3 Wajah 1 Cinta bag 3 1/2 by Meysha Lestari. Demi menemukan Jodha, Jalal meninggalkan kursi empuknya dan pergi ke Agra. Semula ayahnya melarang, tapi dengan kepandaiannya bersilat lidah, apasih yang tidak bisa di dapatkan Jalal? Jalal yakin, dia pasti akan menemukan Jodha, secara diam-diam dan tanpa keributan. Agra tidak sebesar Delhi, dan Jodha bukan orang yang terkenal, tapi Jalal punya keyakinan dia pasti akan menemukannya. Dia hanya perlu berusaha dan berdoa.
Jalal tinggal di Apartemen mewah yang hanya berjarak 1 km dari The Taj Mahal, monumen lambang cinta kasih yang terkenal di seantero dunia. Hanya perlu 30 menit perjalanan untuk tiba di taman Taj mahal dan menikmati keindahannya. Apartemennya memang sangat jauh dari kantor cabang Humayun Enterprise. Tapi Jalal punya feeling, semakin jauh jarak yang di tempuhnya, semakin banyak jalan-jalan di Agra di telusurinya, maka semakin besar kesempatan untuk menemukan Jodha. Walaupun di pikiran Jalal hanya ada Jodha, tapi Jalal tidak melupakan pesan ayahnya agar mengunjungi rumah teman lamanya Bharmal Singh yang tinggal di sebuah mansion di jalan Fatehpur Sikri.
Rumah berarsitektur modern, bercat putih dengan gerbang besi warna hitam itu terlihat sepi dan lenggang. Hari baru beranjak petang tapi malam belum menjelang. Dengan penuh percaya diri dan bakti, Jalal memencet bel pintu. Taklama, pintu garasi di rumah itu terbuka. Sebuah BMW warna hitam metalik meluncur dan berhenti di depan pintu gerbang yang membuka secara otomatis. Jalal tidak menyingkir. Dia tetap berdiri di di tengah gerbang menanti sambutan. Mau tak mau si pengemudi BMW keluar dari mobilnya dan menghampiri Jalal. Melihat Jalal dari dekat, si gadis tertegun sebentar ~terpesona oleh ketampanannya~ lalu menyapa, “ada yang bisa ku bantu?”
Jalal membaca alamat yang tertera di amplop surat yang di bawanya, “apakah ini rumah tuan Bharmal Singh?” Si gadis mengangguk, “benar. Anda siapa?” Jalal mengulurkan tanganya, “saya Jalaludin Muhammad, putra Humayun dari Delhi. Saya ingin menyampaikan pesan dari ayah saya untuk tuan Bharmal.” Si gadis mengulurkan tangan untuk menyambut amplop yang di kiranya akan di berikan Jalal padanya. Tapi Jalal malah menarik tangannya, “tidak. Ayah berpesan agar aku menyerahkan surat ini langsung pada tuan Bharmal.” Si gadis memberitahu Jalal kalau papanya tidak ada di rumah, “beliau tinggal di Simla.” Jalal meminta, “bisakah kau beri aku alamatnya di Simla? Ayah bilang surat ini sangat penting dan harus ku serahkan secepatnya. Kalau tidak alamat, mungkin nomor telp tuan Bharmal? Tolonglah nona. Ini amanat!”
Si gadis terlihat berpikir sejenak. Lalu beranjak mengambil androidnya di mobil dan kembali ke hadapan Jalal, “ini nomor papa. Anda boleh coba menelponnya. Kalau bisa pagi hari atau setelah jam makan malam. Siang hari biasanya papa sibuk di kebun.” Jalal turut mengeluarkan andronya untuk menyimpan nomor Hp tuan Bharmal yang disebutkan gadis itu. Setelah nomor tersimpan, Jalal mengucapkan terima kasih dan pamit pergi. Si gadis mengangguk dan berjalan ke arah mobilnya. Tapi baru beberapa langkah, si gadis cepat-cepat membalikan badan dan memanggil Jalal, “maaf, siapa nama ayah anda tadi?”
Jalal menoleh sambil menyahut, “Humayun.” Si gadis terbelalak, “Humayun Enterprise?” Jalal mengangguk. Si gadis terlihat antusias, “papa pernah mengajakku ke rumah Om Humayun di Delhi tahun lalu. Dan beliau hanya punya satu putra, Jay bhaisa…” Jalal tersenyum dan menunjuk dadanya. Si gadis segera menghambur memeluk Jalal, “Jay bhaisa!” Jalal menyambut si gadis dalam pelukannya dengan wajah penuh tanda tanya. Setelah pelukannya renggang si gadis menatap Jalal, “aku Ruqaiya, putri Bharmal Singh. Tidak ingatkah? Setahun yang lalu ketika aku ke berkunjung ke rumahmu, kau mengajakku keliling Delhi.”
Jalal tersenyum dengan mata berbinar-binar, “Ruqaiya? Ruq?” Jalal meraih tubuh mungil Ruqaiya dan memeluknya lagi, “kau membuatku pangling, Ruq. Demi tuhan aku tidak lagi mengenalimu. ~Jalal menarik tubuhnya menjauh sambil mengamati Ruqaiya~ Coba lihat dirimu!”
Ruq balas menatap Jalal dengan tatapan tak kalah berbinarnya, “kau juga Bhaisa. Kau terlihat lebih gagah dan menawan. Tubuhmu semakin gempal. Apakah kau masih suka pergi ke Gym?” Jalal membuka tangannya sambil mengendikan bahu, “selalu. Kau terlihat cantik dan anggun, Ruq. Kalau aku bertemu dengan gadis secantikmu di club pasti aku tidak akan bisa menahan diri untuk tidak mengodamu.”
“Oh ya, club. Aku harus segera ke club. Malam ini ada penampilan istimewa Parijat di sana. Sebaiknya kau ikut aku, Bhaisa.” Ruq menarik tangan Jalal agar mengikutinya. Jalal menahan tangan Ruq, ‘”tapi Ruq, aku harus bertemu papamu dulu.” Ruq menyahut, “kan sudah ku bilang, papa tidak ada di Agra. Dia mengurus perkebunan kami di Simla bersama mama. Kalau bhaisa mau, besok bisa pergi ke sana dengan penerbangan pertama. Itu juga kalau cuaca memungkinkan. Sekarang ayolah ikut ke club ku dulu. Aku sudah terlambat.” Melihat Jalal yang sedikit reluktan, Ruqaiya merayunya, “Percayalah, Jay Bhaisa. Kau tidak akan kecewa. Club ku sangat terkenal di Agra. Ayo masuklah ke mobil!”
Tanpa membantah, Jalal menuruti permintaan Ruqaiya. Sekejap saja, BMW hitam metalik itu sudah meluncur membelah Jalan raya Agra menuju ke pusat kota dan berhenti di halaman sebuah night club mewah, “BS3”. Jalal ternganga tak percaya, “BS3 ini milikmu, Ruq?” Ruq memarkir mobilnya sambil tersenyum bangga, “ya, bhaisa. Perjalananku keliling Delhi bersamamu malam itu memberiku ide untuk mendirikan night club ini.” Jalal ikut tersenyum senang, “kau hebat, Ruq! AKu sering mendengar kolegaku yang pulang dari Aagra membicarakan BS3.”
Ruq menarik rem tangan dan membuka pintu mobil, sebelum keluar dia sempat berkata, “jangan katakan itu sebelum kau masuk kedalamnya, Bhaisa!” Jalal tertawa menantang, “Show me!” 3 Wajah 1 Cinta bag 4 by Meysha Lestari