Rendezvous bag 49 by Sally Diandra. Rukayah akhirnya masuk ke dalam hotel prodeo alias sel penjara dan siap menanti hukuman yang akan di terimanya, apakah itu hukuman seumur hidup atau eksekusi mati dan hal ini juga berlaku untuk Syarifudin karena dengan sengaja memberikan narkoba pada orang lain. Rukayah tidak terima di perlakukan seperti ini, dirinya sempat setress dan mengalami depresi yang tinggi hingga mengalami gangguan jiwa.
Sementara itu selama lima hari pertama sejak gejala ketergantungan Jodha dimulai, Jalal selalu mendampingi Jodha dalam memerangi rasa ketergantungan yang menguasai diri Jodha, Jalal tidak pernah patah semangat dengan selalu memberikan dukungannya ke Jodha, Jalal berusaha bertahan dengan segala macam gejala yang dialami Jodha, mulai dari demam panas yang begitu tinggi, yang disertai dengan keadaan menggigil kedinginan yang begitu hebat, hingga tingkat setress yang begitu tinggi ketika Jodha tidak bisa tidur karena imsonia, tak ayal Jalal sering menjadi tempat amukan Jodha ketika emosinya meningkat, Jalal berusaha bersabar dan bertahan dengan semua ini karena hanya dengan cara inilah Jodha bisa sembuh dari efek ketergantungan heroin yang pernah di konsumsinya “Jalaaaal !!!! Badanku sakit semuaaaa ! Kenapa kamu diaaam sajaa !!! Suami macam apa kamu ini ???” makian demi makian yang dilontarkan Jodha setiap menit menjadi suatu hal yang biasa bagi Jalal “Aku sudah tidak tahan lagi, Jaaalllaaaalll ! Aku mau mati ! Aku mau mati ! Bunuh saja aku, Jaaalllaaal !” teriakan Jodha yang melengking tinggi selalu menjadi santapannya sehari hari, apalagi dengan penampilan Jodha yang kucel, berantakan, sayu dengan tatapan mata yang kosong dan wajah yang kusam menjadi kekuatan Jalal untuk segera menyembuhkan Jodha.
Treatment Jalal yang kadang dinilai begitu sadis oleh keluarga terdekat mereka dalam mengobati Jodha, tidak dihiraukan Jalal, Jalal malah tidak menyarankan mereka mengunjungi atau menengok Jodha kalau hanya sekedar ingin tahu bagaimana perkembangan Jodha dari hari ke hari “Ibuuu … Ibuu bisa kan berikan aku obat ? Ibu bisa kan ?” Jodha selalu menunjukkan wajahnya yang memelas meminta bantuan begitu ada keluarga yang datang berkunjung menengoknya “Jodha, jangan kekanak kanakkan, ibu tidak punya obatnya, ibu … aku sarankan lebih baik ibu pulang saja” Jalal segera menggandeng lengan nyonya Hamida keluar kamar, namun Jodha segera mencegahnya
“Jangaaaan ! Ibu jangan tinggalkan aku, aku sudah tidak tahan disini, aku ingin keluar, bawa aku, ibuuu !” nyonya Hamida tidak mampu berkata kata begitu melihat wajah Jodha yang kusam berantakan, benar benar jauh dari kata cantik atau penampilan Jodha sehari hari sebagai seorang model, nyonya Hamida bingung, tidak tahu harus berbuat apa, apalagi ketika tiba tiba Jodha bersimpuh di kakinya dan memegang kaki nyonya Hamida erat “Jodhaa, maafkan ibu, sayang … Ibu nggak tahu harus berbuat apa ?” Jalal segera melepas tangan Jodha dari kaki nyonya Hamida “Lebih baik, ibu pulang saja, ibu tidak usah hiraukan Jodha, aku akan mengurusnya” Jalal segera memeluk Jodha dari belakang dan mencengkram erat kedua lengannya, sementara Jodha terus memberontak dari cengkraman Jalal “Ibuuuu !!! Tolong aku ibuuu, Jalal ! Lepaskan ! Kamu ini suami tidak berguna ! Lepaskaaan, Jaaalllaaalll !”
