Rendezvous bag 16 by Sally Diandra. Selesai makan malam, saat itu seluruh anggota keluarga Jalal pindah ke ruangan keluarga yang luasnya juga hampir sama dengan ruang makan, kalau diperhatikan semua ruangan dirumah keluarga Jalal ini memang sengaja dibuat luas, mungkin karena anak mereka banyak jadi kedua orang tua Jalal sengaja membuat semua ruangan dirumah ini besar dan luas agar semua anggota keluarga bisa berkumpul disana. Keakraban dan keharmonisan keluarga besar Jalal semakin terlihat ketika mereka berkumpul diruang keluarga ini, kedua orang tua Jalal duduk disebuah sofa yang melingkar ditemani oleh anak anak mereka yang perempuan Bhaksi dan Zhannas dengan suami mereka masing masing sambil menonton televisi, sementara Adam dan istrinya sedang main piano berdua diujung ruangan, sedangkan anak anak mereka berkumpul didepan layar lebar bermain video game bersama Mirza Hakim adik Jalal yang paling bungsu, sedangkan Jalal dan Rukayah juga nampak asyik bermain catur berdua sementara Jodha hanya diam memperhatikan mereka, Jodha benar benar merasa seperti kambing congek karena tidak dia tahu apa yang harus dia lakukan atau katakan, semuanya masih asing dimata Jodha. Jalal yang menyadari kegelisahan Jodha langsung menghentikan permainan caturnya “Aku berhenti dulu” ujar Jalal sambil berdiri “Lho, kan belum selesai permainannya ?” Rukayah kaget begitu Jalal menghentikan permainan catur mereka begitu saja “Aku mau mengantar Jodha ke kamarnya, kasihan dia mungkin sudah ingin tidur” Jalal segera mendekati Jodha yang duduk tidak jauh darinya, direngkuhnya tangan Jodha “Ikut aku, kamu pasti sudah capek” Jalal menggandeng tangan Jodha berjalan keluar dan Jodha hanya menurut saja kemana Jalal membawanya pergi, ibu Hamida yang sempat melihat tingkah Jalal langsung bertanya pada Rukayah dengan bahasa isyaratnya namun Rukayah hanya mengangkat tangannya keatas sambil menggelengkan kepala, semua anggota keluarga Jalal yang lain juga nampak keheranan dengan tingkah Jalal.
Begitu dirasa tidak ada anggota keluarga Jalal yang melihatnya, Jodha segera melepaskan tangannya dari tangan Jalal, Jalal menoleh “Kenapa ?”, “Aku mau copot high heelsku ini, capek, bolehkan ?” Jalal cuma mengangguk, Jodha segera mencopot high heels peraknya dan dijinjingnya sepatu itu “Aku akan antar kamu ke kamarmu, tadi barang barangmu sudah dibawa kesana” Jodha hanya mengangguk, tak lama kemudian mereka berdua sudah menaiki tangga menuju ke kamar Jodha “Ini dia kamarmu” ujar Jalal sambil membuka pintu kamar, Jodha segera memasuki kamar yang ukurannya standard tidak seluas seperti kamar Jalal di rumah Menteng, namun yang menarik kamar itu memiliki balkon keluar jadi dirinya bisa bersantai disana sambil menikmati pemandangan ranch kuda milik ayah Jalal, Jodha segera menggeret pintu ganda yang terbuat dari kaca itu kesamping kanan dan kiri, dihirupnya udara dingin kawasan Puncak Bogor, rambutnya yang terurai hitam ikal mayang berayun ayun dimainkan angin, Jalal mencoba mendekatinya dan ketika sudah semakin dekat ke arah Jodha tiba tiba Jodha berbalik dan nyaris menubruk Jalal, rasa panas menjalari pipinya saat dirinya mundur dan menepi, Jodha sangat berharap bisa menghindar dari tatapan tajam mata Jalal namun tiba tiba Jalal mengangkat sebelah tangannya dan dengan ringan ujung jemarinya meraba kulit lengan Jodha yang memanas, Jodha terlihat kaku didepan Jalal, Jalal merasa geli melihat tingkah Jodha yang kebingungan seperti itu .
