Sinopsis Ashoka Samrat episode 15. Dharma melihat patungnya sendiri… “patung Dharma”, patung dirinya yang berdiri angun di tepi ruangan. Patung itulah yang ingin di tunjukan Bindusara padanya. Dharma tertegun, antara sedih, bahagia dan merasa bersalah. Angin bertiup kencang menjatuhkan dupatta Dharma. Dharma seolah tak perduli, dengan airmata berlinang dia menatap patungnya sendiri. Lama Dharma dan Bindusara tertegun menatap patung itu, satu dengan rasa kagum, satu lagi dengan perasaan haru. Ketika tiba-tiba Bindusara hendak menoleh ke arahnya, Dharma tersadar, cepat-cepat dia meraih dupattanya. Sedetik saja, Bindu terlambat menoleh, Dharma sudah menutupi wajahnya kembali. Dengan sedikit rasa pedih membayang di matanya, Bindu menatap dharma dan berkata, “dia murni, penuh kedamaian..dia istri favoritku, Dharmaku. Dia memberikan beberapa hari dari hidupnya untukku dan membuatku hidup sepanjang kehidupan. Sekarang, rasa sakit karena kehilangan dirinya akan pergi ketika aku meninggalkan dunia ini.” Sambil menahan tangis, Dharma bertanya bagaimana ‘dharma’ nya Bindusara meninggal. Bindu teringat bagaimana Khorasan menemukannya di gubuk Dharma, dan Dharma meminta dia kembali ke Magadha untuk menunaikan kewajibannya pada negara. Dharma juga mengingat hal yang sama. Bindusara berkata, ” setelah kembali ke Magadha, demi janji yang kubuat, aku menikahi Noor Khorasan. Aku menjankan tugasku. Tapi aku tidak bisa menutupi perasaanku dari Noor kalau aku mencintai wanita lain. Aku mengatakan padanya kalau nama wanita itu Dharma. Lalu ketika aku pergi menemui Dharma, aku melihat gubuknya telah terbakar. AKu mencarinya kesana kemari, tapi semua orang di daerah itu mengatakan kalau dia tewas dalam kebakaran itu…” Bindu menoleh kearah Dharma, Dharma cepat-cepat merapatkan tutup wajahnya, “tapi aku tahu dia masih hidup..” Dharma terkejut. Bindu mendekati Dharma, Dharma menjai tegang. Bindu berkata, “dia bersama ku saat ini. Kapanku aku datang ke kamar ini, aku serasa ingin bertanya pada dewa apakah harus bersyukur karena mempertemukanku dengan Dharma atau mengeluh karena memberiku waktu yang sangat sedikit untuk kuhabiskan bersamanya.” Dharma tak kuat lagi menahan perasaannya. Tanpa pamit, dia pergi. Saat Bindu menoleh Dharma sudah tak ada bersamanya. Bindu menatap sekeliling mencari Dharma, tapi tak menemukannya. Lalu dia menatap patung Dharma dengan penuh rindu…
Dharma sambil menangis terseddu-sedu, bersimpuh di depan Mandir, “sepanjang hidup aku menyangka dia mencoba membunuhku dan anakku. Tapi ketika aku tahu kebenarannya, aku tak mampu meringgankan penderitaannya. Hari ini, setiap pertanyaan Ashok adalah benar, tapi aku bahkan tak bisa menjawabnya.”
