Sinopsis Ashoka Samrat episode 10. Bindusara membantu Ashoka bangkit sambil memuji Ashok sebagai atlet yang sangat baik, karena telah mengalahkan Sushim dan Shera, Bindu terlihat senang. Dia mengeluarkan sekantong koin dan hendak menyerahkannya pada Ashoka ketika Sushim berteriak mengatai Ashok, curang karena mengambil jalan pintas. Tapi beindu membela Ashok dengan mangatakan kalau itu bukan kecurangan tapi kepintaran. Yang terpenting adalah siapa yang tiba di garis finish tercepat, bukan jalan yang di tempuhnya. Bindu menyuruh Sushim mengakui kemenangan Ashok dan menerima kekalahannya. Sushim dengan marah meninggalkan arena. Bindu tak memperdulikan kepergian Sushim, dia mengajak Ashok pulang bersama. Ashok dengan rendah hati menolak. Tapi Bindu memaksa. Dia mengajak Ashok naik Gul Bushan bersamanya. Ashok terlihat senang. Bindu menyuruh pelayan membawakan kudanya. Dia lalu mengangkat tubuh Ashok dan mendudukannya di atas punggung Gul Busha. Setelah itu ia sendiri naik di belakang Ashok. Bindu tersenyum, sambil memegang bahu Ashok dia menarik tali kekang kuda. Gul Bushan pun melaju kencang menuju istana.
Ratu Noor menemui dharma dan bertanya dengan nada marah mengapa Darma membiarkan Bindusara pergi bersama Sushim. Dharma menjawab, “beliau ingin menghabiskan waktu bersama anaknya, bagaimana saya bisa menghentikannya?” Noor mengancam , kalau sampai terjadi sesuatu pada Bindu, dia tidak akan memaafkan Dharma. Lalu dengan geram Noor pergi. Sepeninggal Noor terdengar pengumuman kalau Bindusara datang. Dharma berjalan ke jendela, dia melihat Ashok dan Bindusara berkuda bersama. Dharma terkejut tapi senang, “samrat dan Ashok berkuda bersama?” tapi saat di lihatnya Ashok meringis kesakitan, Dharma terlihat khawatir.
Turun dari kuda, Bindu membopok tubuh Ashok dan membaringkannya di atas tempat tidur. Telapak kaki Ashok berdarah. Dharma terlihat cemas. Cepat-cepat dia menghampiri Ashok dan menyentuh kakinya. Bindu berkata dengan nada menyesal, “seharusnya aku menghentikan Sushim. Semua salahku, sampai anak ini terluka. Sekarang dia menjadi tanggung jawabku. Obati dia.” Tanpa buang waktu, Dharma segera mengambil ramuan obar dan mengobati kaki Ashok sambil meneteskan air mata. Dia seperti merasakan sakit yang di rasakan Ashok. Dengan penuh kasih sayang, dia mengobati dan membalut luka di kaki Ashok. Merasakan sentuhan Dharma, Ashok teringat pada ibunya saat dia mengobati dirinya yang sedang terluka dengan wajah cemas, dulu sekali. Teringat kenangan itu, Ashok berkata, “anda seperti ibuku.” Dharma tertegun. Bindupun tertegun mendengar kata-kata Ashok. Tapi tidak sempat berkomentar karena Chanakya datang. Bindu memberi hormat pada Chanakya. Ashoka berkata pada Dharma lagi kalau cara Dharma mengobati lukanya sama persis dengan yang dilakukan ibunya. Dharma tidak menyahut, dia tetap berusaha menutupi wajahnya engan selendang. Chankay menegur Ashoka, “aku dengar kau menantang pangeran Sushim?” Ashok membantah, kalau bukan dirinya yang mulai, tapi Sushim. Bindu membenarkan, “itu hanya sebuah kompetisi, anak ini memiliki berbakat.” Chanakya senang melihat reaksi Bindu yang memuji Ashok, “tapi ia menyebut dirinya samrat.” Ashok menyahut, “bukan hanya menyebut, tapi akan jadi.” Bindu tersenyum, “anak ini seperti anak dari keluarga kerajaan.” Dharma menatap Bindu. Bindu berkat alagi dengan antusias, “dia berbakat…” Mendengar pujian Bindu, Ashok langsung besar kepala, “terimakasih, Samrat. Hanya anda yang bisa melihat bakatku, achari ini menganggap remeh diriku.” Menedngar kata-kata Ashok yang tidak sopan pada Chanakya, Bindu naik darah dan memperingatkan Ashok agar tidak bicara seperti itu lagi pada Chanakya. Ashok meminta maaf.