“Kamu kenapa ?”, “Tidak apa apa” namun jantung Jodha berdegup sangat kencang, Jodha tidak mampu mengalihkan pandangannya dari mata Jalal yang penuh perhatian, Jodha melihat adanya keteduhan dan kerinduan disana, Jodha juga tidak mampu memalingkan wajahnya dari sentuhan Jalal yang menghipnotisnya, sejenak mereka berdua diam membisu saling memandang satu sama lain. Jodha benar benar takut, benaknya penuh dengan berbagai macam kemungkinan berbahaya, bagaimana jika laki laki didepannya ini tiba tiba menciumnya ? “Sudah malam, lebih baik kamu tidur” Jodha akhirnya bisa bernafas lega karena apa yang dipikirkannya tadi tidak terjadi, Jalal segera berbalik menuju ke pintu kamar “Oh iya, besok aku mau lari pagi, kamu mau menemani ?” ujar Jalal sambil berbalik menoleh kearah Jodha, Jodha segera mengangguk, entah mengapa ketika dirinya bebenah tadi siang, Jodha memang berniat untuk lari pagi karena udara dipegunungan ini sangat sejuk, jadi klop lah kalau ternyata Jalal punya pemikiran yang sama “Sampai besok pagi ya, aku tunggu jam 5 pagi dibawah, oke ?”, “Siap !” Jalal hanya mengangguk kemudian berbalik kembali kearah pintu kamar dan menutupnya rapat rapat setelah keluar, sepeninggal Jalal, Jodha segera membersihkan mukanya, mengganti gaunnya dengan piyama kebesarannya dan langsung bersembunyi dibalik selimut tebal yang berada diranjangnya.
Keesokan harinya, setelah selesai sholat subuh Jodha sudah siap dengan sepatu kets yang sengaja dibawanya dari rumah karena sepatu sneakers yang dikenakannya kemarin tidak mungkin dipakainya untuk berlari. Tepat jam 5 pagi, Jodha segera turun dari kamarnya dilantai atas, saat itu keadaan rumah besar tersebut sangat sepi, ketika Jodha sampai dibawah tepatnya dihalaman, tidak dilihatnya Jalal disana “Katanya jam 5 ditunggu dibawah ? Tapi mana ? Aaah sebodo !” Jodha melakukan pemanasan terlebih dulu sambil menghirup segarnya udara pagi, jaket jumper dan celana training dengan warna senada abu abu merah yang membalut tubuhnya, membuatnya merasa nyaman dan hangat meskipun udara pagi itu begitu dingin menusuk kulit “Kamu sudah disini rupanya ?” teriakan Jalal dari dalam rumah membuat Jodha tersenyum menyambutnya “Aku kira kamu nggak jadi”, “Jadi dong, aku selalu menyempatkan untuk lari kalau kesini” ujar Jalal sambil melakukan pemanasan seperti Jodha “Siap ? Yuk kita lari !” Jodha mengangguk mantap, mereka berduapun segera berlari. Setelah satu jam berlari mengitari ranch kuda ayah Jalal yang begitu luas, rupanya Jalal mulai tidak kuat berlari, Jalal minta berhenti “Stop ! Stop ! Aku nyerah … hhhhhh” Jalal segera terduduk dipinggir jalan, sementara Jodha masih terlihat segar bugar “Kamu ternyata kuat lari juga ya ?”, “Setiap hari aku suka melakukan olah raga lari disekitar rumah, yaa kurang lebih 30 menit” jawab Jodha enteng “Pantas saja nafasmu tidak tersengal sengal seperti aku, kalau aku kadang lari kadang nggak tapi banyak nggak ya, hahaha” Jalal mentertawakan dirinya sendiri.
“Kita minum dulu disana !” Jalal menunjuk kelapangan tenis yang dekat dengan mereka berdiri “Biasanya sudah disediakan air putih disana” Jalal dan Jodha segera berjalan menuju ke lapangan tenis dan benar saja disana telah tersedia sebuah galon berisi air putih dengan gelas gelas plastik berada disamping kirinya, setelah minum beberapa teguk dan istirahat sebentar di lapangan tenis tiba tiba Jalal mengajak Jodha untuk bermain tenis “Tapi aku nggak bisa main tenis, aku hanya bisa main badminton saja” Jodha berusaha mengelak ajakan Jalal karena memang dirinya tidak begitu bisa bermain tenis “Main tenis dan main badminton itu sebenarnya sama, hanya medannya saja yang berbeda, aku akan ajari kamu, tunggu disini ya !” Jalal segera berlari keluar lapangan tenis dan beberapa menit kemudian kembali dengan dua raket tenis dan sekeranjang bola tenis. Saat itu lapangan tenis masih sepi, keluarga Jalal juga tidak terlihat dimana mana, mungkin mereka masih asyik didalam rumah atau sedang menikmati kolam renang didalam rumah, yang jelas pagi itu hanya ada Jalal dan Jodha berdua dilapangan tenis. Begitu melihat kedatangan Jalal, Jodha segera mengikat rambutnya keatas agar tidak mengganggu gerakannya nanti dan dilepasnya jaket jumper yang membungkus tubuhnya, hingga tersisa kaos oblong merah dan celana trainingnya, sementara Jalal sendiri mengenakan kaos oblong putih dan celana bermuda selutut warna hitam.
