Epilog Takdir by Thalia Lita. Jalal segera berguling ke arah sampingnya untuk menghindari tusukan pria tersebut. Pisau tajam pria tersebut pun menusuk tajam di tempat Jalal berbaring tadi. Dan ketika ada kesempatan, Jalal pun langsung menendang perut pria tersebut sampai ia terjatuh ke belakang dan jatuh menimpa meja kaca. Seketika meja kaca tersebut pun pecah dan membuat keributan besar.
Moti yang dari luar mendengar suara kaca pecah itupun segera berlari masuk kedalam rumah, karena saat itu moti sedang berbincang bincang dengan pembantu rumah sebelah di halaman. Moti segera berlari ke arah tangga dan kemudian mengetuk pintu kamar sambil bertanya ” Tuan, Jodha, apakah didalam baik baik saja?” tanya Moti sedikit berteriak. Dan akhirnya Moti terpaksa membuka pintu kamar setelah dirasa tak ada jawaban. Ia menatap tak percaya saat melihat Jalal sedang menghajar habis habisan seseorang yang wajahnya mengenakan topeng, dan.. Jodha yang pingsan di depan pintu kamar mandi.
Moti menghampiri Jodha yang terbujur lemas di depan pintu kamar mandi, ia menepuk nepuk pipi Jodha berkali kali dengan sesekali mengguncangkan bahunya ” Jodha, sadarlah! Sadar Jodha! Astaga, Jodha kenapa ada darah! Tuan Jalal, Jo- Jodha ia pendarahan.” Moti mulai menangis melihat kondisi Jodha yang seburuk ini. Jalal segera menghampiri Jodha, setelah ia membuat pria tersebut sudah telentang di lantai. Banyak darah yang keluar dari sudut bibir Jalal dan hidungnya, namun ia tak menghiraukannya “Jodha!” panggil Jalal, ia panik begitu melihat kondisi Jodha. Tiba tiba 4 polisi masuk ke kamar tersebut dan segera menodongkan pistol ke arah orang tersebut, yang ketika dibuka topengnya ternyata adalah Syarifudin.
” Bapak Jalal, tadi kami mendapat laporan dari pembantu rumah sebelah bahwa disini ada keributan besar, seperti sedang berlangsung perampokan, dan ternyata yang membuat keributan bukanlah orang asing lagi, dia buronan kami, Syarifudin.” ucap salah satu polisi, dan yang lainnya segera meringkus Syarif dengan borgol. “Kau memang binatang Syarif! pak tolong penjarakan dia seumur hidupnya, atau jika diperlukan bunuh saja dia!” ucap Jalal berapi api sembari menggendong Jodha untuk dibawa ke rumah sakit. ” Itu tidak mungkin terjadi Jalal! Aku akan segera bebas dan akan membunuh mu Jalal!” ucap Syarif sambil menahan sakit, lalu ia segera dibawa oleh polisi polisi tersebut.
Tubuh Jalal rasanya gemetar, lemas, dan dingin. Ia sedang menunggu proses kelahiran buah hatinya yang sangat mengancam keselamatan Jodha. Didalam sana sangat mengerikan, Jalal sering kali mengintip dari pintu Luar untuk melihat operasi Jodha. Ya, kondisi Jodha sangat tak memungkinkannya tuk melahirkan normal. Ibu Menawati, ibu Hamida, Moti, dan beberapa anggota keluarga lain juga duduk di kursi ruang tunggu dengan cemas.
Krek.. Pintu ruang operasi terbuka. “Anda suaminya?” tanya seorang dokter pada Jalal. ” Ya, dok. Bagaimana keadaan istri saya dok? Apa sudah bisa dilihat?” ucap Jalal cemas. “Kondisi istri anda sangat tidak baik, ia stress , kondisi tubuhnya pun turun. Tapi alhamdulillah bayi dan istri anda masih bisa diselamatkan.” kalau begitu saya permisi. “Terima kasih dok.” tanpa pikir panjang Jalal dan yang lainnya langsung masuk dan melihat tubuh Jodha terkapar diatas tempat tidur.