Nyonya Hamida segera meninggalkan mereka dengan perasaan sedih, nyonya Hamida tidak menyangka kalau Jodha akan seperti ini, efek ketergantungan akan barang haram itu sungguh sangat menyedihkan sekali “Nyonya mau pulang ?” pertanyaan Shivani mengejutkan nyonya Hamida begitu sampai di lantai bawah ‘Iyaa, Shivani aku mau pulang” sesaat nyonya Hamida terdiam, nyonya Hamida teringat bagaimana Jodha mengiba iba, sementara Jalal berusaha untuk menahannya “Nyonya, tidak apa apa ? Apa nyonya mau saya buatkan minuman dulu ? teh hangat mungkin ?” nyonya Hamida menghela nafas dalam “Aku butuh udara segar, Shivani … iyaa, bisakah kamu buatkan aku minuman ? Apa saja terserah” nyonya Hamida segera mengikuti Shivani ke dapur dan tak berapa lama teh hangat sudah tersaji didepan nyonya Hamida
“Nyonya pasti kaget dengan perubahan nyonya Jodha, saya juga begitu, nyonya … kadang saya juga merasa kasihan, apalagi kalau tengah malam tiba tiba nyonya Jodha menjerit, saya merasa apa yang dilakukan oleh tuan Jalal itu tidak manusiawi tapi ternyata memang harus seperti itu pengobatannya” tanpa diminta ternyata Shivani malah nyerocos menceritakan perkembangan penyembuhan Jodha dari hari ke hari “Sudah berapa lama Jodha seperti itu ?” nyonya Hamida berusaha mengorek lebih jauh tentang Jodha “Kalau tidak salah ini sudah hari ke lima, nyonya … kemarin ketika keluarga nyonya Jodha mau kesini, tuan Jalal melarangnya, untung saja mereka belum datang, mereka baru sekedar menelfon jadi mereka tidak jadi kesini” nyonya Hamida menatap Shivani dengan pandangan haru
“Kasihan Jodha … apa tuan Jalal tidak pernah membiarkan dia keluar dari kamarnya ?” Shivani segera menggelengkan kepalanya “Kemana saja nyonya Jodha pergi, tuan Jalal selalu mengikutinya di belakang atau mengurungnya seharian penuh karena pernah ketika tuan Jalal lengah, nyonya Jodha berusaha bunuh diri” nyonya Hamida terperanjat “Benarkah itu, Shivani ?” Shivani menganggukkan kepalanya “Nyonya Jodha melukai urat nadi di tangannya dengan pisau dapur, untung saja Tejwan memergokinya, sejak itulah tuan Jalal tidak pernah jauh dari nyonya Jodha dan mulai mengurungnya di kamar” nyonya Hamida menganggukkan kepalanya sebagai tanda bisa memahami perlakuan anaknya pada istrinya itu “Aku memang tadi juga sempat merasa kenapa Jalal begitu sadis ke Jodha, ternyata memang harus seperti itu perlakuannya” nyonya Hamida mulai bisa mengurangi rasa shock yang di deranya barusan.
Tujuh hari kemudian …
Seperti yang dikatakan oleh dokter Vinod, efek ketergantungan akan heroin akan segera membaik pada hari ke tujuh hingga ke hari kesepuluh dan setelah melewati hari kesepuluh, pagi itu Jodha merasa tubuhnya mulai lebih ringan dan fresh, tidak seperti hari hari buruknya kemarin. Dilihatnya Jalal masih tertidur pulas, bergegas Jodha berkaca di meja rias, dilihatnya wajahnya yang kusam, dengan rambut yang berantakan dan lingkaran hitam di bawah matanya yang sayu, Jodha terpana melihat penampilannya yang begitu buruk “Jeleknya diriku, seperti inikah aku selama ini ?” diliriknya Jalal yang masih tertidur pulas dari pantulan kaca dari meja riasnya yang lebar “Terima kasih, Jalal … kamu telah mengupayakan semuanya agar aku bisa sembuh” Jodha tersenyum kemudian bergegas masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah selesai mandi, Jodha mulai menghias dirinya di depan meja riasnya, tepat pada saat itu Jalal bangun dari tidurnya, dilihatnya Jodha sedang berdandan di depan meja riasnya “Kamu sudah bangun, sayang ?” Jodha melirik sekilas melalui pantulan kaca di meja riasnya, kemudian perlahan berbalik dan mendekat ke arah Jalal, wajahnya yang pucat dan sayu masih membekas di sana “Selamat pagi, sayang” Jodha duduk di tepi tempat tidur sambil memegang tangan kanan Jalal kemudian menciumnya lembut, Jalal tersenyum sambil memandang istrinya itu dengan penuh cinta “Selamat pagi, bagaimana keadaan kamu saat ini ? Sudah enakkan ?” Jodha tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
“Ini semua karena kamu, suamiku … hari ini aku merasa berbeda, tidak seperti kemarin, sekarang kepalaku tidak terasa berat, tubuhku juga sudah tidak demam dan menggigil kedinginan, apakah gejala itu sudah hilang dari tubuhku ?” Jalal membelai rambut Jodha perlahan “Bisa jadi seperti itu, aku senang kalau akhirnya kamu menang melawan efek ketergantungan tersebut, itu artinya tubuhmu kembali normal” Jodha tersenyum haru dan tak terasa pipinya basah oleh airmata “Heiii … kenapa menangis ?” tangis Jodha malah semakin pecah ketika Jalal menanyakan alasannya, Jodha langsung menghambur dalam pelukkan Jalal dan merebahkan kepalanya di dada Jalal sambil menangis tersedu sedu, Jalal membiarkan istrinya menumpahkan semua kegundahan hatinya sambil membelai rambut Jodha yang sedikit basah.