Dua orang pengawal muncul sambil membawa tandu. Chanakya berkata kalau dia akan membawa Ashok pergi denganya. Tapi Ashok tak mau di tandu. Dia langsung berdiri dan bicara kalau dirinya tidak membutuhkan pengobatan apapu. Sebelum pergi dia memberi hormat pad Dharma dan mengucapkan terima kasih. bindu dan Chanakya menatapnya pergi dengan langkah pincang. Begitu juga Dharma. Sepeninggal Ashok, Chanakya berkata pada bindu, “anda seharusnya tidak pergi begitu saja.” Bindu menyahut kalau kematian bisa datang kapan saja dalam hidupnya, dia ingin mulai melakukan sesuatu yang dia kerjakan dalam hidupnya, “aku punya pekerjaan yang belum terselesaikan. Sampai aku menuntaskannya, aku tidak akan mati.” Chanakya mengamini keinginan Samrat dan berpamitan. Bindu segera melipat tanganya memberi salam. Sebelum peri, Chanakya menatap Dharma yang juga memberinya salam meski dengan wajah terutup kerudung.
Chanakya terlihat gundah dan seperti sedang banyak pikiran. Radhagupta yang melihat itu bertanya, “apa yang terjadi Achari?” Chanakya berkata, “aku telah membuat anak dan ibu terpisah. Ini sangat kejam. Anak yang seharusnya tinggal di istana harus tinggal di kandang kuda. Merawat kuda, dan melayani samrat tanpa tahu kalau itu anaknya sendiri. Kelak orang-orang akan menganggap aku sangat egois, tapi di balik keegoisan ini adalah kebaikan untuk Magadha. Ashok adalah masa depan Magadha. Dan apapun yang di perlukan untuk menjadikannya Samrat, akan aku lakukan.”
Charumitra sedang berhias di kamarnya ketika Sushim datang dengan marah-marah. Katanya, “dia orang biasa, tinggal di kandang kuda. Dan ayah memujinya di depan aku. Siapa anak itu? Dia bukan siapa-siapa dan ayah membawanya kembali ke istana dengan menaiki kudanya.” Charu mencoba menenangkan Sushim, “kau memiliki begitu banyak kemarahan dan ini layak di miliki oleh seorang samrat. Tetapi kau harus menggunakan kemarahanmu dengan cara yang benar.” Dengan geram Sushim berkata kalau dirinya tidak tahan melihat Bindu mencintai orang lain. Charu membenarkan, “akupun tidak tahan. Kau putra sulungnya, samrat harus lebih mencintaimu. Hari ini ada perayaan kembalinya Samrat. Bersiap-siaplah. Emosimu sangat berharga, jangan mengumbar kemarahan untuk anak biasa.” Lalu Charu mengambil kotak dan mengeluarkan sejenis ular beracun. Charu mengamati ular itu sambil senyum. Sushim mengambil botol dari dalam kotak dan memberikannya pada Charu. Dengan botol itu, Charu menanpung bisa ular sambil bercerita kalau ketika Sushim berusia 1 tahun, Bindu diserang. Semua orang berpikir kalau Bindu sudah mati dan justin sudah siap mengambil alih tahta yang merupakan hak Sushim, “hari itu aku sangat takut akan nasibmu, karena itu aku mulai mengontrol roh jahat yang datang diantara dirimu dan tahta. Percayalah pada kekuatanmu. Apa yang kita pikirkan, itulah yang akan terjadi. Tenang dan percayalah pada ibumu.” Charu memberikan botol berisi racun itu pada Sushim, lalu Sushim menyimpannya dalam kotak.