“Kalau tadi aku kalah ketika lari kali ini aku akan mengalahkanmu dalam tenis jadi kamu harus berhati hati, Jodha ! Dan siapapun pemenangnya kali ini harus mendapatkan hadiah !” Jodha mengernyitkan dahinya “Apa hadiahnya ?”, “Hadiahnya terserah sipemenang, dia boleh meminta apa saja hadiahnya, bagaimana ? Deal ?”, “Baiklah !” Jalal menyeringai senang, permainanpun dimulai. Pada menit menit awal Jalal memang kelihatan mengalah karena membiarkan Jodha menguasai permainan, hal ini membuat Jodha semakin bersemangat dalam menumbangkan Jalal dibabak berikutnya, Jalal selalu bersorak kegirangan setiap kali Jodha berhasil melakukan tembakan yang bagus, Jodha memang murid yang cerdas, dalam waktu singkat dirinya mampu belajar bagaimana caranya bermain tenis dengan baik dan Jalal tidak menampakkan kekesalan sama sekali setiap kali Jodha berhasil menumpulkan point, yang keluar hanyalah decak kagum diantara kelakar yang dilontarkannya setiap kali pindah servis, pertandinganpun semakin seru sementara Jodha berusaha fokus agar bisa menundukkan Jalal, rasanya ada kesenangan tersendiri kalau bisa mengalahkan bossnya ini. Namun perlahan lahan Jalal akhirnya berhasil mengambil alih kendali dan memenangi enam babak berikutnya dan bersikeras untuk memainkan enam babak tambahan untuk menentukan pemenang.
Jodha berusaha sekeras mungkin agar bisa memenangkan pertandingannya kali ini namun memang harus diakui Jalal memiliki tenaga yang lebih besar hingga akhirnya pada babak terakhir, pertandingan diakhiri oleh pukulan backhand yang fantastis dari Jalal, Jalal bersorak kegirangan berputar putar ditempatnya berdiri, sementara Jodha segera menjatuhkan raketnya dan memberikan appluse tepuk tangannya sebagai tanda kemenangan Jalal dan dengan penuh sukacita tiba tiba saja Jalal melompati net kemudian melemparkan raket tenisnya diatas raket Jodha dan sebelum Jodha sempat menyadari apa yang akan diperbuat Jalal, tiba tiba saja Jalal merengkuh tubuh Jodha kedalam pelukkannya, dengan senyum liciknya Jalal berkata “Saatnya pemenang mengambil hadiahnya” sesaat Jodha terhenyak karena secara reflek Jalal langsung mendaratkan ciumannya dibibir Jodha, jantung Jodha serasa berhenti berdetak kemudian berdegup sangat kencang melebihi ketika dirinya berlari tadi, tubuhnya panas begitu pula tubuh Jalal, entah karena kehabisan tenaga setelah permainan barusan atau karena dorongan liar yang tiba tiba menguasai dirinya, Jodha tidak tahan dengan ciuman spontan Jalal yang tiba tiba sangat mengejutkan dirinya, lengannya spontan terangkat dan melingkar dileher Jalal, Jodha akhirnya membalas ciuman Jala, sumpahnya untuk tidak mencium Jalal dilanggarnya sendiri.