Ashok sudah berbaring di depan kandang Gul Bhusham tapi dia belum tidur. Dia teringat ucapan Chanakya kalau Bindusara akan memihak serta ucapan Guru tentang mengapa Samrat Bindusara harus memdengarkan kata-kata Ashoka ketimbang kata-kata Sushim yang adalah anaknya. Ashok gelisah memikirkan itu. Dia melirik Bal Ghovin yang juga sepertinya sedang gelisah di tempat tidurnya. Ashok tengkurap dan memanggil Bal Ghovin. Bal Ghovin ikut-ikutan tengkurap. Ashok dengan tersenyum tipis mengoda bal, “kau takut iblis ya?” Bal Ghovin mengangguk, “kau juga takut kan?” Ashok menjawab kalau dirinya tidak takut iblis, “tapi aku juga punya iblis dalam tubuhku.” Bal Ghovin dengan gugup bertanya, “kau juga punya iblis?” Ashok menjelaskan maksudnya, “ibuku berkata kalau setiap orang punya iblis dan sisi baik. Tergantung kita mau mengikuti yang mana.” Bal Ghovin dengan yakin berkata kalau Ashok tak mungkin menjadi iblis. Ashok mengeryitkan kening, “kau bahkan belum tahu siapa aku. Ayo bicara tentang diri kita masing, berceritalah tentang dirimu, aku akan mengatakan siapa diriku.” Bal Ghovin ingat Helena menyuruhnya mencari informasi tentang Ashok. Dengan cepat Bal menggeleng, “tidak! Aku tidak ingin tahu apapun tentangmu.” Ashok terlihat heran, “tapi kita teman?” Bal menggeleng, “tidak. Aku mulai mengikuti sebagai idola. Kau pria impianku. Kau tidak kenal takut. Kau memikirkan orang lain sebelum dirimu. Kau punya keberanian dan hati yang baik. Terkadang aku berpikir, bagaiman bisa orang mempunyai masalah denganmu.” Ashok berdiri dari duduknya dan dengan heran bertanya, “siapa yang bermasalah denganku?” Dengan gugup bal Ghovin ikut berdiri dan meluruskan kalimatnya, “maksudku…tak ada orang yang bermasalah denganmu. Aku beruntung memiliki dirimu.” Ashok menyahut dengan cepat, “yang beruntung itu aku, karena memiliki teman yang jujur sepertimu. Ayo kita pergi cari tahu..” Bal Ghovin bertanya, “caritahu saipa?” Ashok berkata, “harus cari tahu apakah Samrat akan memihak. Karena aku tahu siapa iblis yang sesungguhnya.” Bal Ghovin bertanya apakah Ashok tahu siapa iblis itu. Ashok menjawab ya. Bal bertanya, “siapa dia?” Ashok menjawab, “dia..” tiba-tiba Ashok teringat akan janjinya pada guru. Lalu dia menepuk pundak Bal Ghovin dan memberitahu Bal kalau dirinya tidak bisa memberitahu tentang hak itu sekarang.
Bindu berdiri melamun di kamarnya. Dharma datang menyuguhkan ramuan obat. Tanpa melihat Dharma, Bindu mengambil gelas berisi ramuan. Dharma dengan ragu-ragu memin ta maaf karena telah meninggalkan Bindu waktu itu. Dharma memberitahu Bindu kalau setelah mendengar kisahnya, dia merasa penderitaannya tidak sebesar penderitaan Bindu, “aku juga telah kehilangan seseorang dan baru tahu kalau dia itu orang yang sangat baik.” Bindu bertanya, “apakah dia masih hidup?” Dharma mengangguk, “ya. tapi aku tidak bisa menemuinya.” Bindu menyahut, “kalau begitu penderitaanmu lebih besar dariku. Karena kau tahu dia ada di sekitarmu, tapi kau tak bisa menemuinya. Kalau aku bisa membantumu untuk mendapatkan dia, katakan saja. Aku pasti akan menolongmu.” Setelah berkata begitu, Bindusara menenguk minumannya lalu pergi meninggalkan Dharma. Dharma menangis. Chanakya datang menghampirinya dan berkata, “aku mengerti rasa sakit yang anda rasakan. Tapi percayalah ini semua demi anakmu. Aku tidak tahu, jika Samrat Bindusara mengetahui kebenarannya tentang dirimu, dia akan memaafkan aku atau tidak. Tapi aku merasa sangat berterima kasih padamu karena anda menerima tawaranku dan sangat membantu. Kebenaran akan terungkap suatu hari, tapi aku menunggu waktu yang tepat.”