Ratu Noor sedang mandi, Justin datang. Noor meminta semua pelayan pergi. Justin menghampiri Noor dan duduk di belakangnya. Justin berkata kalau sangat tidak adil untuk wanita lain, karena noor memiliki kecantikan melebihi mereka. Noor berkata, “tidak baik kalau kau datang kekamarku seperti ini.” Justin sambil mengelus wajah Noor berkata kalau noor adalah miliknya dan Bindu tidak akan membawa Noor jauh dari dirinya. Dengan gesit Noor meraih belati dan menghunuskannya ke leher Justin. Justin tidak mengelak, ataupun takut. Dia hanya diam tak bergerak. Noor mengancam Justin kalau sampai Justin berkata seperti itu lagi, dia akan membunuhnya. Setelah berkata begitu, Noor keluar dari bak mandi menuju ke cermin. Justin tertawa. Dia melangkah mendekati Noor dan berdiri di belakangnya. Justin mengendus rambut Noor dan memanggilnya kucing liar. Noor membalas mengejek Justin dengan berkata kalau menjadi kucing liar lebih baik daripada kucing domestik yang bersembunyi dibelakang ibunya. Justin tertawa sambil mengaku kalau dirinya tak akan menang kalau adu ejekan dengan noor. Sebelum pergi, Justin berkata kalau mereka akan bertemu lagi di perayaan. Noor tersenyum licik.
Persiapan untuk perayaan besar itu di lakukan dengan masimal. banyak hidangan kerajaan di persiapkan. Bindu sedang bersiap di kamarnya. Dharma ada di sana. Pelayan membawakan mahkota ke depan Bindu. Bindu berkata kalau perayaan itu diadakan karena dia kembali hidup. Dia ingin ibunya saja yang meletakkan mahkota itu ke kekepalanya. Helena datang. Bindu tersenyum senang, “ma, aku sedang membicarakanmu.” Bindu bertanya kenapa Helena belum bersiap. Helena menjawab kalu dirinya tidak punya hak untuk datang ke perayaan. Dia meminta maaf atas apa yang dia katakan tentang Achari Chanakya kemarin, “aku tahu saya telah menyakiti hatimu. Seharusnsya aku tidak amengatakan semua itu.” Bindu berkata, “mengapa anda mengatakan semua ini? saya tahu anda sangat peduli padaku. Anda peduli pada keselamatanku sehingga anda berkata begitu. Sudah saya katakan, anda adalah orang yang paling penting untukku. Bagaikan Krishna mempunyai yasoda. AKu mempunyai anda. Jika ana menentangku, itu pasti demi kebaikanku. Jika anda tidak datang ke perayaan, maka aku akan menghentikannya.” Helena melarang, “jangan. Rakyat Patliputra menunggumu. Mereka mempunyai haak atasmu. Biarkan mereka merayakannya. Tapi katakanlah kalau engkau memaafkan aku.” Bindu berkata kalau dirinya bahkan tak bisa mengatakan kata-kata itu helena, dia lebih baik mati. Dharma tersentak. Helena menutup bibir Bindu dan menggengam tangan di depannya. Bindu meraih tangan Helena. Helena tersenyum dan meraih mahkota. Dia menatap Mahkota dengan tamak, dan membayangkan dirinya sedang memasangkan mahkota itu kekepala Justin yang tertawa bahagia. tapi bayangan itu hanya selintas saja, karena kemudian helena tersadar. Dengan senyum di bibir, dia memasangkan mahkota ke kepala Bindu. Bindu mengucapkan terima kasih dan meminta Helena pergi bersiap-siap. Setelah Helena pergi Dharma menghampiri Bindu dan menyerahkan gelas berisi ramuan. Bindu mengambil gelas itu dan berkata kalau dia merasa Dharma datang padanya dan merawatnya adalah karena doa ibunya. Dia merasa beruntung Dharma ada di sisinya dan mengobatinya. Dharma tersenyum. Bindu mengundang Dhrama datang ke perayaan, karena itu adalah malam khusus untuk pelayan. Setelah berkata begitu, Bindu meminum obat buatan Dharma dan pergi. Setelah tinggal sendiri di kamar, Dharma dengan mata berkaca-kaca berpikir, “bagaimana aku akan memakan makanan kerajaan kalau anakku tidak ikut menikmatinya.”
