sekali rupanya ?” Jodha tersenyum sambil menimang nimang anak Himawari.
“Iyaa … aku berkenalan dengannya sejak aku bekerja dirumahmu ini, dan ternyata kami saling cocok satu sama lain, Hima sering menitipkan anaknya padaku”, “Lucu juga, siapa namanya ?” ujar Jalal sambil memegang jemari tangan si bayi “Namanya Oshin !”, “Oshin ?” Jodha menganggukkan kepalanya “Kalau ibuya tadi ?”, “Himawari, aku biasa memanggilnya dengan sebutan Hima, suaminya bekerja diperusahaan otomotif” Jalal mengangguk anggukkan kepalanya sambil terus memperhatikan kedekatan Jodha dan Oshin “Aku dengar tadi kalian ngobrol dengan bahasa Jepang, rupanya kamu bisa bahasa Jepang?”, “Haik !” ujar Jodha sambil membungkukkan badannya “Jepang adalah salah satu mata kuliah extra yang aku ambil dulu dibangku kuliah” Jalal semakin tertarik untuk mengorek tentang kepribadian Jodha “Lalu mata kuliah eksakmu ?”, “Aku ambil sastra Inggris”, “Hmm … Jadi kamu lulusan S1 bahasa inggris, lalu sebelum bekerja di Benazir, kamu pernah kerja juga ditempat lain ?”, “Pernah” tanpa Jodha sadari sedikit demi sedikit Jodha mulai membuka bagaimana dirinya yang sebenarnya “Aku pernah bekerja dibagian ekspor import, aku juga pernah bekerja sebagai guru les bahasa inggris, pernah juga jadi penerjemah film disalah satu televisi berbayar, hasilnya lumayan tapi belum cukup untuk menutup hutang hutang ayahku, hingga akhirnya aku diterima di kantor Madam Benazir”, “Menarik juga, kamu tadi bilang pernah juga jadi penerjemah film ?”, “Iyaa, disalah satu televisi berbayar, mereka kan suka sekali menanyangkan film luar negeri tapi hasilnya nggak seberapa”
“Kenapa kamu tidak mencoba untuk menerjemahkan film layar lebar ? Atau menerjemahkan sebuah buku ?” Jodha hanya tertawa kecil sambil terus menggendong Oshin “Aku pernah melamar ke penerbit, tapi sampai sekarang aku belum dapat panggilan, sebenarnya aku ingin juga bekerja sebagai translator, karena selain pekerjaannya santai juga bisa dilakukan dirumah” sejenak Jalal berfikir “Kebetulan aku punya teman seorang translator buku, dalam sebulan kadang dia bisa mendapatkan 20 – 50 juta hanya dari menerjemahkan buku, itu kalau dia lagi rajin dan lagi dapat banyak orderan, tapi kadang pula kalau lagi sepi orderan dia bisa dapat 5 – 6 juta, aku pikir kamu cocok dengan pekerjaan itu, kebetulan dia juga klienku” mata Jodha langsung berbinar terang, apa yang diinginkannya selama ini rasanya sudah mulai menemukan titik temu yaitu menjadi seorang translator freelance “Apakah kamu mau mengenalkan aku dengan klienmu itu ?”, “Tentu … aku pasti akan mengenalkannya padamu tapi sebelumnya apakah kamu bisa membantu aku ?” Jodha menatap Jalal dengan pandangan menyelidik.
“Apa yang bisa aku bantu ?”, “Aku ingin kamu menemani aku untuk weekend bersama keluargaku di ranch kuda ayahku” mata Jodha terbelalak, Jalal sangat suka melihat mata Jodha yang terbelalak seperti itu “Begini, setiap bulan ibuku selalu mengumpulkan anak anaknya yang berserakkan dimana mana untuk berkumpul sebulan sekali diranch kuda ayahku itu, biasanya kami mulai dengan makan malam, lalu keesokan harinya kami menikmati kebersamaan kami dengan jalan jalan dikebun durian, katanya durian kami sudah matang matang, yaaa semacam acara keluarga dan ini sudah menjadi agenda bulanan keluarga kami dan tidak ada yang boleh yang tidak datang”, “Tapi aku kan bukan bagian dari keluarga kamu” Jalal tersenyum “Tapi kamu kan temanku, nggak ada salahnya kan aku membawa temanku agar kenal lebih dekat dengan keluargaku, biasanya nanti Sujamal dan Raavi juga ikut, bagaimana ?” Jodha benar benar gelisah dengan permintaan Jalal karena itu artinya dia harus berhadapan dengan keluarga Jalal yang tentu saja berbeda jauh dengan keluarganya “Bagaimana, Jodha kamu mau kan ? Kalau kamu bersedia, aku akan kenalkan kamu dengan klienku” Jalal menanti jawaban Jodha “Kenapa sih selalu ada barter yang harus aku lakukan untuknya, kenapa sih dia nggak langsung saja mengenalkan aku dengan temannya yang translator itu, yaaa Tuhan … rasanya aku belum siap bertemu dengan keluarganya” Jodha menggerutu dalam hati, Jalal bisa membaca pikiran Jodha tapi justru inilah rencana yang sedang disusunnya, agar Jodha bisa semakin dekat dengannya “Bagaimana, Jodha ?” akhirnya Jodha mengangguk pasrah pada permintaan Jalal, Jodha tidak bisa membayangkan bagaimana nanti bila dirinya bertemu dengan keluarga Jalal.
“Bagus ! Kalau begitu sore ini kita berangkat !” Jodha semakin membulatkan matanya “Sore ini ?” nada suaranya terdengar gemetar “Iya, sore ini … Ibu menyelenggarakan acara weekend kami hari sabtu minggu ini, kenapa ? Kamu tidak bisa ?”, “Bisa … bisa aku bisa, kalau begitu aku minta ijin nanti siang aku pulang dulu, untuk pamit sama orangtuaku”, “Kenapa kita tidak sama sama saja, aku akan antar kamu dulu kerumah, baru nanti ke Puncak”, “Jangan !” Jodha langsung memotong ucapan Jalal “Maksud saya, biar aku pulang dulu kerumah, kamu nggak usah repot repot mengantar aku kerumah, aku nggak mau nanti orangtuaku bertanya macam macam” Jalal tertawa kecil mendengarkan penjelasan Jodha “Baiklah, aku ijinkan kamu pulang siang nanti tapi cepat kembali kesini ya, aku tunggu dan jangan lupa bawa baju berenang, biasanya kami juga mengadakan acara berenang bersama” Jodha semakin membelalakkan matanya “Ya Tuhan … aku harus pakai baju berenang didepan dia ?” Rendezvous bag 14 by Sally Diandra