Deja Vu bag 19 by Sally Diandra. Sepeninggal Jalal, Rukayah dan Moti segera masuk ke dalam kamar Jodha, begitu dilihatnya wajah Jalal tidak bersahabat seperti biasanya, ketika mereka masuk dilihatnya Jodha sedang terduduk lemas dilantai sementara kepalanya menelungkup di tepi ranjang sambil menangis sesenggukkan.
“Jodha, apa yang terjadi ? Kamu bertengkar lagi sama Jalal ?” Moti dan Rukayah segera menghampiri Jodha dan memberikan dukungannya namun Jodha masih asyik menangis “Katakan ada apa, Jo ? Mungkin kami bisa membantu” sela Rukayah, Jodha berbalik menatap ke arah kedua sahabat dekatnya yang selalu ada untuknya “Motiiiiii ,,,” Jodha segera memeluk Moti sambil terus menangis
“Menangislah, Jo ,,, kalau dengan menangis bisa membuatmu tenang, bisa sedikit mengangkat bebanmu, menangislah ,,, kami akan selalu ada untukmu” Moti membelai rambut Jodha berulang kali sementara Rukayah mengelus elus lengan Jodha, mereka berdua memang membiarkan Jodha menumpahkan segalanya, begitu Jodha merasa agak tenang dengan isak tangis yang tersisa, Jodha melepaskan pelukkannya di Moti
“Kamu sudah baikkan, Jo ? Sudah merasa enakkan ?” Jodha menganggukkan kepalanya “Terima kasih ,,,”, “Kami selalu ada buat kamu, kalau kamu belum mau menceritakannya kali ini, kami bisa mengerti, kami tidak akan memaksa ,,,” belum juga Moti selesai mengutarakan pendapatnya Jodha sudah menyela ucapan Moti “Aku sudah putus, Mo ,,, Ruku” Moti dan Rukayah terperangah tidak percaya mendengar ucapan Jodha “Kenapa bisa begitu, Jo ?” Rukayah mulai buka suara, Jodha menatap kedua sahabatnya itu dengan tatapan nanar dan tak lama kemudian meluncurlah semua cerita yang dialaminya hari itu, Rukayah dan Moti semakin melongo dan tidak habis pikir dengan apa yang diperbuat Jalal, mereka tidak menyangka kalau Jalal akan berbuat seperti itu ke Jodha.
Sementara itu, ketika dalam perjalanannya ke apartemen Labonita kembali, tiba tiba rasa mual itu kembali mendera perut Jalal, belum lagi rasa pusing yang terus dirasakan di kepalanya, membuat Jalal susah berkonsentrasi ketika mengemudi, Jalal segera menghentikan mobil land rover putihnya di pinggir jalan “Kenapa perutku sedari tadi kerap sekali mual ? Tapi tidak ingin muntah, belum lagi kepala ini terasa pusing sedari tadi dan sakit, apa ini ? Kenapa aku tidak ingat apa apa ? Apakah yang dikatakan Jodha tadi benar ? Aku telah bercumbu dengan Labonita ? Kenapa aku tidak bisa mengingatnya ? Aaaarggghhhh damn !” ujar Jalal sambil menonjok setir mobilnya sendiri
“Aku harus ke rumah sakit ayah, aku harus mengecek ada apa dengan kepalaku ini, pusing sekali ,,, tapi tunggu ,,, tidak mungkin aku pergi ke rumah sakit dengan kondisiku seperti ini, aku harus minta bantuan Mirza” Jalal segera mencari nama adik kandungnya itu dan menyuruhnya untuk mengambil mobil land rover putihnya yang ditinggalkannya dipinggir jalan, sementara Jalal mulai menghentikan taxi yang membawanya ke rumah sakit milik ayahnya, profesor Humayun.