Di kandang kuda, Ashok dan kawan-kawan sedang menikmati makan malamnya. Ashok membolak-balik bagiannya danberkata kalau makanan iu tidak sedap. Temannya menyahut setengah menyindir dengan berkata kalau itu bedanya samrat asli dan samrat palsu. “makanan ini adalah hadiah karena menang melawan pangeran Sushim.” Yang lain mengatakan kalau Sushim memiliki 51 hidangan makan malam. Hidnagan itu sangat menakjubkan. Ashok berkata kalau dirinya yang menang, jadi dia akan merayakannya. Dia berjanji akan membuat kawan-kawannya di istal makan makanan kerajaan.
rakyat mulaia berdatangan memasuki istana, perdana menteri yang menyambut mereka. Khorasan memanggil pengawal dan menyuruh mereka memperketat penjagaan. Ketika para pengawal mulai berjaga, tiga orang anak dengan topeng menutupi wajah muncul. Mereka membicarakan Samrat Ashok. Lalu sejenak mereka membuka topengnya menampakan wajah asli mereka. Ternyata mereka adalah teman-teman Ashok dari desa. Teman-teman setia yang selalu melayani dan menemani Ashok.
Dengan topeng menutupi wajah mereka berusaha masuk ke istana. Tapi Khorasan menghentikan mereka dan menanyainya. Mereka menjawab kalau mereka datang untuk menghibur Samrat. Perdana menteri tertawa dan berkata kalau mereka bertiga tampak lucu, lalu meminta agar Khorasan mengizinkan mereka masuk. Khorasa amengangguk. Ketiga anak itupun berhasil masuk keistana. Para pengawal melaor pada Khorasan. Khorasan berkata kalau dirinya yang akan mengawasi keamanan malam ini. Dia tidak ingin musuh menyelinap dan menyerang Samrat lagi. Para pengawal mengangguk dan pergi. Tiba-tiba seorang pria datang tergopoh-gopoh sambil memanggil senopati. Prajurit segera menghentikannya. Pria itu memberitahu Khorasan kalau anaknya di bawa binanga buas. Perdana menteri dan Khorasan segera menghampirinya dan mengusir pria itu. Pria itu memprotes perlakuan Khorasa dan berkata kalau rakyat di landa kecemasan karena binatang buas tapi raja malah mengadakan pesta di istana. Perdana menteri dan Khorasa terdiam, Chanakya datang dan bertanya apa yang terjadi? Khorasan memberitahu Chanakya kalau pria itu mengatakan anaknya di ambil binatang. Chanakya memprotes reaksi Khorasan, “anda tahu bagaimana sakitnya kehilangan anak karena anda juga pernah mengalaminya. Aku tidak ingin mencampuri pekerjaan anda, tapi seharausnya anda tidak menghalanginya untuk datang mengeluh pada Samrat. Ini haknya.” Setelah berkata begitu, Chanakya peri, Khorasan terlihat berpikir.
Dengan mengendap-endap, Ashok datang ke istana. Saat melihat Chanakya lewat di depannya, Ashok cepat-cepat menyembunyikan diri. Begitu suasana lenggang, dengan gesit Ashok masuk ke sebuah kamar. Dia melihat pakaian tergeletak. Dia mendapat ide. Dengan peratalatan yang ada di kamar itu, Ashok berdandan, melukis tubuhnya dan memakai topeng. Entah darimana dia mendapatkan topeng itu, tapi topeng yang di pakainya sama persis dengan topeng yang di pakai ketiga temanya.
