Sinopsis Ashoka Samrat episode 121 by Sally Diandra. Upacara pemakaman Justin sedang berlangsung “Kami melakukan ini semua sesuai dengan ritual kami” ujar sang pendeta “Jika ibu suri Helena ingin melakukan ritual dalam ritual Yunani maka dia bisa melakukannya” saat itu Noor memberikan dukungannya pada Helena agar melakukan upacara pemakaman Justin, Helena menghampiri Justin yang tubuhnya di tutupi oleh ranting ranting pohon, Helena teringat ketika Justin masih kecil, kemudian Helena mencium sebuah koin emas dan diletakkannya koin tersebut di mulut Justin, Nicator menghampiri Helena dan memberikan sebuah belati, Helena segera memotong kuncir rambutnya sendiri dengan belati tersebut dengan tatapannya yang dingin lalu menaruhnya bersama sama tubuh Justin “Pengorbananmu akan menjadi alasan untukku hidup, apapun mimpi yang pernah aku perlihatkan padamu, aku akan memenuhinya meskipun jika aku harus membunuh impian seluruh rakyat Magadha untuk itu” ujar Helena didepan jenazah Justin, kemudian Helena berbalik ke pinggir lapangan, Bindusara juga melihat jenazah Justin yang berada di tengah lapangan, Noor menangis pilu karena kekasihnya telah pergi meninggalkannya, ketika Bindusara hendak melakukan ritual terakhir untuk pemakaman Justin, Helena mendekatinya dan berkata “Samrat, ketika seorang laki laki tidak mempunyai anak maka saudaranyalah yang melakukan ritual terakhir upacara pemakamannya tapi bisakah aku meminta Siamak yang melakukan ritual terakhir untuk Justin ?” semua orang memandang ke arah Helena dengan tatapan heran
“Justin sangat menyayangi Siamak, dia selalu menganggap Siamak itu sebagai anaknya, hal ini akan memberikan kedamaian pada arwahnya, dia akan percaya bahwa Siamak telah memaafkannya maka dengan begitu Justin akan mendapatkan kedamaian” tak lama kemudian Siamak maju ke depan dan berkata “Dia adalah pembimbingku, aku telah belajar semuanya dari dia, dengan melakukan ritual terakhir pemakamannya, aku merasa paling tidak aku telah berbuat sesuatu untuknya” Siamak segera mengambil tempayan yang berisi air dari tangan Bindusara lalu menaruhnya di bahunya dan mengelilingi mayat Justin sekali putaran, semua orang memandangnya heran sementara Noor terus menangis melihat anaknya melakukan ritual tersebut, Siamak kemudian memecahkan tempayan tersebut, Siamak teringat ketika Justin memintanya untuk selalu kuat maka dia bisa melindungi ibunya, Siamak mulai menyalakan api untuk membakar mayat Justin, mayat Justin mulai terbakar bersama dengan kayu yang menyelimuti tubuhnya, dari kejauhan Drupata menangis melihat ini semua, Khurasan segera menghampiri Noor dan Helena
“Panglima Khurasan, aku telah mengorbankan anakku untuk Siamak, sekarang impian kita satu dan itu akan lebih baik jika kita saling mendukung satu sama lain untuk melakukan hal ini !” bisik Helena agar tidak terdengar yang lain “Apa yang tidak dapat terjadi ketika dia hidup, akan terjadi setelah kematiannya” bathin Noor dalam hati, tepat pada saat itu salah seorang prajurit mendatangi mereka dan berkata “Samrat, kerajaan Ujjain akan menyerang kita !” semua yang hadir disana terkejut “Saya tidak bisa mencapai kerajaan Ujjain, para tentara Ujjain menyerang saya, saya merasa beberapa prajurit mereka sudah ada di Magadha” tiba tiba tubuh sang prajurit jatuh tersungkur karena lesakkan anak panah yang menghujam punggungnya, Khurasan dan Bindusara menyuruh seluruh keluarga kerajaan untuk pergi dan masuk ke dalam istana.
Salah seorang prajurit Magadha mendatangi pasar sambil mengumumkan agar semua orang masuk ke rumah mereka masing masing, semua orang panik dan ketakutan, mereka semua berlari lari kesana kemari dan gerbang Magadha segera di tutup.