Setelah selesai di cek oleh dokter Abu Fazal melalui CT Scan kepala, akhirnya dipastikan Jalal memang menderita gegar otak “Bagaimana, dok ?” dokter Abu Fazal menghela nafas panjang sambil memperhatikan hasil CT Scan kepala Jalal “Apakah kamu baru saja jatuh atau kecelakaan, Jalal ?” Jalal menggeleng keras “Memangnya kenapa, dok ?” dokter Abu Fazal nampak heran “Kamu tidak ingat dengan kejadian yang baru kamu alami ?”, “Kalau yang dokter maksud barusan, aku masih ingat, dok ,,,, aku baru saja menemui pacarku tapi kejadian semalam aku tidak ingat sama sekali, yang aku ingat ketika aku main ke rumah temanku tiba tiba setelah aku minum sirop buatannya, kepalaku pusing dan hitam” dokter Abu Fazal menatap Jalal tajam
“Tapi sebelum itu, kamu tidak jatuh atau terbentur sesuatu ?” Jalal kembali menggeleng “Tapi dari hasil CT Scan kepalamu, di kepala bagian belakang tepatnya di otak belakangmu tejadi pendarahan epidural, pendarahan terjadi di daerah antara selaput keras otak dan tengkorak” dokter Abu Fazal memberikan hasil CT Scan tersebut ke Jalal “Jadi gejala mual, pusing, hilang ingatanku karena ini rupanya” dokter Abu Fazal menganggukkan kepalanya
“Gejala itu dinamakan post-concussion syndrome, biasanya ingatan penderita akan kejadian-kejadian yang terjadi sesaat sebelum atau sesudah cedera bisa hilang, selain itu juga disertai dengan sakit kepala, sensasi seperti berputar, kepala terasa ringan, kesulitan untuk berkonsentrasi dan lain sebagainya” Jalal baru bisa menyadari kenapa dia tidak ingat dengan kejadian semalam di rumah Labonita “Tapi jangan khawatir, Jalal ,,, gegar otakmu ini tidak begitu parah, masih bisa diobati, aku berikan resepnya untuk kamu dan kamu harus beristirahat, kamu minta ijin dulu untuk tidak tugas co-as karena ini sangat penting untuk menyembuhkan pendarahanmu itu” dokter Abu Fazal segera membuat resep untuk Jalal
“Kira kira berapa lama, dok ?”, “Aku beri waktu kamu satu minggu” jawaban dokter Abu Fazal membuat Jalal kaget “Apa ? Satu minggu, dok ?” suara Jalal terdengar meninggi dan tiba tiba kepalanya berdenyut kembali, Jalal menahan rasa sakit itu “Kamu harus istirahat, Jalal ,,, agar tidak bertambah parah, kita akan lihat selama satu minggu ini apakah ada perubahan atau tidak, kalau semuanya lancar, kamu bisa beraktifitas kembali” dokter Abu Fazal memberikan resep itu ke Jalal, Jalal menerimanya dan membaca resep yang diberikan
“Satu minggu ? Bagaimana aku bisa membuktikan ke Jodha kalau aku tidak bersalah ? Sementara aku dikurung selama 1 minggu” bathin Jalal dalam hati, tiba tiba ponsel Jalal berdering, dilihatnya Mirza, adiknya memanggil “Sebentar, dok ,,, ada telfon dari Mirza” dokter Abu Fazal hanya mengangguk dan tak lama kemudian setelah ngobrol sebentar sama Mirza yang rupanya sudah menunggunya di rumah sakit, Mirza langsung masuk ke ruangan dokter Abu Fazal
“Aaah ,,, Mirza ! Kamu mau jemput kakakmu rupanya ?” Mirza segera mengangguk sambil melirik ke arah Jalal yang saat itu sudah berdiri “Kalau begitu aku pulang dulu, dok” dokter Abu Fazal mengangguk seraya berkata “Tapi ingat kamu harus istirahat selama 1 minggu Jalal, jangan bandel ,,, Mirza tolong ingatkan kakakmu ini untuk istirahat total dirumah selama 1 minggu, dia butuh bed rest” Mirza terperangah “Memangnya kenapa, dok ?” belum juga dokter Abu Fazal menjelaskan ke Mirza, Jalal sudah memotong ucapannya “Tenang, dok ,,, aku pasti akan menuruti perintah dokter, kami pamit dulu ya” tak lama kemudian Jalal sudah mendorong adiknya itu yang penasaran dengan penyakit yang di derita Jalal