Jalal segera memanfaatkan kepasrahan Jodha terhadap sensualitas dalam dirinya yang begitu menggoda, diciuminya wanita itu lebih bergairah, akal sehat Jodha sudah hilang entah kemana, hasrat yang selama ini ditahannya tiba tiba menguasai dirinya dan Jodha ingin merasakan Jalal sepenuhnya, jemarinya menggeranyangi rambut Jalal yang gondrong, merenggut kepalanya sementara bibirnya melumat bibir pria itu, begitu pula sebaliknya, Jalal juga semakin menikmati sensasi bibir Jodha yang sudah lama diinginkannya namun tiba tiba ketika mereka sedang sama sama dimabuk ciuman yang bergairah, tiba tiba saja Jodha melepaskan tautan bibirnya dari bibir Jalal dan melangkah mundur kemudian berbalik menjauhi Jalal “Kenapa ?” Jalal kaget dengan tindakan Jodha yang tiba tiba berubah 360 derajat “Jangan dekati aku !” langkah Jalal langsung terhenti ketika Jodha berteriak lantang, Jodha kemudian berbalik menatap Jalal “Ini salah, Jalal ! Kita seharusnya tidak melakukan ini !”, “Kenapa salah, Jodha ? Tidak ada yang salah bagiku, aku laki laki dan kau perempuan, kita sudah sama sama dewasa dan kita tidak sedang terikat dengan siapapun, jadi aku rasa itu adalah hal yang wajar diantara kita” sesaat keduanya terdiam dengan pikiran mereka masing masing “Jodha, aku mencintaimu sejak kali pertama kita bertemu, jujur aku sudah berusaha melupakan kamu, melupakan pertemuan kita dipesta itu, aku berusaha dekat dengan beberapa wanita sebelum insiden dipesta pernikahan orangtuaku tapi ternyata semakin aku ingin melupakan kamu, aku malah semakin menginginkanmu, Jodha … itulah sebabnya aku tidak melepaskan genggaman tanganku dipesta pernikahan orangtuaku itu, hingga akhirnya kamu dipecat” Jodha menatap Jalal dengan mata berkaca kaca, ingin rasanya dirinya menghambur kepelukan Jalal karena ternyata mereka menginginkan hal yang sama.
“Apakah aku salah kalau aku sangat menginginkan kamu sejak pertama kali kita bertemu ? Dan aku yakin kamu juga punya pemikiran yang sama seperti aku” Jodha menggelengkan kepalanya lemah “Kamu akan bertunangan dengan Rukayah, Jalal” Jalal tertawa sinis “Hah ! Jadi masalah itu yang jadi pemikiranmu ? Ibuku itu orangnya sangat moderat, dia tidak pernah memaksakan kehendaknya pada anaknya, dia hanya menyarankan, kalau aku tidak setuju, ibuku tidak akan memaksa, asal kamu tahu, Jodha … dulu ibuku juga meminta aku menikahi Salima, tapi aku tidak mau, ibuku bisa menerima jadi aku rasa tidak ada permasalahan diantara kita, Jodha” Jalal sangat ingin Jodha bisa mengerti dirinya “Ada ! kita berdua sangat jauh berbeda, bagai bumi dan langit, Jalal ! Aku bukan pasangan yang pantas untuk kamu, untuk kamu kenalkan dan pertontonkan pada keluarga, teman ataupun klienmu, level kita berbeda, Jalal” Jalal tidak percaya dengan apa yang dikatakan Jodha, ratu lebah madunya telah menyengat dan memberikan luka yang cukup dalam, Jalal tidak akan membiarkannya “Lebih baik aku pergi, aku mau pulang, terima kasih atas semua yang telah kamu berikan padaku” ucapan Jodha membuat Jalal frustasi, bukan seperti ini yang diinginkan Jalal, penolakan Jodha terhadap dirinya dan semua yang telah mereka nikmati bersama tadi membuat Jalal harus memutar otaknya sekeras mungkin untuk menemukan sebuah jalan keluar yang win win solution.
“Begitu kamu keluar dari lapangan tenis ini, aku akan menutup semua aksesmu ke orang orang sekitarku !” ancaman Jalal langsung menghentikan langkah Jodha ketika hendak berjalan keluar pintu lapangan, entah mengapa tiba tiba bulu kuduk Jodha merinding, Jalal mendekatinya dan berdiri tepat dibelakangnya sambil berbisik “Aku serius, Jodha … aku tidak akan membiarkan Reesham Khan mengkontrakmu menjadi modelnya, aku tidak akan membiarkan ibuku menggunakan kamu sebagai penerjemahnya dan aku juga tidak akan mengenalkan teman translatorku padamu, aku akan menutup semua aksesmu untuk mendapatkan uang berlebih” Jodha segera berbalik menatap ke arah Jalal “Kamu egois, aneh dan keras kepala !”, “Ya, aku memang egois, aku memang aneh dan aku memang keras kepala ! Dan itu semua karena kamu, Jodha !” tiba tiba Jodha teringat ucapan Salima “Dia itu tipe laki laki yang rela mendatangi kamu ribuan kilometer jauhnya hanya untuk mengucapkan selamat malam” Jodha merasa gamang “Apakah begini cara Jalal mendapatkan cintanya, dengan melegalkan semua cara ?” jerit Jodha dalam hati. Rendezvous bag 17 by Sally Diandra