Deja Vu bag 8 by Sally Diandra. Keesokan harinya sebelum matahari terbit, panitia mapala membangunkan para anggota yang ingin melihat sunrise “Ayooo ayooo bangun ! Bangun ! Siap siap ! Kita akan lihat sunrise ! Cepat !” teriakan Maan Singh cukup menggelegar di telinga anggota Mapala yang lain, mereka pun segera bangun dan bersiap siap, termasuk juga Rukayah yang exited menanti munculnya sunrise di atas puncak gunung Gede “Jo ! Jodha ! Bangun ! Bangun Jodha ! Kamu mau lihat sunrise apa nggak ?” Rukayah mengguncang guncangkan tubuh Jodha namun Jodha hanya diam saja tidak bergeming sedikitpun, karena tidak ada reaksi apa apa dari Jodha, Rukayah meninggalkan Jodha yang masih asyik tertidur “Bbbbbrrrrr, dinginnya !” ujar Rukayah sambil menggosok gosokkan kedua tangannya yang sudah dibalutnya dengan sarung tangan
“Dinginnya seperti di Antartika yaaa” ujar Javeeda sambil mendekati Jalal yang saat itu sedang mencari cari seseorang “Kamu mencari siapa, Jay ?” Nadira ikut menyela diantara mereka “Tidak ! aku tidak mencari siapa siapa, siapkan barisannya Nadira” Nadira segera menyiapkan barisan anggota mapala, semua anggota mapala langsung merapatkan barisannya termasuk Salim dan Rukayah yang berbaris bersisian “Waaah, sepatu kita membeku rupanya” ujar Salim yang baru muncul disana “Iya, lihat itu Salim ,,, diatas tenda kita seperti sebuah es yang melengkung” Salim dan Rukayah tertawa terbahak bahak “Embun diatas rumput ini juga membeku” Salim dan Rukayah memperhatikan rerumputan di bawah kaki mereka “Berarti semalam kita tidur diatas embun embun yang membeku, pantesan dinginnya minta ampun” timpal Qutub yang ikut bergabung bersama mereka “Berarti semalam kita tidur di dalam freezer !” ujar Salim, mereka bertiga langsung tertawa bersama sama
“Haiii ! Itu siapa yang tertawa ? Perhatikan baik baik !” suara Nadira melengking tinggi, membuat ketiga pemuda itu mengecilkan tawanya sambil menutupi mulut mereka masing masing “Sekarang kita akan naik keatas lagi, kurang lebih sekitar 30 menit, kita akan melihat sunrise diatas puncak sana ! Siap semuaa ?” semua anggota Mapala berteriak menjawab pertanyaan Nadira “Siaaappp !”, “Oke ! Sekarang kita berangkat !” angota mapala segera bergerak menuju ke atas, Jalal dan teman teman panitia yang lain menggiring mereka dari belakang
Setelah puas menikmati sunrise di puncak gunung gede, mereka segera turun kebawah kembali ke tenda mereka masing masing, saat itu sudah pukul setengah tujuh pagi, Jalal pun sudah tahu kalau Jodha tidak bersama sama dengan mereka, itu artinya Jodha masih berada di tendanya, mau bertanya ke Rukayah rasanya gengsi, nanti mereka yaitu teman teman dan anggota mapala yang lain mengira yang macam macam, oleh karena itu Jalal memilih lebih baik diam saja sampai Jodha keluar dari tendanya. Begitu sampai di tendanya sendiri, Rukayah melihat Jodha masih tertidur pulas “Gila ni anak molornya lama amat ?” bathin Rukayah dalam hati sambil mulai membersihkan wajahnya “Iyaa ibu, aku nanti pulang, ibuuu ,,, ibuuuu” Jodha mulai meracau sambil memanggil manggil ibunya “Jodha, kamu kenapa ?” Rukayah mulai panik dan segera mendekat ke arah Jodha yang masih terbaring tidur, dirabanya kening Jodha, kening Jodha terasa panas
“Hah ! Dahimu panas ? Kamu demam, Jodha ?”, “Ibuuuu ,,, ibuuu ,,, aku pulang ,,, ibuuu” Jodha masih terus meracau memanggil ibunya “Iyaa, Jodha ,,, aku akan panggilkan bala bantuan untukmu” Rukayah segera keluar dari tendanya dan berlari menuju ke tenda posko, saat itu para senior sedang bersantai disana, Jalal dan Aziz sedang bermain catur sementara Maan Singh bermain gitar, sedangkan senior perempuan sedang sibuk di dapur, senior laki laki yang tersisa menyebar entah kemana.