Oe.. Oe.. Saat mendengar suara bayi yang tak lain adalah anaknya, Jalal langsung menggendong dan membawanya kepada Jodha yang masih belum sadar. ” Jodha, lihatlah siapa yang sedang ku gendong sekarang ini? Dia adalah anak kita Jodha.” Jalal berbisik di telinga Jodha dengan air mata yang terus mengalir. ” Cepat sadarlah Jodha, kau adalah ibu yang kuat, anak kita dan aku sangat membutuhkan mu di kehidupan kami. Salim, anak kita Jodha. ” Jalal terus berbisik pelan. Dan tanpa ia sadari, Jodha mulai menggerakkan tangannya dan membuka matanya. Semua yang melihatnya tersenyum bahagia saat Jodha mulai sadar. ” Jalal, Salim, anakku” ucap Jodha lirih hampir tak terdengar.
Jalal meletakkan tepat di samping Jodha. Semua anggota keluarga yang melihatnya tak mampu berkata apa apa, hanya ada rona kebahagiaan di wajah mereka kala melihat keluarga kecil bahagia ini. Cup. Jodha mencium kening Salim.
Lalu tangannya membelai pipi Salim lembut. Air mata bahagia tak henti-hentinya mengalir dari kedua mata Jodha.
“Bapak dan ibu, saya mohon maaf, saya harus segera membawa bayi tersebut untuk dimasukkan ke inkubator” ucap suster yang dari tadi nampak di belakang Jalal. Dengan terpaksa Jodha memberikan Salim kepada suster tersebut. Ibu Hamida dan ibu Menawati segera mengikuti suster tersebut keluar ruangan. Sementara Moti pamit pulang untuk mengambil baju baju Jodha di rumah juga keperluan untuk Salim.
” Terima kasih Jodha, kau adalah ibu yang kuat, kau telah melewati semua ini dengan kuat.” dengan sisa tenaga ditubuhnya, Jodha memeluk Jalal. Mereka saling merasakan kehangatan dalam pelukan tersebut.
3 tahun kemudian..
Jodha terburu-buru masuk ke ruang keluarga ketika mendengar suara tangisan Salim. Dilihatnya Salim yang sedang digendong Jalal. ” Jalal ada apa dengan Salim?” Jodha terlihat panik.
” Jodha tadi Salim sedang bermain, dan tak sengaja jatuh. Lalu kepalanya terbentur meja” jawab Jalal tak kalah panik.
Jodha lalu mengambil Salim dari gendongan Jalal. Tapi Salim kemudian segera ingin turun dari gendongan Jodha. “Salim ada apa?” ucap Jodha yang heran. Cup. Salim mengecup pipi Jodha dengan lembut. ” Ibu, sedang ada adikku di dalam perut ibu, aku tidak ingin adikku merasakan sakit karena ibu menggendong ku.” ucap Salim polos sambil tersenyum dan menghentikan tangisnya. Jalal pun segera mencium pipi Salim karena gemas akan tingkahnya. “Kau benar Salim, kau akan segera punya adik. Dan ayah bangga padamu karena kau sangat menyayangi ya.” Mereka bertiga tersenyum, lalu Jodha menarik Salim agar lebih mendekat ke arahnya yang sedang duduk di sofa sekarang. Jalal juga kemudian duduk disamping Jodha.
Jalal mendekap Jodha dalam pelukannya, lalu Salim pun ikut memeluk Jodha dan Jalal. Jodha mengusap air matanya yang tak terasa tiba tiba jatuh di pipinya. ” Terima kasih Tuhan, atas takdir yang kau berikan padaku, aku tahu segala sesuatunya telah Kau atur dengan seindah mungkin. Aku sangat bersyukur Kau berikan padaku kedua orang ini dalam hidupku, dan sebentar lagi, akan bertambah lagi anakku” batin Jodha.
Takdir memang hal yang paling luar biasa dalam kehidupan. Sejelek apapun kita memandang takdir kita, itulah jalan hidup kita. Percayalah bahwa semua akan indah pada waktunya.