Rendezvous bag 40 by Sally Diandra. Keesokan harinya ketika sinar matahari mulai nampak malu malu masuk ke dalam celah jendela kamar Jalal, Jalal menggeliat sambil merenggangkan tubuhnya dan berkata “Selamat pagi, sayang …” ujar Jalal yang saat itu berbalik sambil meraba raba sesuatu disebelahnya namun tidak ditemukan apa apa disana, Jalal kaget dan segera bangun dari tidurnya, sambil mengusap usap matanya Jalal baru menyadari kalau Jodha tidak tidur disebelahnya semalam, Jalal teringat pertengkaran mereka semalam. Jalal segera bangun dari ranjangnya dan berjalan keluar kamar, lalu berjalan menuju ke kamar kosong disebelah kamarnya, namun kamar itu sepi, ranjangnyapun masih rapi seperti tidak pernah dipakai, dari kamar kosong, Jalal menuju ke kamar kerja Jodha, disana juga sepi, tidak ada tanda tanda kehidupan, di kamar kerjanya pun kosong “Apakah Jodha sudah pergi pagi pagi begini ?” bathin Jalal dalam hati, Jalal segera turun ke bawah menuju dapur dilihatnya Shivani sedang sibuk di dapur sementara Tejwan sedang mengurusi taman disamping rumah
“Selamat pagi, tuan !” Shivani langsung menyambut majikannya ini dengan senyuman riangnya, Jalal hanya menganggukkan kepala dengan rambut gondrongnya yang acak acakan seperti belum disisir “Kemana nyonya Jodha ? Apa dia pergi pagi pagi sekali ?” Shivani kaget begitu mendengar pertanyaan Jalal “Bukannya nyonya Jodha pergi dari semalam, tuan ?”, “Apa dari semalam ?” Jalal kaget, dirinya langsung teringat ketika dia bilang ke Jodha kalau untuk sementara waktu dia tidak ingin melihat wajah Jodha “Saya kira tuan Jalal tahu kalau nyonya Jodha pergi semalam tapi dia pergi bareng Zakira”, “Apa dia pakai mobil ?” Shivani langsung mengangguk tanpa pikir panjang Jalal segera berlari dan naik ke tangga menuju ke ruang kerjanya sendiri dan bergegas membuka laptopnya, kemudian sibuk searching sesuatu via internet
“C’mon c’mon .. c’mon Jodha kamu dimana ?” ujar Jalal sambil terus sibuk dengan laptopnya, Jalal mencoba mencari keberadaan Jodha melalui GPS tracker/Global Positioning System (sebuah alat pendeteksi mobil dari jarak jauh) yang berada di mobil Jodha, dengan alat itu maka Jalal bisa mengetahui dimana posisi mobil Jodha berada saat ini, hingga akhirnya Jalal menjentikkan jemarinya, ketika mengetahui posisi mobil Jodha berada yaitu di sebuah rumah, di mana dari nama jalannya saja Jalal sudah tau kalau itu adalah rumah Zakira, asisten pribadi Jodha. Sesaat Jalal termenung karena sebenarnya bukan keadaan seperti ini yang dia harapkan, Jalal tidak menginginkan Jodha pergi dari rumah.
“Jodha, kenapa kamu mengira aku mengusirmu ? Aku hanya mengatakan untuk sementara waktu aku tidak ingin bertemu denganmu, semalam aku benar benar kesal denganmu karena kamu tidak meminta pendapatku terlebih dulu, sebagai laki laki, egoku terluka karena aku merasa kamu tidak menganggap aku adalah suamimu hingga kamu memutuskan secara pihak soal kontrak itu” bathin Jalal dalam hati sambil mengusap wajahnya dan mengacak acak rambut gondrongnya “Aku harus menelfon Salima !” begegas Jalal segera keluar dari ruang kerjanya kemudian menyebrang ke kamarnya sendiri dan duduk di sisi ranjang sambil menyambar ponsel andronya, dilihatnya disebelah ponselnya itu foto close up Jodha seukuran post card yang dibingkai perak dengan senyum manisnya, Jalal mengambil foto tersebut dan diusapnya wajah Jodha di foto itu perlahan hingga ke bibir mungil Jodha
“Maafkan aku, Jo … kalau aku sudah begitu keras ke kamu semalam, aku memang selalu tidak bisa mengendalikan emosiku ketika aku sedang marah” Jalal segera memencet nomer ponsel Salima sambil terus memegangi foto Jodha “Selamat pagi, Jalal … angin apa ini yang membawamu menelfon aku pagi pagi begini ?” sesaat Jalal terdiam tidak membalas sapaan Salima diujung telfon “Jadi Jodha belum menceritakan soal kejadian semalam pada Salima ?” bathin Jalal dalam hati “Jalal ? Hallooo … Jalal ?” suara Salima mengagetkan Jalal “Oh iya, iya Salima … begini, apakah pagi ini kamu bisa ke kantorku ? Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu, apakah kamu bisa ?” diujung sana terdengar suara Salima tertawa renyah “Baiklah, tuan Jalal sebelum aku ke kantor nanti aku mampir ke kantormu dulu, bagaimana ?”, Baiklah, aku tunggu” ujar Jalal datar “Tapi sebentar … apakah pembicaraan kita ini ada hubungannya dengan Jodha ?” nada suara Salima terdengar menyelidik “Nanti kamu akan tahu juga, aku tunggu, Salima … selamat pagi !” ujar Jalal sambil menutup ponselnya.
