Rendezvous bag 48 by Sally Diandra. Jalal terperangah begitu Jodha keceplosan menyebut nama Rukayah sebagai pemberi heroin tersebut, Jalal tidak percaya kalau justru teman terdekatnyalah yang ingin menjerumuskan istrinya ke jurang kenistaan, sesaat Jalal terhenyak dan teringat kembali ke beberapa peristiwa dimana dirinya selalu mengabaikan perasaan Rukayah “Apakah karena aku lebih mencintai Jodha ketimbang dirinya, maka Rukayah nekat berbuat seperti ini ? Kalau iya kenapa pikirannya begitu sempit ? Aku harus mencari jawabannya besok” bathin Jalal dalam hati, di lihatnya Jodha masih terus menggigil kedinginan dengan mata dan hidung yang terus berair, di usapnya dahi istrinya itu, panas masih terasa disana, Jalal segera mengganti handuk kecil yang mulai mengering dan kembali mengkompres dahi Jodha “Aku minta maaf, Jo … semua ini mungkin karena aku, karena akulah kamu jadi seperti ini” Jalal membelai rambut Jodha lembut, namun Jodha tidak menggubrisnya, Jodha berada diantara ambang batas antara sadar dan tidak sambil menggigil hebat, Jalal terharu dan tak terasa di ujung matanya ada setitik air mata yang jatuh, Jalal segera mengusapnya pelan, Jalal tidak tega melihat kondisi Jodha yang sangat menderita akibat ketergantungan dengan obat laknat tersebut, Jalal segera menghampiri dan mendekat ke arah Jodha sambil berbaring di sebelahnya, dipeluknya Jodha erat dari arah belakang, Jalal mencoba memberikan kehangatan melalui sentuhan tubuhnya di tubuh Jodha sambil berbisik pelan di telinga Jodha.
“Jodha, aku yakin kamu bisa melawan penyakit ini, lawan Jodha, aku akan selalu di sini mendukungmu, aku punya ide agar kamu bisa sedikit melupakan penyakitmu ini bagaimana kalau kamu mengingat lagi pertemuan kita dulu ? kamu ingatkan bagaimana dulu pertama kali kita bertemu ? Di pesta salah satu klien bisnis Madame Benazir, cobalah ingat rendezvous kita berdua pertama kali yang sampai saat ini tidak akan pernah hilang dalam benakku, aku selalu ingat semua itu, kacamatamu, rambutmu yang ditekuk, baju old fashionmu yang berwarna coklat, sepatu trepesmu, semuanya masih membekas dalam ingatanku, Jodha … rasanya baru kemarin kita bertemu” Jalal mencoba mengajak Jodha bernostalgia, mengenang pertemuan pertama mereka, namun Jodha hanya mengeluarkan suara seperti orang sedang kedinginan, Jalal semakin mendekap erat tubuh istrinya itu “Kamu masih ingat ketika dulu kamu sangat membenci aku, sementara aku, aku akui aku sangat tergila gila padamu, Jodha … sejak awal kita bertemu, aku sudah menyukaimu, kamu tahu kenapa ? Karena kamu berbeda dengan wanita kebanyakan, biasanya mereka berduyun duyun ingin kenal lebih dekat denganku, tapi kamu beda, kamu itu menggubris kehadiranku saja tidak, apalagi peduli ? Kamu bahkan jengah kalau aku ada di sekitarmu, tapi aku suka dengan sikap tidak pedulimu itu” Jalal terus mengajak Jodha mengenang kisah masa lalu mereka hingga akhirnya dirinya pun tertidur sambil memeluk Jodha erat.
Keesokan harinya ketika Jalal terbangun, dilihatnya Jodha masih tertidur pulas, Jalal teringat akan ucapan Jodha semalam “Aku harus segera menemui Rukayah !” bergegas Jalal mandi dan telah siap dalam waktu 30 menit, dilihatnya Jodha yang masih tertidur pulas, di ciumnya kening Jodha “Aku harus segera menyelesaikan masalah ini, Jodha … aku janji, aku akan menjebloskan siapa saja yang terlibat yang membuat kamu seperti ini” bathin Jalal dan segera berlalu meninggalkan Jodha. “Shivani, jangan lupa tiap beberapa menit kamu cek nyonya Jodha ya, kalau ada apa apa, segera hubungi aku, aku harus pergi dulu” Shivani hanya mengangguk sambil menyiapkan sarapan untuk Jalal, ketika Jalal turun dan menemuinya di dapur “Tejwan, kamu juga bantu istrimu untuk mengawasi nyonya Jodha, siapa tahu nyonya Jodha butuh bantuan, secepatnya kamu bantu dia, okay … kalian mengerti kan ?” Tejwan dan Shivani segera mengangguk “Tuan Jalal, tidak sarapan dulu ?” sesaat Jalal terdiam namun kemudian akhirnya Jalal menggeret kursi makan itu dan mulai menikmati sarapan paginya.