Sepanjang perjalanan ke lapangan parkir, Mirza terus memberondong segudang pertanyaan ke Jalal, namun Jalal tetap mengatakan kalau dirinya baik baik saja, Mirza tidak percaya dan mengultimatum akan memberi tahu ayah dan ibunya agar menanyakan langsung ke dokter Abu Fazal, akhirnnya sesampainya di mobil Jalal, Jalal mau buka mulut, Jalal menceritakan kronologi kejadian semalam kenapa sampai dia harus cek ke dokter Abu Fazal
“Tapi aku mohon, Mirza ,,, jangan katakan hal ini pada ibu, ibu jangan tahu dulu kalau aku putus dari Jodha, lebih tepatnya dia yang minta putus, kamu tahu kan betapa sayangnya ibu ke Jodha ? Aku takut nanti ibu shock jadi sementara kita rahasiakan dulu sambil aku mencari bukti tentang kejadian semalam” Mirza langsung geleng geleng kepala “Tidak tidak tidak ! Kamu tidak perlu repot repot cari bukti, kak ,,, aku yang akan nyari bukti itu, kakak di rumah saja, kakak harus istirahat ! Ingat apa yang dikatakan oleh dokter Abu Fazal, aku janji aku akan membantu kamu !” akhirnya Jalal menyerah setelah adik kandungnya ini turun tangan untuk menangani hal ini.
Setelah berusaha untuk datang ke apartemen juga rumah Labonita, rupanya Mirza tidak mendapatkan bukti apa apa karena Labonita sudah tidak berada di kedua tempat tersebut, pelayan di rumahnya sendiri tidak tahu kemana Labonita pergi karena memang Labonita lebih sering berada di apartemennya ketimbang di rumah ayah ibunya “Satu satunya kesempatan kita, telfon Tatiana !” Jalal langsung menyambar ponselnya dan mencari nama Tatiana sepupunya “Heiii, Jalal, apa kabar, ada apa ?” suara Tatiana terdengar riang di ujung sana “Aku mau nanya, kamu tahu kemana Bonita pergi ?” sejenak Tatiana terdiam
“Mampus ! Ini pasti Jalal mau mengorek soal Labonita” bathin Tatiana dalam hati “Na ,,, are u there ?”, “Yes, I am ,,, I’m sorry lagi nggak fokus, ini lagi aku glady untuk acara nanti malam” ujar Tatiana canggung “Oh I’m sorry, kamu ada acara fashion show nanti malam ?”, “Yup ! Hmm ,,, soal Labonita setahuku dia tadi pagi berangkat ke Singapura katanya ada undangan dari temannya disana, trus setelah itu langsung balik ke Amrik” Jalal terkejut “Jadi dia nggak balik ke sini dulu, bukannya lusa baru balik ke Amrik ?”, “Setahuku sih nggak karena tadi dia pamitannya gitu sama aku, oh iya dia titip salam buat kamu” suara Tatiana terdengar bergetar “Dia nggak bilang apa apa gitu sama kamu ?”, “Nggak ! Dia cuma bilang itu saja dan titip salam buat kamu” Tatiana merasa serba salah
“Maafkan aku, Jalal ,,, aku nggak bisa ngungkap semua kebenaran yang ada karena aku sudah janji sama Bonita, aku tidak akan mengatakannya sama kamu, maafkan aku Jalal” bathin Tatiana dalam hati “Jalal, sorry ,,, I’ve to go, masih banyak kerjaan nih”, “Oke oke ,,, kalau gitu thanks ya” Jalal segera menutup ponselnya, pupus sudah harapan Jalal untuk mencari bukti bukti itu karena Labonita memang benar benar menghilang bagai ditelan bumi, Tatiana sendiri yang sebenarnya bisa membantunya, lebih memilih bungkam tutup mulut dan segera pindah ke Jerman tempat ayahnya berasal dengan alasan melanjutkan karir modellingnya disana sekaligus untuk menghilangkan rasa bersalahnya ke Jalal.
