Deja Vu bag 24 by Sally Diandra. “Rupanya kamu sudah datang, baguslah !” ujar Jodha sambil duduk di kursi di sebuah cafe, sementara Jalal tersenyum nakal di depannya
“Dari dulu aku selalu in time, datang sebelum waktunya, kamu masih ingat kan ?” Jodha hanya diam saja tidak menjawab pertanyaan Jalal sambil menghempaskan pantatnya di kursi
“Kamu mau pesan apa ? Biar aku pesankan” Jodha menggelengkan kepalanya “Tidak usah, terima kasih ,,, aku tidak akan lama”, “Bukannya kemarin kamu bilang kalau kamu ingin ngobrol banyak denganku ?” Jodha mengangguk sambil menyilangkan salah satu kakinya
“Aku mau to the point saja, kamu apakan adikku ?” sesaat Jalal terperangah “Aku apakan ? Maksud kamu ?” Jalal masih terbengong bengong dengan pertanyaan Jodha
“Nggak usah berlagak bego ! Aku yakin kamu tahu ada apa dengan adikku itu !” suara Jodha terdengar meninggi, semua orang yang berada di cafe itu sejenak menengok ke arah Jodha, Jodha baru tersadar kalau dirinya sedang jadi bahan tontonan karena intonasi suaranya yang meninggi
“Suaramu terlalu keras Jodha, pelan kan saja, kita bisa bicarakan hal ini baik baik kan ?” Jalal mencoba menenangkan Jodha dengan mencondongkan wajahnya kearah Jodha
“Tidak ada yang baik baik saja, yang bisa dibicarakan dengan kamu, dokter Jalal ,,, aku harap hentikan petualangan cintamu dengan adikku ! Jangan berikan adikku harapan palsu !” suara Jodha terdengar ketus, Jalal hanya tertawa kecil
“Harapan palsu ? Kamu bilang aku memberikan dia harapan palsu ? Asal kamu tahu saja, Jodha ,,, aku tidak pernah menyentuhnya !” suara Jalal juga tedengar kesal
“Iyaaa, aku memang dekat dengan Shivani tapi aku tidak pernah memberikan dia harapan, Jodha ! Karena aku tidak pernah mencintainya, adikmu saja yang terlalu berharap lebih padaku” mata Jodha langsung membelalak serasa kedua bola mata Jodha hampir copot
“Bisa bisanya kamu bicara seperti itu ! Dia seperti itu karena kamu, Jalal ,,, dia tergila gila sama kamu, sekarang kamu mau tahu bagaimana keadaannya ? sehari hari pekerjaannya hanya dikamar saja, bengong, nggak doyan makan, ke kampus juga jarang, jadi wajar kan kalau aku tanya sama kamu ! Karena kamu orang yang terdekatnya saat ini !” suara Jodha terdengar semakin ketus
“Kalau aku memang dekat dengannya, itu bukan berarti aku yang membuatnya jadi seperti itu, bisa jadi dia saat ini memang lagi ada masalah dengan temannya atau kakaknya barangkali ?” mata Jodha kembali terbelalak
“Diantara kami tidak ada masalah, dokter Jalal !” Jalal tertawa kecil
“Oh ya ? Lalu apa artinya ketika pagi pagi Shivani datang ke rumah sakitku dan mengeluh padaku, katanya dia tidak boleh lagi berteman denganku, dokter Jodha !” suara Jalal tidak kalah ketus
Belum sempat Jodha menjawab pernyataan Jalal, tiba tiba mata Jalal menangkap sosok yang tidak diinginkannya untuk hadir pada saat saat seperti ini yaitu Suryaban
“Apakah kamu ada janji dengan pacarmu ?” ujar Jalal dengan wajah penuh selidik “Pacarku ?” Jodha malah menatap Jalal heran
“Nggak usah banyak basa basi, buktinya dia ada disini, dibelakangmu” Jodha segera menoleh ke belakang dan dilihatnya Suryaban sedang berdiri didepan pintu sambil menyisir pandangannya ke seluruh ruangan dan ketika matanya bersiborok dengan mata Jodha, Suryaban segera melambaikan tangannya ke arah Jodha dan berjalan menghampiri mereka
“Haiii, apa kabar ?” Suryaban segera menyapa Jodha dan Jalal, Jodha membalas senyuman Suryaban
“Akhirnya kamu datang juga” Suryaban segera duduk di sebelah Jodha
“Aku harus datang, kita kan sudah janjian, kita berangkat sekarang ?” Jodha mengangguk dan segera berdiri, Suryaban juga ikut berdiri, sementara Jalal hanya bisa menahan gelora amarah dan api cemburunya yang membara di dalam dada begitu melihat Jodha sangat dekat dengan Suryaban, apalagi ketika Suryaban menyentuh pinggang Jodha dan melingkarkan lengannya disana ketika mereka hendak berpamitan, rasanya Jalal ingin menonjok pria ini