Sementara itu dirumah Zakira, pagi pagi sekali Jodha sudah terbangun dari tidurnya, ketika hendak beranjak ke kamar mandi yang terletak di dekat dapur, Jodha bertemu dengan bu Fatimah, ibu Zakira “Selamat pagi, bu Fatimah” bu Fatimah langsung berbalik dan menatap ke arah Jodha dengan pandangan yang takjub, Jodha segera mendekati bu Fatimah dan mencium tangannya lembut “Apa kabar, ibu sehat sehat saja kan ?” bu Fatimah hanya diam saja sambil menatap wajah Jodha dengan tatapan kagum dan haru sambil membelai wajah Jodha dengan kedua tangannya “Kamu sekarang ternyata cantik sekali, lebih cantik dari pada di televisi atau di majalah manapun, kamu benar benar berbeda” Jodha hanya tersenyum kemudian memeluk bu Fatimah “Ibu salah satu pengagum rahasiamu, Jodha” suara Zakira terdengar dibelakang Jodha “Terima kasih dan saya mau minta maaf pada ibu karena semalam saya tidak minta ijin untuk menginap disini, dirumah ibu” bu Fatimah hanya menggeleng gelengkan kepalanya sambil memegang kedua pipi Jodha “Tidak apa apa, ibu malah senang kamu mau menginap dirumah ini, pintu rumah kami selalu terbuka untukmu” ujar bu Fatimah tulus “Terima kasih, kalau begitu saya mandi dulu, bu” bu Fatimah mengangguk dan menyilakan Jodha.
Setelah selesai mandi dan berdandan, Jodha bergabung bersama Zakira dan bu Fatimah yang saat itu sudah menunggunya di meja makan, di sela sela menikmati sarapan pagi mereka, tiba tiba bu Fatimah berkata “Ibu masih ingat dulu, kamu sangat sederhana sekali, waktu masih kerja bareng Zakira, tapi sekarang perubahan kamu sungguh luar biasa, apalagi setelah menjadi majikan Zakira” Jodha menggelengkan kepalanya “Saya masih teman Zakira, bu … saya bukan majikannya, saya senang bekerja sama dengan Zakira”, “Ibu sangat senang begitu tahu kalau kamu mengajak aku kerja sama kamu, Jo” Zakira itu menimpali “Ibu bahkan menyuruh aku segera mengundurkan diri Madam Benazir” Jodha hanya tersenyum “Ibu rasa memang lebih baik seperti itu, lebih baik Zakira bekerja sama kamu daripada sama mantan bossnya yang judes itu, gimanapun juga kalau bekerja dengan perasaan lebih nyaman kan lebih menyenangkan, bukan begitu Jodha ?” Jodha menganggukkan kepalanya tanda setuju sambil tersenyum.
“Tapi ngomong ngomong kalau boleh ibu tahu, apakah kamu menginap disini atas ijin suamimu ?” sesaat Jodha terdiam dan menundukkan kepalanya, sementara Zakira merasa canggung dengan pertanyaan ibunya “Semalam kami memang bertengkar, bu” tiba tiba suara Jodha mulai terdengar, bu Fatimah segera memegang tangan Jodha “Kalau kamu tidak ingin menceritakannya, tidak usah kamu paksa, ibu bisa mengerti, namanya juga hidup berumah tangga, dua pribadi yang berasal dari latar belakang dan budaya yang berbeda pasti banyak sekali perbedaan yang ada tapi ibu bisa melihat, kalau suami kamu sangat mencintai kamu” Jodha menganggukkan kepalanya.
“Ibu bisa sedikit merasakan apa yang kita rasakan, Jo … jadi tanpa kita ceritapun, ibu bisa merasakannya”, “Suamimu sangat mencintaimu, Jodha … saat ini malah dia sangat merindukanmu” Jodha tidak bisa berkata apa apa, hanya mendengarkan ucapan bu Fatimah dengan tatapan haru, tiba tiba perasaannya merasa sangat rindu sekali dengan Jalal meskipun baru semalam mereka berpisah, Jodha menyadari bahwa dirinya tidak mungkin berpisah jauh dari Jalal tapi kali ini rasanya tidak mungkin bisa begitu saja kembali ke Jalal karena Jalal sangat marah dengannya.