Dua minggu kemudian ,,,,
Ketika kondisi Jalal sudah benar benar membaik, Jalal sudah bertekad untuk mencoba kembali meminta maaf ke Jodha, apalagi Jalal tahu kalau Jodha mengetahui kondisinya yang terkena gegar otak dari ibunya, tanpa sengaja ibu Hamida bertanya ke Jodha kenapa tidak menengok Jalal yang sedang sakit, dengan berat hati Jodha mengatakan kalau sedang banyak tugas kuliah yang harus segera diselesaikan,apalagi tahun ini Jodha ingin lulus sarjana kedokteran. Untungnya ibu Hamida bisa mengerti dan berharap suatu saat nanti Jodha bisa datang lagi kerumahnya, hingga akhirnya dua minggupun berlalu ,,,
Jalal masih ingat hari itu hari minggu, Jalal sudah bersiap hendak pergi ke kost kostan Jodha, ketika sampai disana, pintu kamar Jodha sudah terbuka dan didepan matanya Jalal melihat Jodha sedang menonton televisi berdua dengan seorang laki laki, Jalal tidak kenal dengan laki laki ini dan begitu Jodha tau kalau Jalal ada didepan pintu, Jodha segera menggelanyut manja di lengan laki laki tersebut, pria itu juga hanya tersenyum, Jalal mengepalkan tangannya, amarahnya mulai meluap hingga suaranya terdengar menggelegar “Jodha !” Jodha dan laki laki itu menoleh heran menatap ke arah Jalal “Siapa dia, Jo ?”, “Tenang, aku akan tangani dia” Jodha segera berdiri dan menghampiri Jalal dengan gayanya yang santai
“Mau apa lagi ? Bukankah aku sudah bilang kalau kita sudah putus ?” suara Jodha yang terdengar santai dan tidak bersalah benar benar membuat Jalal naik pitam, rahangnya mengeras, ingin sekali Jalal melampiaskan amarahnya yang telah menggunung, matanya menatap Jodha tajam “Siapa dia ?”, “Apa pedulimu ? Kalau kamu bisa bercumbu dengan Labonita maka aku juga bisa melakukan hal yang sama seperti kamu ! Kamu pikir cuma kamu saja !” tangan Jalal semakin mengepal keras “Kamu tidak biasanya seperti ini, Jodha !”, “Hei, bung ! Kalau mau marah marah bukan disini tempatnya !” ujar laki laki tersebut sambil berdiri “Biarkan saja, aku bisa menanganinya” sela Jodha santai “Kamu tidak biasanya seperti ini, Jo ! Kamu tidak biasanya membawa laki laki manapun masuk ke dalam kamarmu !” bentak Jalal marah “Kalau sekarang aku berbeda, apa urusanmu ? Aku ingatkan sekarang diantara kita sudah tidak ada hubungan apa apa lagi ! Kamu bebas berhubungan dengan perempuan manapun ! Aku pun begitu ! Jadi tidak pada tempatnya kamu melarang aku ! Sekarang lebih baik kamu pergi ! Karena sekarang aku sedang berdua dengan cowok baruku, permisi !” Jodha langsung menutup pintu kamarnya tepat di depan Jalal, membuat Jalal benar benar semakin marah dan langsung meninju kepalan tangannya ke pintu kamar sambil berteriak “Aaaarrrggghhhh !!!” tak lama kemudian Jalal pergi meninggalkan tempat tersebut