Bindu mengunjungi kadang kuda dan memuji Ashok yang telah merawat Gul Bhusan dengan baik, “…karena itulah dia menjadi temanmu.” Sambil mengelus punggung kuda asshok berkata, “ibuku mengatakan, kalau kita kosentrasi pada pekerjaan maka kita akan sukses.” Bindu tersenyum ssenang dan memberi ashok 1 koin emas. Ashok menerima koin itu dengan senang hati. Bindu kemudian meloncat ke punggung gul Bhusan dan bersiap-siap hendak menarik tali kekangnya, ketika Ashok memukul pantal Gul bhusan dan menarik ekornya untuk membuat kuda marah. Gul Bhusan meringkik liar dan Bindu kewalahan. Ashok mengambil cambuk dan memberitahu Bindu, kalau dia mencambuk kudanya, maka dia akan tenang. Bindu berteriak marah, “diam! kau gila apa? Apakah kau akan memukul binatang tak bersalah ini? Apakah kau pernah melihat aku melakukan itu?” Ashok menyatukan telapak tanganya di depan dada dan meminta maaf, “bukan anda, Samrat. Tapi aku pernah melihat pangeran Sushim melakukan hal seperi itu. Dan anda tidak memarahinya.” Bindu berkata kalau Sushim melakukan itu di depannya, maka dia akan menghukum Sushim saat itu juga.” Ashok pura-pura heran, ‘apakah kau akan menghukum anakmu sendiri?” Bindu dengan tegas membenarkan, “keadilan adalah sama bagi semua orang. Kalau tentang keadilan, aku tidak punya hubungan. Aku tidak bisa mengirimkan pesan yang salah pada orang-orang bahwa aku memihak. Aku tidak mengharapkan yang seperti ini darimu juga.” Setelah berkata begitu, Bindu segera menarik tali kekang Gul Bushan dan berlalu pergi, diiringi tatapan puas dari Ashok. Ashok berguman sendiri, “achari Chanakya tidak memahami samrat. Samfrat Bindusara tidak mungkin memihak. Jika ku katakan padanya kalau Sushim adalah iblis itu, dia pasti akan menghukumnya.”
harma sedang membuat bola-bola laddu, ketika jendela kamarnya terbuka dan Ashok meloncat masuk. Dharma segera berdiri menyambut Ashok, “ashok?” Ashok menghampiri Dharma. Dharma dengan khawatir menegur, “ashok, kenapa kau datang kesini? Siapapun dapat melihatmu.” Ashok sambil tertawa senang berkata kalau Dharma ibu dari seorang samrat, jadi tidak perlu khawatir. Ashok dengan serius memberitahu dharma, “ma, aku tahu iblis itu siapa. Aku akan menyerahkannya pada samrat hariini. Karena itu berkatilah aku.” Ashok membungkuk untuk menyentuh kaki dharma. harma menyentuh kepala Ashok, “berkatku menyertaimu.” Ashok tersenyum senang, dia berdiri di depan Dharma. Dharma membelai pipi Ashok. Sambil masih tersenyum, Ashok membalikan badannya hendak pergi. Tapi Dharma menarik lenganya dan menyuruh Ashok menunggu sebentar. Dharma mengambil laddu dan menyuapkannya ke mulut Ashok. Ashok memuji kalau laddu itu sangat lezat. Dia lalu mengambil beberapa butir laddu lagi dan berlari keluar jendela di ikuti senyum Dharma.