Selesai sarapan pagi, Jalal segera meluncurkan mobil BMW roadster hitam miliknya ke apartemen Rukayah, pagi ini Jalal sengaja membuat janji bertemu dengan Rukayah, Rukayah tidak menyangka kalau Jalal mau bertemu dengannya, dengan senyum sumringah, Rukayah segera menyambut Jalal begitu laki laki itu sampai di depan pintu apartemen miliknya “Masuklah, Jalal … silahkan, aku tidak menyangka, pagi pagi begini kamu mau bertemu denganku” Jalal hanya terdiam sambil memperhatikan gestur tubuh Rukayah dengan penuh selidik, Rukayah segera menggandeng tangan Jalal dan mengajaknya duduk di sofa sudutnya “Kamu sudah sarapan ? Kebetulan pagi ini tadi aku bikin omelet, yaa aku hanya bisa bikin omelet, kamu tahu kan kalau aku nggak bisa masak kayak kamu” Rukayah merasa kikuk ketika Jalal memperhatikannya begitu dalam dan tajam “Terima kasih, Rukayah … aku sudah sarapan tadi di rumah” akhirnya Jalal membuka percakapan mereka “Kalau begitu aku ambilkan teh atau kopi” Jalal segera menyambar lengan Rukayah sambil menggelengkan kepalanya “Tidak usah, tidak usah repot repot, aku kesini ingin bersamamu, beberapa hari ini aku merasa sendirian, aku kesepian, Rukayah” Rukayah menyeringai senang ketika dilihatnya wajah Jalal memelas, seperti seorang laki laki yang haus akan kasih sayang.
“Kenapa kamu bisa berkata seperti itu ? Kamu tidak akan pernah kesepian, Jalal … karena aku selalu ada buat kamu, aku tahu pada akhirnya kamu pasti akan mencari aku karena cuma aku yang bisa mengerti kamu, Jalal” Rukayah merangkul bahu Jalal sambil merebahkan kepalanya di bahu kekar laki laki itu “Yaaa kamu benar, akhir akhir ini aku merasa Jodha sangat berbeda, apalagi penyakitnya yang di deritanya itu membuat aku capek” Rukayah tersenyum senang dengan kedua bola matanya yang berbinar binar terang “Rukayah, katakan padaku apakah aku salah bila aku mengatakan kalau aku lelah mengurus Jodha yang tidak kunjung sembuh ?” Jalal menatap Rukayah dengan pandangan memelasnya, Rukayah membelai pipi Jalal sambil menggelengkan kepalanya “Tidak, Jalal … hal itu sangat manusiawi, sangat wajar kalau kamu merasa lelah mengurusi Jodha tapi kamu tidak usah khawatir karena ada aku yang akan mengurusi kamu, kamu bisa bermanja manja denganku, aku akan memberikan kamu kebahagiaan yang tidak akan pernah kamu duga, Jalal” Jalal menutupi wajahnya dan mengusapnya perlahan kemudian merebahkan tubuhnya di sofa
“Terima kasih, Rukayah … kamu memang baik, kamu memang teman yang sangat baik” Rukayah hanya tersenyum memandangnya “Kalau boleh aku tahu, mengapa kamu sangat baik sekali padaku, Rukayah ?” dahi Jalal mulai berkerut menuntut sebuah jawaban dari bibir Rukayah yang merah merona, Rukayah menghela nafas dalam sambil memegang tangan Jalal dalam genggamannya “Karena aku … karena aku mencintai kamu, Jalal” Jalal kaget “Kenapa ? kamu kaget ? Bukankah perasaan ini sudah sering aku ungkapkan sejak dulu, bahkan jauh sebelum kamu bertemu dengan Jodha, ibumu sendiri juga menyadari perasaan cintaku ini hingga beliau ingin menikahkan kita bukan ?” Jalal menganggukkan kepalanya lemah “Maafkan aku, Rukayah …” Jalal belum menyelesaikan kalimatnya, Rukayah telah menutup bibir Jalal dengan jari telunjuknya
“Ssstttt … kamu tidak usah berkata kata apa apa lagi, Jalal … aku tahu, aku bisa mengerti dan aku pun bisa menerima kalau aku menjadi belahan jiwamu yang kedua” Rukayah merebahkan kepalanya di dada Jalal yang bidang “Dengan mengetahui kalau kamu juga mencintai aku, itu saja sudah cukup buatku, selama ini aku sabar, jujur … aku memang selalu menantikan saat saat seperti ini, dimana kita berdua bisa mengungkapkan semua perasaan kita satu sama lain dari hati ke hati” Rukayah meraba raba dada Jalal yang bidang kemudian membelai dagu dan pipi Jalal, Jalal hanya diam saja, Rukayah mengangkat kepalanya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Jalal, mata mereka berdua saling memandang “Aku sangat mencintaimu, Jalal … aku bahkan bisa memberikan sesuatu yang lebih indah dari pada apa yang pernah Jodha berikan untukmu” saat itu bibir Rukayah sudah hampir mengenai bibir Jalal, namun Jalal segera bangun dan terduduk dengan tubuhnya yang condong ke depan, membuat Rukayah sedikit terjungkal ke samping, Rukayah kesal namun tetap tersenyum walaupun di perlakukan seperti itu oleh Jalal.