Sementara itu di kantor Jalal, Salima sudah menemui Jalal pagi itu tepat waktu “Selamat pagi, Jalal … apa kabar ?” Jalal menyambut Salima dengan senyuman lebarnya “Selamat pagi, Salima … senang bertemu denganmu, silahkan duduk” Salima langsung menghempaskan pantatnya di sofa yang ada disana “Kamu tahu untuk apa aku mengundangmu pagi ini ?” tanya Jalal sambil menyusul Salima duduk di sofa, sesaat Salima menggeleng kemudian berkata “Yang aku rasa, kamu pasti mau ngobrol soal Jodha, apakah benar ?” ujar Salima sambil menatap Jalal penuh selidik, Jalal hanya menghela nafas panjang.
“Semalam kami bertengkar hebat” Salima terperangah, sesaat Jalal terdiam sambil mencondongkan badannya ke depan “Kalau boleh aku tahu, kenapa ?” Jalal masih terdiam sambil mengusap wajahnya perlahan dan berkata “Aku menemukan pil KB dan ketika aku tanya, Jodha mengaku kalau dia meminumnya …”, “Iya, aku tau itu …” Salima segera memotong ucapan Jalal “Ini ada hubungannya dengan surat kontrak kerjanya dengan produk apa itu … kosmetik …”, “Lamour’ …” Salima langsung menyela ucapan Jalal “Yaah Lamour’ …”, “Aku minta maaf, Jalal … karena sebagian besar keputusan Jodha untuk mengambil kontrak itu, atas dasar desakkanku” Jalal mengernyitkan dahinya “Jadi bukan dia …”, “Tadinya Jodha menolak menerima kontrak itu tapi ketika aku berikan masukan yang berkaitan dengan namanya yang masih dianggap miring diluaran sana, aku menyarankan agar menerima kontrak tersebut, maafkan aku, Jalal … seharusnya kamu marah padaku karena aku yang menyuruh Jodha” sesaatnya keduanya terdiam, Jalal benar benar shock begitu mengetahui kalau sebenarnya ini semua bukan kesalahan Jodha semata.
“Tapi jujur, Jalal … ini semua aku lakukan untuk kebaikan Jodha, agar Jodha tidak diremehkan lagi diluar sana dan lagi dalam benakku saat itu kalau Jodha nggak hamil selama satu tahun selama masa kontrak itu berlangsung masih merupakan hal yang wajar”, “Yang jadi tidak wajar karena kalian tidak mengatakannya padaku, itu masalahnya Salima !” suara Jalal terdengar meninggi, membuat Salima sedikit bergidik “Iyaa, kami tahu itu, saat itu kami, aku dan Jodha merasa kalau kami membicarakannya sama kamu, kamu pasti tidak akan menyetujuinya, itulah mengapa kami tidak menceritakannya padamu, Jalal” Jalal menghela nafas panjang “Tapi aku ini suaminya, Salima … walaupun saat itu aku baru calon suami tapi aku rasa, aku harus tahu soal itu, itu yang membuat aku nggak terima, kamu bisa ngerti kan ?” Salima menganggukan kepalanya
“Aku tahu, aku tahu itu, Jalal … aku bisa mengerti, aku minta maaf, aku sungguh sangat menyesal …” sesaat keduanya terdiam kembali, tiba tiba telfon meja di meja kerja Jalal berdering, Jalal segera berdiri dan menghampiri mejanya kemudian menyambar telfon tersebut “Ya … ya suruh saja masuk !” ujar Jalal singkat lalu menutup telfonnya, baru saja Jalal hendak melangkah kembali ke sofa, pintu ruang kerjanya terbuka dan ada Rukayah yang berdiri disana “Selamat pagi, Jalal !” ujar Rukayah sambil tersenyum riang “Pagi Rukayah, silahkan duduk” sesaat mata Rukayah dan Salima saling bertatapan, keduanya merasa canggung satu sama lain dan saling tersenyum masam “Apa kabar Salima” sapa Rukayah sambil duduk di sofa sebrang Salima “Selamat pagi, Rukayah” ujar Salima sambil berdiri.
