Sinopsis Ashoka Samrat episode 25 by Jonathan Bay. Rombongan Bindu kembali ke Istama dengan suasana penuh duka cita. Jasad Dharma ada bersama mereka. Tidak ada senyum atau wajah gembira, semua bermuram durja. Rakyat Patliputra berkumpul di halaman istana menyambut kedatangan rombongan. Berita kematian Dharma sudah menyebar luas. Keluarga kerajaan dan rakyat Jelata berkumpul untuk memberi penghormatan terakhir. Jasad Dharma di letakan di balai-balai yang sudah di siapkan di tengah halaman. Dikelilingi oleh Bindusara, Chanakya, keluarga kerajaan dan para dayang. Semua memperlihatkan wajah sedih kecuali Justin dan Helena, yang sesekali terlihat saling melempar pandang dengan seulas senyum tipis tersembul di bibir. Diantara semua yang terlihat paling terpukul adalah Chanakya. Dia merasa sedih memikirkan nasib ashok dan janji yang tidak bisa di tepatinya. Kesedihan Bindu dan Chanakya semakin kentara saat seorang pelayan berkata pada temannya, “dia banyak menolong kita. Kenapa tuhan memanggil orang yang baik begitu cepat?”
Ashok datang, dia mencoba melihat jasad yang terbaring di balai-balai dengan wajah cemas. Tapi kerumunan masa menghalanginya. Ashok kemudian naik ke pilar dan mencoba melihat kedalam. Angin mengerak-gerakan kain putih yang menutupi si mayat, tapi tidak sampai terbuka. Ashok mendengar seorang prajurit menceritakan kondisi Dharma pada temannnya, “.. kondisinya sangat memprihatinkan. Hewan buas menyerangnya dan tak seorangpun ada di sana untuk menolongnya…” Ashok geram mendengarnya. Darah keluar merembes dari hidungnya. Sambil menahan geram, dia mengusap darah itu dan bergegas menghampiri si prajurit. Ashok menarik kain prajurit itu dan dengan geram berkata, “ibuku masih hidup. Tidak ada yang bisa terjadi padanya. Ibuku masih hidup!” Prajurit itu menatap Ashok dengan heran. Setelah marah-marah begitu, dengan kesal, Ashok keluar dari kerumunan hendak meninggalkan pintu gerbang. Tapi begitu berdiri di luar, dia tertegun seperti terpikir sesuatu, lalu dengan cepat dia berbalik, menerobos kerumunan dan berlari kearah jasad Dharma. Tapi tentara coba menghentikannya dengan menangkap kedua tanganya. Ashok berteriak dengan histeri, “lepaskan aku!” tapi rajurit tetap berusaha menahannya. Chanakya menatap dengan khawatir. Justin tersenyum puas. Bindusara mengibaskan tangannya menyuruh prajurit melepaskan Ashok. Begitu terbebas, dengan langkah panjang dia menghampiri bale-bale di mana Jasad Dharma terbujur kaku.
Ashok berdiri di sampingnya dengan wajah sedih bercampur cemas dan rasa penasaran. Dengan tangan gemetar ashok mencoba membuka kain putih yang menutupi wajah si mayat dengan ragu-ragu. Ashok terbayang bagaimana Dharma selalu memanjakan dirinya, bagaimana dia menyuapinya, mengobati lukanya, bahkan senyum terakhirnya sebelum mereka berpisah, terbayang kembali di benak Ashok. Ashok menguatkan diri untuk membuka kain itu. Pelan..pelan tapi pasti Ashok membukanya, wajahnya pucat seketika. Raut mukanya tegang di liputi keterkejutan. Chanakya memejamkan mata menahan pedih yang menguris hatinya melihat reaksi Ashok. Ashok terduduk di tanah dengan wajah shok, “ini bukan ibuku. Bukan ibuku!” Chanakya bingung. Bindusara heran. Helena dan Justin melirik Bindusara menunggu reaksinya. Ashok bergegas bangkit sambil berteriak histeris, “sudah kukatakan, ini bukan ibuku. Bukan ibuku ini!” Mendengar teriakan Ashok, dengan bingung Bindusara berguman, “Subhadragi ibunya Ashok?” Helena melirik puas. Bindusara teringat bagaimana Ashok dan Dharma saling memuji di depannya, “kenapa dia menyembunyikan ini dariku? Kenapa Ashok menyembunyikan ini dariku?” Justin dan Helena saling pandang. Sementara Ashok masih berteriak histeris, “ibuku masih hidup! Dia abukan ibuku. Kalau dia terluka sedikit saja, aku pasti mengetahuinya. Dan kalian…. mengatakan dia meninggal? Kenapa berkata begitu?” Semua yang hadir tertegun mendengar kata-kata Ashok dengan perasaan haru dan sedih memenuhi lubuk hati mereka. Kecuali Helena dan Justin. Helena bahkan menyerigai senang. Ashok terus saja meracau di hadapan Bindusara dan Chanakya sambil menunjuk-nunjuk, “setidaknya pikirkanlah perasaan anak yang mendengarkan berita palsu ini. Kalian semua tidak adil. Tapi tuhan tidak akan berlaku tidak adil padaku, karena Dia tahu ibuku telah menyelamatkan banyak nyawa.. sehingga Dia tak bisa mengambilnya dariku. Dia berjanji tak akan pergi dariku! Dia masih hidup dan aku akan membuktikannya!” Ashok kembali terduduk di depan jasad Dharma sambil terus berguman kalau itu bukan ibunya. Pada puncaknya, Ashok jatuh pingsan dengan tangan menyentuh tangan si mati. Melihat Ashok terkapar di tanah, Bindu dengan cemas berlari menghampirinya dan segera menggendongnya memasuki istana.