Ashok berlari-lari kecil di lorong istana sambil melihat ke arah yang berlawanan dengan arah yang di tujunya. Karena sibuk melihat ke arah lain, dia tidak melihat kalau Helena sudah menghadang jalannya. Helena menegur Ashok dengan nada curiga, “apa yang kau lakukan di sini?” Ashok terkejut dan terlihat panik sesaat. Tapi kemudian ssambil tersenyum dia menjawab kalau tabib yang merawat samrata bindusara, merawat dirinya juga. Orang-orang bilang dia tidak boleh makan laddu, makanya dia datang untuk bertanya pada tabibb itu apakah dia boleh makan laddu. Helena dengan tatapan menyelidik berkata, “aku tahu, achari Chanakya membawamu kesini tanpa kau kehendaki. Kalau kau mau mengatakan padaku kenapa Achari membawamu ke sini, apa tujuannya…maka aku akan memberimu hadiah 50 koin emas dan kau bisa bebas dari sini sekarang.” Ashok teriur melihat sekantong koin yang di ulurkan helena. Dengan wajah senang dia mengambil kantong itu dan mengamatinya. Tiba-tiba dia teringat koin emas yang di dapatnya dari Bindu. Ashok mengeluarkan koin itu dari lilitan bajunya. Lalu menimbang beratnya dengan berat sekantong koin pemberian Helena. Ashok berkali-kali menimbang lalu tersenyum, “lihatlah, koin ini sangata banyak, dan ini hanya satu. Tapi koin yang satu ini saya dapatkan dengan kerja keras dan memiliki nilai lebih daripada koin yang 50 ini.” Ashok kemudian mengembalikan sekantong koin itu pada Helena yang menerimanya dengan tatapan tidak suka. Ashon menambahi, “saya tidak tahu achari Chanakya akan melakukan apa. Dia misteri bagi dirinya sendiri. jika anda tahu kenapa Achari Chanakya membawaku kesini, tolong beritahu aku..” setelah berkata begitu, Ashok berlari meninggalkan Helena yang tertegun menatap kepergian Ashok.
Guru menanyai Sushim, “pangeran, anda dari mana?” Sushim menjawab kalau dirinya sangat sibuk dalam acara pemujaan, “kenapa anda memnaggilku?” Ashok datang. Melihat Ashok, Sushim langsung terlihat marah dan geram. Guru menanyai Ashok, “kau masih memegang kata-katamu?” Ashok mengangguk. Guru mengancam, “kalau kau terukti salah maka…” Ashok menyela, “aku benar.” Sushim ikut menyela, “apa yang terjadi?” Guru memberitahu Sushim kalau Ashok menyangka dirinya… Ashok dengan berani menuduh langsung Sushim, “kau iblis.” Sushim bertanya, “bukti apa yang kau punya?” Ashok mengatakan kalau Sushim memiliki tato yang sama seperti yang ada di tubuh iblis, “aku melihatnya ketika kau menyerangku.” Sushim dengan rasa tidak terima memprotes Guru, “orang biasa menuduhku dan anda mendengarkan dia?” Gutu menyahut, “bahkan saya merasa sangsi dengan kata-katanya, tapi untuk menenangkan dia, bolehkan anda menunjukan tubuh anda?” Dengan geram Sushim mengancam, “tahukah anda kalau anda menghina Samrat berikutnya?” Guru menyahut, “Saya tidak bisa bermaksud menghinamu, tapi ini tentang keadilan, tak seorangpun berada diatas hukum. Saya meminta anda untuk menunjukannya.” Sushim membuka hiasan tubuhnya dan menunjukan dadanya. Tapi Ashok meminta dia menyisihkan kain dari tubuhnya. Dengan geram Sushim menurut. Dia menyingkirkan kaian yang menutupi dadanya. Dadanya bersih tidak ada tato ataupun bekas tato di sana. Ashok tertegun, “bagaimana mungkin? Aku melihatnya sendiri…” Guru membenatka Ashok, “cukup! maafkan aku pangeran Sushim..” Sushim mengangkat tangan menyuruhnya berhenti bicara. Sushim melirik Ashok penuh kebencian, lalu pergi dari ruangan itu tanpa sepatah kata. Guru memperingatkan Ashok agar tidak melakukan kesalahan seperti ini lagi, kalau tidak lain kali dia tidak akan selamat…
Bal Ghovin menemui Helena dan memberitahu Helena tentang Ashok, “ashok adalah orang yang sangat baik. Dia tidak menyakiti siapapun. Dan selalu memenuhi tugasnya.” Helena mencela, “aku menyuruhmu mencaritahu tentang dirinya dan anda memuji dia.” Bal berkata kalau dirinya tidak punya sesuatu yang buruk untuk di katakan tentang Ashok. Helena marah, “aku bodoh memberimu pekerjaan ini. Kau adalah orang bodoh, orang-orang sepertimu akan menghabiskan seluruh hidup menjalani hukuman.”