“Jalal, aku rasa aku harus pergi sekarang, mari Rukayah” Rukayah hanya tersenyum senang melihat kepergian Salima dari hadapannya, sedangkan Jalal cuma mengangguk “Nanti kita bicara lagi Salima” ujar Jalal sambil mengantar Salima menuju ke pintu kerjanya “Oke, kalau kamu perlu aku, telfon aku segera, aku akan siap membantumu dan sekali aku sungguh sangat menyesal, Jalal … aku sangat berharap kamu bisa memaafkan Jodha, jangan terlalu keras padanya karena ini bukan hanya kesalahannya Jalal, aku juga ikut terlibat didalamnya”, “Aku tahu, Salima … terima kasih kamu mau datang ke kantorku” Salima tersenyum “Aku pergi dulu, see you”
“Mau apa dia kesini pagi pagi ? Bukankah sekarang Salima manager Jodha ?” suara Rukayah terdengar nyaring dibelakang Jalal begitu Salima meninggalkan mereka, Jalal hanya tersenyum sambil berbalik ke arah sofanya “Kamu sendiri mau apa pagi pagi ke sini ?” tanya Jalal sambil duduk di sofa “Aku ? Aku hanya ingin berkunjung, aku ingin mengajak kamu makan siang”, “Makan siang ? Bukankah saat ini masih pagi, aku saja baru selesai sarapan” ujar Jalal sambil memegangi perutnya “Aku akan menunggu, aku tahu sekali, Jalal … kamu itu sangat sukar sekali ditemui, harus jauh jauh hari mengadakan appointment dulu kalau ingin bertemu sama kamu tapi kalau pagi ini aku menunggumu untuk makan siang, kamu tidak akan menolaknya kan ?” Jalal hanya menggelengkan kepalanya sambil berdiri dan berjalan menuju ke meja kerjanya “Kamu bisa melakukan semua pekerjaan kamu, aku akan menunggu sampai saat makan siang, aku tidak akan mengganggu, swear ! jangan pedulikan aku atau kalau perlu aku akan menunggu di luar agar kamu bisa bekerja dengan nyaman ?”
“Ya ! Itu lebih baik, Rukayah ! Aku sangat senang sekali kalau kamu mau menunggu di luar” ujar Jalal tanpa basa basi, sesaat Rukayah kesal karena senjata makan tuan, Rukayah mengira kalau Jalal akan membiarkannya menunggu di dalam ruang kerjanya ini namun Jalal malah menyetujui idenya untuk menunggu di luar “Baiklah, aku akan menunggu di luar tapi jangan lupa makan siang nanti” ujar Rukayah sambil berdiri dan melangkah gontai ke arah pintu keluar, Jalal yang masih duduk di balik meja kerjanya hanya menyilakan dengan tangannya kemudian kembali sibuk dengan pekerjaannya.
Hingga akhirnya makan siang tiba, mau tidak mau Jalal akhirnya memenuhi permintaan Rukayah untuk makan siang bersamanya. Siang itu mereka sudah sampai di salah satu restaurant favourite Jalal, entah mengapa ketika Rukayah bertanya mau kemana mereka makan siang ini, Jalal langsung menyebut Restaurant Sampan Matsuda Sentra.
Restaurant ini adalah restaurant favourite Jalal dan Jodha, karena sambil menikmati santapan yang disajikan, para pengunjung akan dihibur dengan berbagai tarian Jawa yang ditampilkan oleh musisi dan penari profesional, Jodha sangat menikmati sajian tersebut karena Jodha baru menemukan ada sebuah restaurant yang menggabungkan antara budaya dan masakan Indonesia dalam satu atap, Jodha sangat suka dengan semua yang berhubungan dengan seni, itulah mengapa dia sangat senang sekali datang ke restaurant ini bahkan sampai berkenalan dengan pemiliknya yang berprofesi sebagai penari dan koreografer terkenal di Indonesia.
Jalal langsung teringat akan Jodha begitu mereka sampai di depan pintu restaurant, dari arah pintu luar sudah terdengar suara gamelan yang mengalun indah, ketika mereka berdua masuk dilihatnya beberapa meja dan kursi sudah dipenuhi oleh orang orang yang sedang menikmati menu khas mereka, namun ketika Jalal dan Rukayah hendak menuju ke kursi yang di pilih oleh Rukayah, tiba tiba mata Jalal langsung menuju ke salah satu sudut ruangan, dilihatnya disana ada Jodha, Zakira dan seorang laki laki yang tidak Jalal kenal karena tubuhnya membelakangi Jalal, sedangkan Jodha nampak asyik ngobrol dengan laki laki itu sambil menikmati semangkok es krim dalam wadah gelas besar, saking asyiknya ngobrol Jodha tidak menyadari kehadiran Jalal di restaurant itu, sementara itu dari tempat duduk Jalal, Jalal bisa melihat Jodha dengan jelas, namun hanya sebagian melihat tubuh laki laki yang duduk di depan Jodha yang juga sedang menikmati es krim yang sama. Jalal merasa cemburu, ingin rasanya menghampiri mereka dan menyapa Jodha seperti biasa tapi semua itu tidak bisa Jalal lakukan, rasanya lidahnya kelu untuk menyapa mereka Rendezvous bag 41 by Sally Diandra.