“Tolong perhatikan baik baik ucapanku barusan, dokter Jalal ,,, hentikan memberikan harapan palsu pada seorang gadis yang polos, maaf aku harus pergi, selamat sore” ujar Jodha ketus dan segera berlalu dari sana begitu saja tanpa mempedulikan Jalal yang menyimpan segunung pertanyaan tentang hubungan mereka berdua, Suryaban hanya mengangguk ke arah Jalal sambil memegang pinggang Jodha, Jalal hanya bisa terdiam sambil menahan bara emosinya yang hampir saja meledak, Jalal tidak bisa menerima kalau Jodha dekat dengan laki laki lain, saat ini perhatiannya hanya ke Jodha sehingga di abaikannya perasaan Shivani yang sedang terluka karenanya namun Mirza, adik Jalal yang memang sejak dulu, sejak awal mula mencintai Shivani, merasa iba dan prihatin dengan keadaan Shivani
“Sejak awal mula, aku sudah tahu kalau kak Jalal itu dulu pernah punya hubungan special dengan kakakmu, kak Jodha” ucapan Mirza membuat Shivani semakin terperangah tidak percaya
“Jadi kak Mirza sudah tahu dari dulu ?” Mirza mengangguk lemah sambil menatap penuh cinta ke arah Shivani yang saat itu sedang duduk dibangku taman kota berdua dengan dirinya
“Kalau kak Mirza tahu, kenapa kak Mirza nggak bilang ke aku ?”, “Kalau toh aku menceritakannya ke kamu, kamu nggak bakal percaya karena saat itu kamu sedang tergila gila dengan kakakku, kamu masih ingat kan ? Ketika aku menyatakan perasaanku ke kamu, kamu malah tidak menggubrisnya, iya kan ?” sesaat ucapan Mirza menyadarkan Shivani kalau laki laki yang duduk di sebelahnya ini tulus mencintainya bahkan sampai saat ini, meskipun dirinya belum menerima cinta Mirza sepenuhnya
Sementara laki laki yang dicintainya, sama sekali tidak menggubris bagaimana keadaan dirinya saat ini yang merana akan cintanya, pikiran Jalal memang hanya tertuju ke Jodha, terlebih ketika Jodha semakin dekat dengan Suryaban, kakak tingkatnya. Apalagi ketika beberapa hari kemudian, Jalal kembali bertemu dengan Jodha dan Suryaban yang saat itu sedang menghadiri simposium nasional yang diselenggarakan oleh ikatan dokter indonesia selama 4 hari di sebuah hotel berbintang, perasaan Jalal semakin tidak menentu ketika melihat kebersamaan mereka berdua yang begitu akrab dan intim
“Haiii ,,, ketemu lagi kita” Jodha segera menengok kebelakang begitu didengarnya suara yang sangat dikenalnya itu “Selamat siang, dokter Jalal ,,, rupanya ikut simposium ini juga” ujar Suryaban sambil menjabat erat tangan Jalal ketika mereka bertemu pada saat break makan siang
“Bukankah simposium ini mengenai komunitas dokter specialis anak, kamu sedang mendalami specialis bedah bukan ?” Suryaban tertawa kecil mendengar ucapan Jalal yang bernada cemburu karena Jalal tahu kalau Jodha ingin melanjutkan studynya ke specialis anak
“Bukankah tidak ada ketentuan calon dokter specialis bedah tidak boleh ikutan simposium ini ?” Jalal hanya mengangguk angguk
“Kamu sendiri ingin ambil spesialis apa nantinya ?”, “Dia tidak mau ambil spesialis !” tiba tiba suara Jodha mewakili ucapan Jalal, Jalal hanya menyeringai senang sambil melirik kearah Jodha yang sedang menikmati menu dessertnya
“Oh ya ? Sepertinya kamu tahu sekali tentang dokter Jalal, dokter Jodha ?” tanya Suryaban sambil melirik kearah Jodha, Jodha mendongak sambil mengangkat dagunya ke atas
“Siapa yang tidak kenal dengan dokter Jalal, dokter Surya ,,, meskipun dokter umum tapi masa depannya telah terpampang di depan mata, dengan rumah sakitnya yang tersebar dimana mana dan seorang ayah profesor” Jalal menatap Jodha tajam, Jodha pun tak kalah membalasnya dengan tatapan ketusnya
“Oh iya, aku ingat ,,, kalau dokter Jalal ini adalah anak profesor Humayun dan rumah sakit kalian, aku akui salah satu rumah sakit yang excellent !” puji Suryaban tulus
“See ,,, jadi buat apa harus jadi dokter specialis buat dia, bukan begitu dokter Jalal ?” Jalal hanya tersenyum sinis