Di balik pintu, Jodha terkulai lemas sambil duduk berlutut, Jodha mulai menangis kembali, laki laki yang berada di kamar Jodha segera menghampiri Jodha “Ada apa, Jo ?” Jodha menengadahkan wajahnya dengan linangan air mata menatap ke laki laki yang notabene adalah kakak sepupunya sendiri Sujamal yang kebetulan baru datang dari Kalimantan “Kak Sujamal ,,,,” Jodha segera merangkul leher Sujamal sambil menumpahkan semua tangisnya “Kalau kamu masih mencintainya kenapa kamu tidak mengakuinya, Jo ?” Jodha menggelengkan kepalanya keras “Dia sudah membuat aku terluka, kak ,,, entah sampai kapan luka itu akan sembuh” Jodha berusaha sekuat mungkin untuk melupakan dan membenci Jalal
Dan hari itu merupakan hari terakhir Jalal menginjakkan kakinya di kost kostan Jodha, selama 6 bulan mereka tidak pernah bertegur sapa kembali, Jodha dan Jalal disibukkan dengan segala macam aktifitas mereka berdua masing masing, berita putusnya Jalal dan Jodha juga menjadi gosip hangat di kampus khususnya untuk angkatan Jodha. Hingga akhirnya hari wisuda itupun tiba, Jodha berhasil mendapat predikat cum laude, lulus dengan hasil memuaskan, kedua orangtua Jodha sangat senang dengan prestasi anak sulungnya ini, namun sayang Jalal tidak ada disana, Jodha menitikkan air mata ketika mengingatnya karena hari yang ditunggu tunggu oleh mereka berdua tidak seindah seperti yang mereka impikan selama ini
“Aku ingin mengenalkan kedua orangtuaku tepat pada saat wisuda nanti” Jodha masih ingat akan janjinya pada Jalal dulu dan tanpa sepengetahuan Jodha, Jalal sebenarnya juga ada disana ketika Jodha diwisuda, Jalal bisa melihat kebahagiaan yang dirasakan oleh Jodha dan keluarganya, apalagi ada laki laki yang Jalal kira pacar baru Jodha yang menemani Jodha saat itu, Jalal segera menyeka kedua ujung matanya lalu mengenakan kaca mata hitamnya dan segera berlalu dari sana
Satu bulan setelah Jodha di wisuda, tiba tiba ibu Hamida menelfonnya “Jodha, ada apa ini sayang ?” Jodha bingung dengan pertanyaan ibu Hamida “Ada apa ibu ?”, “Selama ini sebenarnya ibu hanya bisa meraba raba gelagat diantara kalian berdua tapi hari ini ibu yakin kalau ternyata memang ada apa apa diantara kalian berdua” Jodha hanya diam mendengarkan suara ibu Hamida yang telah begitu baik padanya “Jodha, hari ini Jalal akan berangkat ke Papua, dia bilang mau melaksanakan PTT nya (pegawai tidak tetap dikontrak oleh pemerintah) disana mungkin selama 3 sampai tahun 4 tahun, ada apa Jodha ? Kenapa Jalal ngambil PTT nya jauh sekali ?” Jodha tercengang mendengar ucapan ibu Hamida
Jodha tahu setelah masa co-as berakhir dan setelah melalui ujian UKDI atau EXIT EXAM, ujian akhir untuk mendapatkan gelar dokter umum, sebagai sarana untuk menerapkan ilmu dan keterampilannya pada masyarakat, para dokter muda ini harus melaksanakan PTT, dimana mereka akan ditempatkan di puskesmas, RS, DepKes, dan lain lain namun Jalal rupanya lebih memilih daerah terpencil sebagai sarana PTT nya “Ibu, maafkan aku ,,, selama ini, aku tidak terus terang sama, ibu ,,, ibu benar kalau memang ada apa apa diantara kami, kami sudah putus, ibu” sesaat keduanya terdiam “Jadi benar apa yang ibu duga selama ini, itulah mengapa Jalal mau saja ditempatkan di Papua, itu artinya Jalal tidak akan kembali selama 4 tahun, Jodha” Jodha hanya terdiam, tak terasa airmatanya menetes, namun tetap dikuatkan hatinya untuk melupakan Jalal selama lamanya. .. NEXT