“Bisa minta tolong ?” semua orang di dalam tenda posko langsung terperangah dan memandang ke arah Rukayah begitu Rukayah muncul di tenda posko “Ada apa, Rukayah ?” tanya Farhan salah satu senior teman Jalal “Temanku, Jodha sakit !”, “Apa ? Jodha sakit ?” Jalal langsung berdiri dan menunjukkan ekspresi kecemasan yang mendalam, semua yang berada di tenda merasa heran dengan perubahan sikap Jalal “Ada apa dengan kamu ?” tanya Maan Singh heran, Aziz tertawa terkekeh melihat perubahan sikap Jalal “Masa kamu nggak tahu sih, Maan Singh ,,, kalau ada yang lagi cemas ?” Naser ikut menimpali pembicaraan mereka “Kenapa kalian malah becanda sih ? Bukannya membantu aku !”, “Ayooo Rukayah, aku yang akan membantu kamu” Jalal segera mendekati Rukayah kemudian mereka berdua langsung menuju tenda Rukayah.
Sesampainya disana dilihatnya Jodha masih meracau, Jalal memegang dahi Jodha yang panas “Rukayah aku minta tolong, tolong ambilkan air untuk mengompres dahi Jodha, aku akan mengompresnya dengan handuk kecil ini” ujar Jalal sambil menunjukkan handuk kecil dari wadah P3K, Rukayah segera berlalu dari hadapan Jalal untuk mengambil air, kebetulan tidak jauh dari tenda mereka terdapat sumber air dari sungai dan Rukayah segera melesat menuju kesana.
“Jo ! Jodha ,,, Jodha” perlahan Jalal berusaha membangunkan Jodha dan tak lama kemudian Jodha membuka matanya setengah “Kamu lebih baik minum obat ini dulu, setelah minum, kamu bisa tidur lagi” Jodha menuruti anjuran Jalal meminum obat kemudian tidur kembali, Jalal nampak cemas melihat kondisi Jodha, tak lama kemudian Rukayah telah kembali ke tenda dengan baskom berisi air di tangannya sementara Nadira, Javeeda, Ruksah dan Salim mengikuti dibelakang Rukayah “Kenapa dia Jalal ?” tanya Nadira panik “Dia hanya demam biasa tapi aku sudah memberinya obat” mereka semua yang ada disana sedikit lega “Lalu acara selanjutnya bagaimana ?” tanya Javeeda “Acara tetap berlangsung seperti biasa, biar aku yang menjaga Jodha disini” ujar Jalal dengan nada cemas “Nadira, tolong beritahukan teman teman di posko untuk melanjutkan acara berikutnya” Nadira mengangguk menuruti perintah Jalal
“Kamu Rukayah tetap mengikuti acara yang telah direncanakan” tak lama kemudian Rukayah dan anggota mapala yang lain mulai melakukan kegiatan mapala, sementara Jalal masih sibuk mengurusi Jodha yang masih tertidur, baru sekitar jam 10 pagi ketika matahari mulai menghangat dan es pun mulai mencair juga bau belerang mulai menyengat tiba tiba Jodha terbangun dari tidurnya yang panjang, Jalal tersenyum di sampingnya ketika melihat kedua bola mata Jodha yang bulat mulai terbuka “Kamu sudah bangun, Jodha ?” Jodha merasa bingung karena kenapa ada Jalal di tendanya dan kenapa dirinya tidak tidur di dalam sleeping bag lagi, dirabanya dahinya masih ada handuk kecil disana
“Badan kamu panas tadi, itulah sebabnya dahi kamu aku kompres dan kamu tidak tidur di sleeping bag lagi, ta[i bukan aku yang melakukannya tadi teman temanmu yang perempaun yang mengeluarkan kamu juga” ujar Jalal seperti mengerti apa yang dipikirkan oleh Jodha, Jodha segera bangun dan berusaha untuk duduk “Kamu mau makan ? Ini aku beli nasi uduk dari ibu ibu yang berjualan disini” Jodha tertegun “Di puncak gunung seperti ini ada orang yang berjualan nasi uduk ?” Jalal mengangguk sambil tersenyum
“Kamu belum tahu ya, dibawah sana, ada perkampungan kecil, merekalah yang menjual nasi uduk ini, dahi kamu sudah tidak panas” ujar Jalal sambil memegang dahi Jodha, Jodha merasa kikuk diperhatikan seperti itu oleh Jalal, kedua bola mata mereka saling beradu pandang satu sama lain “Lebih baik kamu makan dulu” Jodha mengangguk lemah “Aku ingin minum air putih”, “Aku ambilkan” Jalal segera menuangkan air putih yang ada didalam botol ke dalam gelas kemudian di serahkannya ke Jodha, Jodha menerimanya dan secepat mungkin meminumnya hingga habis “Kamu mau makan ?” Jodha mengangguk, Jalal segera membukakan bungkus nasi uduk dan memberikannya pada Jodha, perlahan Jodha memakan nasi uduk itu