“Rukayah, apakah kamu bisa menerima Jodha sebagai istriku ?” tiba tiba Jalal melontarkan suatu pertanyaan yang membuat Rukayah sedikit berfikir “Tentu … tentu saja aku bisa menerima Jodha sebagai istrimu, seperti yang aku bilang tadi kalau aku bersedia menjadi orang kedua dalam kehidupanmu” Rukayah merebahkan kepalanya di bahu Jalal kembali, Jalal menghela nafas dalam “Apakah itu benar, Rukayah ?” Jalal bisa merasakan anggukkan kepala Rukayah di bahunya “Apakah dengan cara ini kamu menerima kehadiran Jodha dalam kehidupanku ?” tiba tiba Jalal menunjukkan sebuah kapsul dari balik saku bajunya ke Rukayah, sesaat Rukayah terperanjat ketika Jalal menunjukkan kapsul yang diberikannya ke Jodha beberapa hari yang lalu “Mampus ! Darimana Jalal mendapat kapsul heroin itu ?” bathin Rukayah dalam hati
“Apa maksud kamu, Jalal ? Aku nggak ngerti ?” Rukayah pura pura tidak mengerti dengan perkataan Jalal “Aku harap kamu tidak usah berbelit belit, Rukayah … karena aku punya buktinya kalau kamu memberikan kapsul ini ke Jodha malam itu” Jalal menatap wajah Rukayah yang terkejut memandang ke arah Jalal “Aku nggak ngerti apa yang kamu omongin, Jalal ? Aku benar benar nggak tahu apa yang kamu maksudkan, kamu jangan nuduh sembarangan, Jalal !” Jalal segera berdiri dan berjalan menuju ke pintu apartemen Rukayah, kemudian membukanya perlahan, tiba tiba masuk dua orang berseragam polisi di depan Rukayah, Rukayah panik dan kaget “Mungkin kamu bisa mengutarakan cerita yang sebenarnya pada kedua bapak bapak ini” Jalal berjalan ke arah Rukayah sambil menunjuk ke arah kedua polisi tadi
“Jalal ! Apa apaan ini ? Kamu jangan main main ! Aku tidak melakukannya, Jalal !” suara Rukayah mulai melengking tinggi “Lalu bagaimana bisa kapsul ini berada di kamar Jodha, Rukayah ? Sementara malam itu Jodha terkapar tidak berdaya ! Dan anehnya semalam Jodha sangat menginginkan kapsul ini !” suara Jalal juga tidak kalah menggelegar sambil melototkan matanya ke arah Rukayah “Aku mempunyai buktinya, Rukayah … rekaman CCTV di kamarku akan bercerita semuanya” Rukayah terperangah, dirinya saat ini mulai terpojok, tidak ada gunanya berkelit karena Jalal sudah tahu semuanya “Baik ! Okay ! Fine ! Kamu mau tahu kenapa aku memberikan kapsul itu ke Jodha ? Karena aku benci, Jodha ! Kenapa dia yang kamu pilih jadi istrimu ! Kenapa bukan aku ? Aku telah mencintaimu dari dulu, Jalal ! Tapi kenapa kamu malah memilih orang lain yang baru saja kamu kenal, bukan aku ! Aku tidak terima, Jalal ! Aku benci istrimu itu !” kedua polisi tersebut langsung memegang lengan Rukayah yang mulai berteriak histeris, Rukayah meluapkan semua kemarahannya pada Jalal.
Jalal tidak percaya mendengarnya, Jalal tidak menyangka Rukayah teman masa kecilnya, yang dulu besar bersama sama bisa berubah seperti monster seperti saat ini ketika cintanya bertepuk sebelah tangan “Kamu tahu, Jalal ! Aku tidak menyesal, aku puas ! Aku sumpahi istrimu akan terus kecanduan barang laknat itu ! Hahahahaha” tiba tiba perangai Rukayah berubah seperti orang gila dengan tawanya yang meledak bersamaan dengan amarah yang masih menguasai jiwanya, kedua polisi itupun mulai membawa Rukayah keluar apartemen namun Rukayah memberontak “Lepaskan ! Lepaskan aku ! Jalaaaal ! Kamu memang laki laki tidak tahu di untung ! Kamu akan merugi dengan menjebloskan aku seperti ini ! Aku sumpahi kamu Jalal ! Kamu dan keluargamu tidak akan bahagia selama lamanya ! Hahahahaha … selama lamanya !” teriakan Rukayah menghilang di ujung koridor.. Rendezvous bag 49 by Sally Diandra