Perdana menteri mengiringi Bindusara yang membopong tubuh Ashok yang tak sadarkan diri. Sushim yang melihat itu menjadi marah. Bindu membawa Ashok ke klinik dan membaringkannya di divan. Tabib memeriksa kondisi Ashok mengatakan kalau Ashok terserang shok. Bindu berkata kalau tidak boleh terjadi sesuatu pada Ashok. Tabib berjanji akan melakukan yang terbaik untuk merawat Ashok. Setelah merasa yakin Ashok akan baik-baik saja, Bindusara meninggalkannya.
Sushim masuk ke kamar Charumitra dengan marah-marah, “hal yang sama lagi..dan lagi. Kenapa ayah selalu menyakitiku?” Sushim memberitahu Charumitra kalau Ashok adalah anak Subhadragi, wanita yang telah merawat Bindusara. Charu kaget mendengarnya, “apa?” Sushim menegaskan, “ya. Mereka sudah menyebunyikan hal sebesar itu darinya tapi dia masih saja perhatian pada Ashok.” Untuk melampiaskan amarahnya, Sushim melempar meja dan segala yang ada di atasnya hingga porak poranda.
Justin dan Helena tertawa gembira saat mengenang bagaimana reaksi Ashok terhadap kematian Dharma. Justin berkata kalau mulai saat ini, Chanakya tidak akan bisa mengendalikan Ashok lagi. Keduanya berhenti di depan pintu kamar di mana jasad Dharma di semayamkan. Helena tersenyum senang, “ketika Bindu mengetahui kalau Chanakya yang meminta Ashok dan ibunya menyembunyikan identitas mereka, kalau sebenarnya mereka adalah ibu dan anak, Bindusara pasti akan marah pada Chanakya…”
Chanakya sedang duduk termenung kamarnya. Radhagupta mengganggunya dengan bertanya apa yang akan mereka lakukan sekarang? Chanakya menjawab kalau Ashok memerlukan dirinya sekarang, ” dia tekkah kehilangan ibunya. Aku tahu bagaimana rasanya ditinggal mati ibu di usia kanak-kanak. Sekarang aku harus menjadi ibu sekaligus menanganinya. Karena diriku DHarma meninggal. Sekarang aku harus menunaikan tugasku.”
Bindusara gelisah di kamarnya. Dia berjalan hilir mudik di depan perdana menteri yang berdiri mematung. Dengan nada marah bindu bertanya kenapa Ashok dan Subhadrangi menyembunyikan identitas mereka sebagai ibu dan anak, “mengapa mereka menipu aku?” Perdana menteri menjawab, “achari Chanakya yang membawa mereka ke sini, tidakkah dia tahu akan hubungan mereka sebelumnya? Ini aneh!” Bindu dengan nada tak terima menatap Perdana menteri, “apakah anda ingin mengatakan kalau achari chanakya menyembunyikan sesuatu dariku? Tapi kenapa ia melakukan itu?” Helena yang menyahut, “itulah yang perlu kita ketahui, kenapa achari Chanakya melakukan ini? Aku tahu kau sangat mempercayai achari. Tetapi di mana ada kepercayaan di situ juga ada rahasia. Ingat bagaimana Ashok dan Subhadrangi coba mendapatkan kepercayaanmu? Kemudian Ashok memenangkan hatimu dan kau mengirimnya ke sekolah kerajaan seolah-olah dia akan jadi samrat berikutnya. Kita tidak bisa mengabaikan keterlibatan achari Chanakya dalam masalah ini. Kalau achari Chanakya tahu hubungan mereka, mengapa dia menyembunyikannya? Dia harus menjelaskan semua ini.”
Bindu teringat bagaimana Chanakya membela ashok berkali-kalai, bagaimana dia menempatkan hidupnya dalam bahaya untuk membuktikan Ashok tidak bersalah. Setelah mengingat itu semua, Bindu menyuruh prajurit memanggil Chanakya. Helena menyerigai senang… Sinopsis Ashoka Samrat episode 26