“Tapi bukan karena itu juga alasannya, dokter Jodha” belum juga Jalal menyelesaikan kalimatnya tiba tiba Jodha langsung menyahut
“Oh iya, aku ingat ,,, bukankah lebih menyenangkan berburu gadis gadis belia nan cantik, daripada harus menekuri diktat diktat tebal seumur hidup ? Bukankah menjadi dokter itu longtime study yang harus dihindari, dokter Jalal ?” ucapan Jodha begitu pedas di telinga Jalal tapi Jalal mencoba untuk tetap bersabar menghadapi mantan pacarnya ini
“Sepertinya kalian sangat mengenal satu sama lain, benarkah begitu ?” suara Suryaban terdengar menyelidik sambil memandang mereka berdua
“Tidak !”, “Iya !” jawaban Jalal dan Jodha sangat bertolak belakang, Jodha mengatakan tidak dan Jalal menjawab iya, Suryaban bingung
“Waaah mana yang benar ini ?” Suryaban masih terheran heran dengan sikap mereka berdua “Kami satu kampus, bukankah kamu juga satu kampus dengan kami, dokter Surya ? Kamu kakak tingkatku kan ?” Suryaban teringat ketika dulu pertama kali bertemu dengan Jodha di kampus mereka, Suryaban kemudian mengangguk angguk dengan senyumnya yang menawan, sementara Jodha hanya terdiam tidak menyahut ucapan Jalal, sedangkan Jalal sangat ingin tahu ada apa gerangan antara Jodha dan Suryaban, hingga akhirnya pada hari terakhir simposium, tiba tiba Suryaban mengetuk pintu kamar hotel Jalal, dengan wajahnya yang polos dan senyumnya yang sumringah, Suryaban meminta pendapat Jalal soal Jodha
“Dokter Jalal, aku yakin kamu adalah teman lama dokter Jodha, aku yakin juga kamu pasti tahu banyak tentang dirinya yang aku tidak tahu, oleh karena itu aku mau minta pendapatmu” Suryaban mengeluarkan sebuah cincin berlian ketika mereka sudah duduk di sofa yang berada di kamar hotel Jalal
“Bagaimana menurutmu ? Bagus ?” Suryaban menyodorkan cincin itu ke Jalal, Jalal memperhatikan dengan seksama, Jalal teringat pada ucapannya sendiri ketika dulu berjalan jalan bersama Jodha disebuah mall, ketika mereka melewati sebuah toko perhiasan “Suatu saat nanti kalau aku menikahimu, aku ingin melamarmu dengan sebuah cincin berlian” Jodha tersenyum manis
“Bagaimana menurutmu, dokter Jalal ?” Suryaban sangat membutuhkan jawaban Jalal sehingga berulang kali mengulang pertanyaannya dengan harapan Jalal bisa memberikan pendapatnya
“Aku akan melamar dokter Jodha” ucapan Suryaban membuat Jalal terkejut
“Ooh tidak, Tuhan ,,, akhirnya hari itu akan datang, Jodha akan menjadi milik orang lain, aku tidak bisa menerima semua ini, aku tidak bisa Tuhan ,,, aku bisa gila !” bathin Jalal dalam hati
“Bagus bukan ? Atau masih ada yang kurang ?” suara Suryaban menyadarkan Jalal dari lamunannya, Jalal menganggukkan kepalanya
“Bagus, bagus sekali, Jodha pasti menyukainya, kapan kamu akan melamarnya ?” puji Jalal tulus
“Nanti malam, aku sudah merencanakan makan malam special dengannya di hotel ini, lalu aku akan melamarnya, apakah aku perlu membawa bunga untuknya ?” ucapan Suryaban benar benar bagai petir yang menggelegar di siang bolong
“Dia suka mawar putih ,,, apakah selama ini kalian sudah ,,,,” Suryaban yang tahu arah pembicaraan Jalal, segera memotong ucapan Jalal
“Dokter Jodha itu seorang gadis yang tidak mudah ditaklukkan, dia seperti gunung es yang berdiri kokoh dan dingin, aku memang mengenalnya sudah lama dan baru begitu dekat 4 tahun terakhir ini tapi selama itu pula aku belum bisa meluluhkan hatinya, jadi aku pikir mungkin dengan melamarnya, aku bisa merobohkan gunung es itu” Suryaban merasa optimistis bisa meluluhkan hati Jodha, sementara Jalal hanya bisa terdiam begitu mendengar ucapan Suryaban, perasaannya semakin tidak menentu, perasaan bencinya selama ini ke Jodha bercampur dengan rasa cemburu dan perasaan tidak terima bila Jodha menjadi milik orang lain, Jalal tidak tahu apa yang harus dilakukannya agar Jodha tidak berpaling ke Suryaban…. NEXT