“Aku … aku … aku …” suara Jodha terbata bata ketika hendak mengutarakan sesuatu, Jalal membiarkannya sambil di ciumnya rambut Jodha lembut, Jodha mengusap kedua pipinya yang basah sambil mengangkat kepalanya dari pelukkan Jalal, Jalalpun ikut bangun dan terduduk di ranjang sambil memandang Jodha yang masih menyisakan tangisnya “Aku tidak tahu apa jadinya diriku kalau nggak ada kamu, padahal selama ini aku selalu membuat kamu kesal, aku selalu tidak menuruti apa katamu” Jalal hanya tersenyum mendengar suara Jodha yang parau sambil tertunduk di depannya, diraihnya dagu Jodha dan diangkatnya perlahan wajah istrinya itu “Aku juga tidak tahu apa jadinya diriku kalau kamu tidak ada di sampingku, kita ini sepasang jiwa, kamu adalah aku dan aku adalah kamu, Tuhan telah menciptakan kita berdua untuk bersatu melalui rendezvous yang indah” Jodha memandang suaminya dengan mata berkaca kaca.
“Kamu masih ingat pertemuan kita yang pertama ?” Jodha mengangguk “Baju old fashion, kacamata besar, rambut digelung dengan sepatu trepes dan nama yang cukup unik Jojo” Jalal mulai menggoda Jodha dengan gayanya yang khas, Jodha tertawa kecil sambil meninju bahu Jalal kemudian tersenyum manis ke arahnya “Aku suka senyuman itu, senyuman maut yang memabukan” rayu Jalal “Gombal !” suara Jodha masih terdengar parau “Kamu tahu, pada pertemuan pertama kita itu, aku sempat bersumpah kalau aku tidak akan pernah membiarkan dirimu mencium diriku meskipun pesonamu begitu memukau” tawa Jalal meledak, Jalal tertawa terbahak bahak, Jodha hanya tertawa kecil dan tiba tiba tubuh Jalal mendekat ke arahnya sehingga dahinya beradu dengan dahi Jodha “Tapi kamu tetap tidak bisa menolak pesona tuan Jalal kan nona Jodha ? Buktinya kamu pasrah ketika aku meminta hadiah ciuman ketika aku menang permainan tennis” Jodha langsung mengangkat kepalanya dan mengambil guling yang berada di sebelahnya dan melemparkannya ke tubuh Jalal
“Kamu itu yang curang ! Tiba tiba saja langsung nyosor menciumku !” suara Jodha kali ini terdengar meninggi, Jalal tertawa terbahak bahak sambil melindungi diirinya dari serangan gulingan Jodha yang bertubi tubi “Tapi kamu suka kan ? Buktinya kamu juga diam saja” Jodha terus menyerang Jalal hingga naik ke atas ranjang sambil melemparkan bantal dan guling yang lain “Gimana aku nggak diam, serangan bibirmu itu terlalu mendominasi, bikin aku susah bergerak” Jalal segera menyambar lengan Jodha hingga membuat Jodha jatuh terjerembab di tubuh Jalal dan kapala mereka berduapun terkantuk satu sama lain, sesaat kemudian mereka berdua tertawa bersama sama sambil terengah engah.
“Kamu tahu, apa yang menyebabkan aku jatuh cinta padamu ?” suara Jalal terdengar setelah beberapa saat mereka mengatur nafas mereka setelah perang bantal guling selesai, sementara Jodha menggelengkan kepalanya “Sikapmu yang dingin terhadapku yang membuat adrenalinku meningkat dan ingin segera menaklukkan kamu” mata Jodha yang bulat terbelalak tajam dan melotot ke arah Jalal “Jadi cuma karena itu kamu mencintai aku ?” Jodha segera memalingkan mukanya menatap ke arah yang lain dengan mukanya yang ketus dan cemberut, Jalal segera meraih dagu Jodha dan dihadapkannya ke wajahnya sendiri “Aku mencintaimu sejak pertama kali bertemu dan perasaan itu tidak berubah sampai saat ini” Jodha tersenyum memandang suaminya “Terima kasih untuk semua cinta yang kamu berikan untukku, aku bukanlah siapa siapa dan bukan juga apa apa sebelum aku menemukan cintamu” Jodha membelai wajah suaminya mesra
Mata mereka saling memandang dalam diam dengan tatapan yang penuh selaksa makna, dan pagi itu adalah awal kebangkitan Jodha menjadi pribadi yang baru, Jodha semakin mengerti makna cinta sesungguhnya yang diberikan Jalal untuknya meskipun awalnya Jodha ragu akan cinta Jalal namun kini Jodha mengerti kalau Jalal adalah cinta sejatinya, cinta sejati terbentuk karena adanya keinginan dari dua hati yang menjalani hidup bersama dalam kondisi apapun, dimanapun dan kapanpun…. Rendezvous bag 50 – Last Episode