“Kamu tidak makan ?”, “Aku sudah makan tadi, makanlah ,,, agar kamu cepat sehat” ujar Jalal dengan senyumnya yang menawan “Senyum itu” bathin Jodha dalam hati “Kemana Rukayah dan teman teman yang lain ?” Jodha baru menyadari kalau keadaan di sekitar tendanya sepi “Beberapa ada yang berjaga di posko utama, ada juga yang sedang memasak, ada juga yang sedang melakukan latihan panjat turun tebing” kedua bola mata Jodha terbelalak “Panjat turun tebing ?”, “Hanya latihan saja, medannya tidak begitu tinggi, mereka mengunakan tanjakan setan yang kita lalui kemarin” ujar Jalal seperti mengetahui kekhawatiran Jodha
Hingga akhirnya acara sarapan pagi Jodha pun selesai “Apakah perkampungan dibawah sana cukup jauh ?” ujar Jodha sambil meremas bungkus nasi uduk yang dimakannya barusan “Lumayan tidak begitu jauh, kebetulan aku tahu jalan yang terdekat, kenapa ?” Jodha nampak ragu ragu mengungkapkan niatnya namun akhirnya meluncur juga keinginan itu “Aku ingin pipis” Jalal tertawa kecil seperti bisa mengerti keragu raguan Jodha “Oke, aku antar kamu ke sana, ayo” Jodha dan Jalal segera keluar dari tenda dan mulai menyebrangi alun alun surya kencana kemudian mulai turun ke sebuah jalan setapak yang terlihat sering di lewati oleh orang “Kamu masih bisa menahannya kan ?” tanya Jalal penasaran sambil tertawa kecil, Jodha hanya bisa mengangguk dan terus mengikuti kemana langkah Jalal,
Hingga akhirnya 20 menit kemudian mereka sampai di sebuah perkampungan kecil “Ini dia tempatnya, kita ke rumah pak Lurah saja, dia biasa menerima dan membantu kami para pendaki” ujar Jalal sambil menunjuk sebuah rumah yang berdindingkan batu batu kali yang di susun rapi dari bawah hingga ke atas, tak lama kemudian mereka sudah di sambut oleh bu Lurah, setelah berbasa basi sebentar, Jodha kemudian diantar ke belakang sementara Jalal asyik ngobrol dengan bu Lurah. Setelah semuanya selesai, mereka berdua pun pamit setelah menikmati makan siang buatan bu Lurah.
Waktu itu pukul 1 siang Jodha dan Jalal memulai lagi perjalanan mereka menuju ke tenda, ketika baru berjalan beberapa langkah tiba tiba hujan turun cukup deras, Jodha sangat menikmati siraman air hujan yang menerpa wajahnya namun Jalal segera menyeretnya dan melindungi kepalanya dengan jas hujan yang dibawanya sedari tadi sebagai persiapan “Kamu gila apa ? kamu ini bisa sakit lagi, tadi saja tubuh kamu sudah panas, nanti kamu bisa panas lagi !” Jalal terlihat panik ketika Jodha dengan santainya menikmati siraman hujan di tubuhnya, Jalal segera membentangkan jas hujan tersebut “Kita tunggu di sini sebentar, kamu tidak apa apa kan ?” Jodha menggelengkan kepalanya sambil meremas remas rambut panjangnya yang hitam legam “Kamu sepertinya suka sekali dengan hujan” Jodha menganggukkan kepalanya sambil merenggangkan tangannya keluar menikmati air hujan yang menetes di tangannya “Aku lebih suka air, itulah sebabnya aku lebih suka laut daripada gunung” Jalal tertegun “Oh ya ? Lalu kenapa kamu ikut naik gunung kali ini ?” Jodha menghela nafas dalam “Aku kan sudah bilang kalau aku menemani Rukayah, kamu tahu kan kalau Rukayah itu mudah sekali lelah, ibunya menitipkan padaku untuk mengawasinya” Jalal manggut manggut