Ashok dengan langkah gontai hendak kembali ke istal, tapi Sushim mencegatnya. Sushim tersenyum mengejek, Ashok terlihat sangat marah. Sishim berkata, ‘aku merasa kasihan pada orang-orang sepertimu yang mengetahui kebenara tapi tidak bis amembuktikannya. Kau bukan apa-apa di depanku. Tato ku telah di hapus. Apa yang akan kau lakukan sekarang?” Ashok menegaskan, “kau menghapusnya?” Sushim mengangguk sombong, “ya. Kalau ayah ku Bindusara melihat, maka dia akan memberiku hukuman mati. Kau ingin melihat aku kalah, tapi kau yang kalah pada akhirnya. kau bodoh!” Sushim dengan senyum kemenangan meloncat ke atas kudanya dan berlalu dari hadapan Ashok di ikuti tatapan geram Ashoka. Ashok berkata, “achari Chanakya benar, hanya samrat yang punya hak untuk menghukum. Dan sekarang.. aku Samrat Vanraj akan melakukan keadilan.”
Bal Ghovin duduk termenung dengan wajah sedih. Ashok mendatanginya dan bertanya, “kalau kau di beri kesempatan untuk menghukum iblis itu, akankah kau menghukumnya?” bal dengan cepat menyahut, ” tentu.” Ashok segera menarik tangan bal Ghovin, “ayo ikut!”
Sushim di dampingi beberapa prajurit berburu di hutan. Dia menyuruh prajurit berpencar untuk mengiring binatang buruan sementara dirinya duduk diatas kuda sebilah busur yang siap di panahkan. Tiba-tiba sebuah kain hitam jatuh menutupi tubuhnya.
Di tempatnya, para prajuritpun mengalami nasib hampir serupa. Bedanya mereka yang sedang mengendap-endap mengamati binatang buruan, di pukul dari belakang hingga pingsan oleh sekelompok anak-anak. Begitu pingsan, prajurit itu di tinggalkan tergeletak di tanah begitu saja. Sedangkan Sushim, terikat di pohon dengan muka tertutupi kain. Sushim meracau, katanya, “siapa kau? tidakkah kalian tahu siapa aku? kalau ayahku tahu tentang ini, maka kau tidak akan selamat.” Bal terlongo mengetahui orang yang terikat itu adalah Sushim, “pangeran Sushim?” Sementara Ashok, menatap kelakuan Sushim dengan serigai puas di wajah menjawab, “ya. Dia iblis yang sebenarnya. Karena itu dia tidak bisa di hukum. Dia menghapus bukti.” Ashok memegang sebatang kayu dan meminta bal Ghovin untuk menghajar Sushim. Bal dengan ketakutan menolak, “tidak, aku tak bisa. Aku bukan pemberani seperti dirimu. Aku hanya orang biasa tidak seperti dirimu. kalau Sushim mati, Magdha akan menjadi terlantar.” Ashok dengan tegas berkata, “kalau sesuatu terjadi padamu, maka persahabatan kita yang terlantar. Dan bagiku,persahabatan kita lebih penting dari apapun juga. Untuk keadilan kau tak perlu takut pada siapapun. Pilihan ada di tanganmu.” Bal Ghovin teringat bagaimana iblis menyiksanya, keberaniannya muncul, tanpa berpikir lagi, dia mengambil tongkat yang disodorkan Ashok dan mulai menghajar Sushim. Sushim berteriak-teriak kesakitan, “siapa yang memukuli aku? aku minta maaf…maafkan aku!” Setiap teriakan Sushim mengingatkan Bal akan perlakuan iblis padanya. Bal terus menghajar Sushim. Ashok menatap semua itu dengan senyum puas. Dalam hati Ashok berkata, “ma, aku memenuhi janjiku bahwa tidak akan melakukan kekerasan. Tetapi bukan berarti aku tidak akan melakukan keadilan.” Bal berhenti memukuli Sushim setelah tongkatnya patah jadi dua. Melihat itu, Ashok mendekati Sushim dan memeluknya. Teman ashok yang lain mendekati Ashok dan berisik, “bolehkah aku memukulnya?” Ashok tersenyum dan balas berbisik, “kenapa bertanya padaku? lakukan saja!” Anak itu langsung menghajar Sushim di saksikan kawan-kawannya yang lain. Ashok sambil tersenyum puas membalikkan badan dan pergi dari tempat itu di ikuti Bal Ghovin.