Bindusara di dampingi Justin, Helena, Khorasan dan perdana menteri memasuki aula. Diantara rombongan para dayang, terlihat Dharma yang berjalan di belakang Justin sambil memegangi selendang untuk menutupi wajahnya. Semua orang menyambut Samrat. Samrat duduk di tahtanya lalu berkata kalau semua orang berdoa untuk keselamatannya, dia mengucapkan terima kasih untuk itu. Bindu memerintahkan agar perayaan di mulai. Tapi tiba-tiba Chanakya dan Radha gupta datang memasuki aula. Semua orang berdiri memberi Achari salam hormat, Begitu juga samrat, dia berdiri dan memberi salam pad Chanakya. Chanakya tersenyum, mengangkat tangan sambil berkata, “aku ingin memberimu hadiah pad akesempatan ini, tapi sebagai acharya aku hanya akan memberimu berkat.” Bindu menjawab kalau berkat Achari ternilai harganya. Chanakya hendak beranjak ke tempat duduknya ketika Helena menghampirinya. Dengan arogan dia berkata pada Chanakya kalau dulu chanakya pernah duduk di samping Samrat, tetapi sekarang dia duduk jauh darinya. Helena tahu betapa Chanakya berusaha keras untuk merebut posisi itu kembali, tapi semua telah berubah seiring berjalannya waktu. Chanakya hanya tersenyum. Sebelum pergi, dengan penuh percaya diri Helena memberitahu Chanakya kalau kini semua ada di bawah kendalinya. Sambil tersenyum licik, helena kembali ke tempat duduknya. Chanakya menarik nafas lega.
Charumitra memasuki aula di dampingi Sushim. Dia langsung menghadap Bindusara dan berkata kalau Sushim sangat senang Bindu pergi berkuda denganya. Bindu menjawad dengan diplomatis meskipun dirinya samrat, tapi dia juga seorang ayah. Dan Sushim adalah putra sulungnya. Charu menyahut cepat, “senang rasanya melihat Anda memberinya hak sebagai putra sulung, karena aku tidak pernah mendapatkan hak ku sebagai istsri pertama.” Bindu tersenyum pengertian, lalu meminta Charu duduk disampingnya. Charu menurut. Kesempatan itu di gunakan Charu untuk menyempaikan isi hatinya pada Bindu. Charu berkata kalau dirinya sangat khawatir dengan nasib Sushim kalau sampai terjadi sesuatu pada Samrat. Karena hanya dia seorang yang memikirkan kebaikan Sushim. Helena menegur Charu karena berbicara tentang kesehatan Bindu seperti itu. Charu membela diri, “ketika seorang ibu bicara, dia tidak memikirkan hal lain lagi.” Helena berkata, “tapi kau seharusnya melihat situasi.” Bindu menengahi dengan bertanya kalau-kalau Charumitra ingin meminta sesuatu yang lain. Charu mengangguk, dia ingin Bindu mengumumkan Sushim sebagai berikutnya. Semua orang tertegun. Noor muncul bersama Siamak. Mendengar pemintaan Charu Noor langsung menyela, “mengapa mengabaikan pangeran Siamak ketika bicara tentang samrat berikutnya?” Charu menoleh kearah Noor dan berkata kalau pembicaraan ini membuatnya khawatir, “Sushim adalah putra tertua, dia berhak atas tahta.” Noor menyahut dengan pedas, “dia mungkin putra tertua, tapi dia yang gemilang yang harus menduduki tahta. Dan Sushim…aku dengar Sushim kalah dari anak biasa…” Noor mengatakan kalau saat ini adalah saat yang tepat untuk mengumumkan samrat berikutnya. Biarlah ada kompetisi antara Sushim dan Siamak, yang menang diantara merekalah yang berhak menjadi Samrat. Perseteruan terang-terangan pun di mulai. Sushim dan Siamak saling berpandangan dengan tatapan penuh rasa bermusuhan. Masing-masing ingin terlihat garang bagi yang lainnya. Tiba-tiba tanpa peringatan, Sushim mencabut belati dan melempatkannya kearah Siamak. Semua yang hadir terkejut. Tapi Siamak berhasil menghindar, belati itu melayang melewati siamak dan di tangkap oleh sebuah tangan penuh lukisan… tangan seorang anak yang memakai topeng…. tangan Ashoka…….Sinopsis Ashoka Samrat episode 11