“Tapi tadi itu bukannya kamu yang mengawasi Rukayah, malah kamu yang diawasi oleh Rukayah” Jodha tertawa kecil menyadari kekonyolannya “Mungkin karena kecapekan kemarin aku jadi demam, apalagi kakiku juga terkilir”, “Tapi sekarang sudah baikkan kan ?” Jodha menanggukkan kepalanya “Kamu nggak capek megangin gitu terus ? sini aku bantu memegangi” ujar Jodha sambil memperhatikan Jalal yang masih memegangi jas hujan yang cukup lebar itu “Nggak masalah, untung saja aku bawa jas hujan ini, kalau tidak kita bakalan kehujanan” ujar Jalal sambil memandang ke arah Jodha yang saat itu juga sedang memandangnya, kedua bola mata mereka kembali berpandangan satu sama lain, Jodha bisa merasakan jantungnya berdegup sangat kencang “Kenapa jantungku tiba tiba berdebar sangat cepat seperti ini ?” bathin Jodha dalam hati sambil mengalihkan tatapannya ke arah lain
“Kamu punya pacar ?” pertanyaan Jalal yang to the point membuat lidah Jodha tercekat, Jodha segera menggelengkan kepalanya “Oh ya ? Jadi kamu belum pernah merasakan jatuh cinta pada seseorang ?”, “Jatuh cinta ? Kalau sekedar mengagumi mungkin aku sering mengagumi seseorang tapi kalau sampai jatuh cinta, aku belum pernah begitu benar benar merasakannya, kalau kamu ? Kamu pasti jatuh cinta setiap hari ya ?” Jalal tertawa terkekeh begitu mendengar ucapan Jodha
“Rupanya status yang menempel di diriku ini merupakan hal yang negatif ya ?”, “Siapa yang bilang negatif ? Itu adalah hak pribadimu, tidak ada seorangpun yang bisa melarangnya” Jalal melirik sekilas kearah Jodha “Apakah statusku ini mengganggu kamu ?”, “Ngapain menganggu aku ? Nggak ada hubungannya lagi !” sesaat mereka terdiam sambil menikmati rintik rintik hujan yang tak kunjung berhenti “Jodha” tiba tiba suara Jalal terdengar lagi, Jodha hanya diam sambil melirik kearah Jalal ”Boleh aku bertanya ?” Jodha tidak menjawab ucapan Jalal
“Menurutmu apa itu jatuh cinta ?” Jodha memandang jauh ke depan sambil menatap hujan yang turun diatas kepala mereka “Bagiku jatuh cinta itu suatu peristiwa yang sakral dan suci dimana jantung kita serasa berhenti berdetak bila dia tidak ada disamping kita namun akan berdegup kencang bila dia ada di sebelah kita”, “Berarti jatuh cinta itu seperti rollercoaster ?” Jodha melirik ke arah Jalal sambil tersenyum “Ya ! Tepat seperti rollercoaster” Jalal membalas senyuman Jodha sambil memandangi Jodha “Dan perasaan itu sedang aku rasakan saat ini, Jodha ,,, entah kenapa jantungku serasa mau copot kalau aku ada bersamamu” bathin Jalal dalam hati sambil terus memegangi jas hujan
Tak lama kemudian hujanpun reda, Jalal segera membuka jas hujannya “Sudah reda sekarang” ujar Jalal sambil mulai melipat jas hujannya dibantu oleh Jodha “Jodha” suara Jalal kembali terdengar “Boleh aku bertanya ?”, “Bertanya apa ?” jawab Jodha sambil terus membantu Jalal melipat jas hujan “Bagaimana jika ada yang menyatakan perasaannya padamu ?” sesaat Jodha tertegun dan menatap Jalal tajam kemudian Jodha tertawa cekikikan “Perasaan ? Maksudmu ?”, “Iya perasaan cintanya padamu” tawa Jodha semakin meledak “Mana ada yang mau sama aku, aku ini judes, sombong, gengsian, rasanya bukan kriteria pacar idaman” ujar Jodha sambil terus mentertawakan dirinya “Kamu ini aneh, Jalal ,,, pertanyaan kamu itu lucu !” Jalal yang tadinya merasa heran dengan sikap Jodha akhirnya ikut ikutan tertawa
“Jadi pertanyaanku lucu ya ?” Jodha mengangguk anggukkan kepalanya sambil terus tertawa “Sudah ah ! Ayook kita jalan lagi, nanti teman teman nyariin kita” akhirnya mereka berdua melanjutkan perjalanan kembali menuju ke tenda. Sepanjang perjalanan mereka hanya saling diam dengan pikiran mereka masing masing, namun ucapan Jalal barusan sempat membuat Jodha berfikir “Kenapa Jalal menanyakan hal itu ? Apa dia suka sama aku ? Tidak tidak tidak ! Itu tidak mungkin ! Aku ini bukan tipenya ! Jangan berkhayal kamu Jodha !” bathin Jodha dalam hati.