Di hutan, seorang prajuroi sadar dari pingsannya dan langsung menghampiri Sushim yang terikat dengan lemas di pohon. Prajurit itu dengan cemas melepas ikatan Sushim. Sushim berteriak histeris sambil memohon-mohon, “jangan pukul aku! Jangan pukul aku! maafkan aku!” Prajurit menyadarkan Sushim dengan membuka kain yang menutupi kepalanya. Sushim kembali pada sifat aslinya. Dengan geram dia berteriak, “siapa mereka?” Prajurit mengatakan kalau dirinya juga tidak tahu siapa mereka. Prajurit mengajak Sushim melaporkan hal ini pada Samrat.Sushim tidak setuju, “kalau kau bilang seseorang datang dan memukuliku, maka orang-orang akan mengejekku sebagai samrat berikutnya.” Prajurit bertanya, “lalu apa yang akan kita katakan tentang luka di tubuh anda?”
Scene 5
di hutan, tentara mencoba untuk menemukan Sushim, ia menemukan dia diikat ke pohon, Sushim adalah mengoceh bahwa dont memukul saya, tidak memukul saya, maafkan saya, tentara meminta dia untuk datang ke indra, Sushim bertanya siapa mereka? Tentara mengatakan saya tidak bisa melihat, memungkinkan memberitahu Samrat Bindu, Suhim mengatakan apa yang akan Anda mengatakan bahwa seseorang datang dan memukul saya, orang akan mengejek saya bahwa saya Samrat berikutnya, Soldier mengatakan apa yang akan kita katakan tentang ini melukai pada tubuh Anda?
Sushim menghadap Bindusara di pengadilan di depan keluarga kerajaan dan banyak orang. Di sana juga ada Ashok, Bal dan kawan-kawannya. Bindu dengan heran bertanya, “iblis?” Sushim mengangguk, “ya ayah. iblis menyerang saya. Dia sangat kuat tapi aku telah besumpah untuk melawannya sampai dia mati.” Ashok dan Bal Ghovin saling pandang dan tersenyum geli. Bindu menanyai tentara. Prajurit membenarkan ucapan Sushim, “ketika hamba melihat pangeran bertarung dengan iblis, saya sangat bangga padanya.” Sushim menambahkan kalau dirinya memukul iblis sampai iblis kabur. Bindu dengan senyum di tahan bertanya bagaimana cara Sushim memukuli iblis? Sushim berkata kalau iblis memukulnya sekali dan dia memukul 2 kali, “lalu saya mengalahkan dia, hingg dia lari dari sana seperti seorang pengecut.” Bindu tersenyum. Ashok dan Ball Ghovin menahan tawa. Helena dan Justin seperti tidak percaya. Kebohongan SUshim semakin menjadi, “saya bisa saja menangkap dia, tapi saya memberinya peringatan bahwa jika dia terlihat lagi di Patliputra dengan mata setannya, maka saya akan menarik matanya keluar. Sekarang Patliputra aman dari iblis.” Semua bersorak memuji Sushim. Yang lain ikut-ikutan tersenyum. Chanakya menatap Sushim dengan sangsi, apalagi saat melihat Ashok tersenyum geli. Dalam hati Ashok berkata, “Achari Chanakya mengatakan kalau Samrat menegakan keadilan dan hari ini, Samrat Vanraj melakkan keadilan dan memberikan hukuman pada Sushim apa yang layak di terimanya…” Sinopsis Ashoka Samrat episode 16