Bindusara sedang berkumpul di ruang sidang bersama dengan orang orang kepercayaannya “Apa yang kamu lakukan ? Kamu adalah panglima perang dan kamu tidak tahu tentang apapun ! Bahkan setelah insiden kebakaran ! Kamu tidak berhati hati !” Khurasan menahan amarahnya ketika Bindusara membentak dirinya “Musuh telah memasuki Magadha dan kamu tidak tahu tentang hal ini ? Perbatasan adalah dibawah pengawasan prajuritmu !” Bindusara semakin murka “Aku akan menyelidikinya, Samrat !” ujar Khurasan geram “Jika kamu tidak bisa melakukan pekerjaanmu maka lebih baik kamu mengundurkan diri dari jabatanmu !” bentak Bindusara sambil melirik ke arah Aakramak yang juga sedang berdiri disana “Aku mempunyai seorang calon panglima perang yang lebih baik daripada kamu ! Kamu mempunyai waktu hanya sampai besok ! Temukan semua prajurit musuh dan jika kamu tidak menemukan mereka maka aku yang akan mengambil tindakan menentang kamu ! Kamu adalah ayah mertuaku tapi ketika tentang Magadha maka kamu hanyalah seorang panglima perang bagiku”
Sementara itu di suatu tempat disebuah tanah lapang nampak tenda tenda didirikan oleh para prajurit Ujjain, istri Raja Jiraj yang bernama Niharka sedang memperhatikan tenda tenda tersebut dari atas bukit dengan tatapannya penuh kemarahan dan tajam, tak lama kemudian salah satu prajuritnya menghampiri Niharka dan mengabarkan bahwa dia telah mengirimkan pesan untuk Ahenkara. Di dalam tenda sang Ratu, nampak Niharka sedang menimang nimang anaknya yang masih bayi seraya berkata “Ibu tidak bisa pergi bersama ayahmu ke Magahda karena saat itu ibu baru saja melahirkan kamu, sekarang keinginan ibu yang pertama adalah membebaskan Ahenkara kakakmu kemudian membalas dendam atas kematian ayahmu Raja Jiraj, aku akan mengakhiri dinasti Maurya !” ujar Niharka penuh kebencian. Niharka kemudian menyerahkan bayinya pada pelayan dan menuju ke singgasananya dan duduk disana seraya berkata “Kalian semua telah mengambil keputusan yang tepat untuk bersama sama dengan aku, kalian semua berasal dari kasta yang berbeda beda tapi kita hanya mempunyai satu tujuan yaitu adalah membalas dendam ke keluarga Maurya !” semua anak buahnya mendengarkan secara seksama
“Mereka telah menghina kita ! Mereka telah memberikan kematian pada Raja Jiraj yang begitu pahit !” kemudian Niharka turun dari singgasananya dan bertanya “Bagaimana bisa Bindusara tahu kalau kita telah memasuki Magadha ?”, “Kita tidak melakukan apa apa, Maharani” ujar salah seorang prajurit, Niharka memandangi wajah para prajuritnya satu per satu dan mulai membaca ekspresi wajah mereka, Niharka curiga pada salah satu prajuritnya yang menatapnya dengan kikuk dan tubuhnya bergetar, Niharka segera memegang tangannya “Tangan seorang laki laki sering menceritakan rahasia apa yang ada didalam dirinya, tanganmu ini bukan tangan seorang prajurit ! Aku tahu semua prajuritku tapi siapa kamu sebenarnya ?” si prajurit diam saja tidak menjawab sepatah kata, Niharka segera melepas tangan prajurit itu dan ketika hendak bergeser pada prajurit yang lain, tiba tiba prajurit tadi berusaha untuk menyerang Niharka dengan belatinya namun secepat kilat Niharka segera menghindar dan mengambil pedang yang dibawa oleh prajurit yang berdiri di sebelahnya dan segera membunuh prajurit tadi seketika itu juga seraya berkata “Kirimkan sebuah pesan ke Bindusara bahwa kita akan menyerang dia !” ujar Niharka dingin dan marah
Di ruang sidang kerajaan Magadha “Samrat, jika terjadi perang maka aku akan pergi denganmu !”, “Kamu belum cukup umur untuk ikut dalam perang ini, apalagi kamu belum berlatih, Ashoka !” Ashoka merasa sedih “Aku adalah pengawalmu maka bagaimana bisa aku meninggalkan kamu menuju medan perang, Samrat ,,, aku telah berjanji padamu untuk melindungi kamu !” Bindusara memandang Ashoka tajam “Jika kamu ingin menolong aku maka bantulah Ahenkara ! Aku telah berjanji pada Raja Jiraj bahwa aku akan menjaganya dan sekarang ketika Ujjain mengumumkan akan menyerang kita maka semua orang akan mencoba untuk menyakiti Ahenkara, jadi berjanjilah padaku untuk melindunginya !” Ashoka akhirnya berjanji hendak melindungi Ahenkara.
Di kamar Ahenkara, Ahenkara merasa sedih karena diperlakukan dengan tidak baik oleh Sushima “Pangeran Sushima, kamu tidak bisa melakukan hal ini padaku ! Samrat Bindusara telah berjanji pada ayahku bahwa dia akan memberikan kehidupan yang lebih baik !”, “Diaaaam kamu !!!” bentak Sushima lantang “Ayah kami meminta aku berjanji tapi itu rasanya tidak perlu dan kami harus mengikutinya, jadi Ujjain ingin menyerang kita ? Aku akan menunjukkan padamu seberapa berharganya dirimu ini !” ketika Sushima menggeret lengan Ahenkara, Ashoka segera mencengkram tangan Sushima sambil menatapnya tajam, mata mereka berdua saling berpandang pandangan satu sama lain, sementara Ahenkara menatap keduanya dengan wajah kebingungan dan sedih. ..Sinopsis Ashoka Samrat episode 122 by Sally Diandra