Sinopsis Sekuntum Mawar Berdarah karya Abdullah Harahap. Sekuntum mawar Berdarah berkisah tentang seorang detektif wanita bernama Karina yang menyamar sebagai pelacur untuk menyelidiki seorang penulis noverl ternama bernama Prayogi Sukmana yang memiliki nama Samaran Gentapati alias Lonceng Kematian. Gentapati di curigai terlibat dengan hilangnya beberapa pelacur yang setelah berkencan denganya tidak pernah kembali lagi. Tapi kecurigaan itu hanya tinggal kecurigaan karena tidak di temukan bukti yang sah yang bisa membuktikan dugaan itu. Kecuali dari tulisan di novelnya yang bertema misteri.
Dalam novel-novelnya, Prayogi Sukmana menjadikan para pelacur itu sebagai modelnya. Meracik alur cerita sedemikian rupa, sehingga membuat perasaan pembacanya di aduk-aduk dengan di suguhi kisah berbau supranatural yang kental lengkap dengan pembunuhan tokoh model. Dan memang setelah menjadi model dalam novel karya Gentapati, para pelacur sewaan itu tidak pernah di temui lagi, baik oleh keluarganya ataupun teman dan handai tolan. Mereka seperti lenyap begitu saja dari muka bumi, tanpa jejak. Dan tugas Karina adalah membuktikan kecurigaan itu.
Dengan memperkenalkan diri sebagai wanita panggilan bernama Monita, Karina berkenalan dengan Prayogi Sukmana yang segera tertarik untuk membooking dirinya. Untuk kencan yang di rencanakan akan berlangsung seminggu, Monita mendapat bayaran di muka sesuai tarif yang di sepakati. Di hari yang di janjikan, Prayogi membawa Monita ke rumah peristirahatan pribadinya yang terpencil di kaki gunung. Sejak dalam perjalanan, banyak keanehan telah terjadi. Dan keanehan yang paling menyeramnkan terjadi ketika Monita tiba rumah Prayogi dan di persilahkan tidur di sebuah kamar yang dindingnya di hiasi dengan cermin sangat besar.
Keanehan pertama terjadi ketika manita menemukan setangkai mawar kuning tergeletak di atas bantal. Semula monita menganggap itu adalah kejutan menyenangkan dari Prayogi. Tapi ketika Monita mengangkat bunga mawar itu untuk mengaguminya, Monita tersentak tak percaya. Di permukaan sarung bantal di mana sebelumnya bunga itu tersimpan rapi, tampak ada warna tersendiri yang teringgal. Tetap merah, namun lebih tua dari warna merahnya saruing bantal. Warna merah tua itupun sepertinya basah, membuat permukaan sarung bantal menjadi lembab. Sentakan naluri mendorong Monita untuk menatap setangkai mawar kuning yang di pegangnya. Detik berikutnya, kejutan itu datang, ketika dia melihat dari kelopak-kelopak mawar kuning tergenang cairan merah kental yang perlahan tapi pasti meleleh membasahi tangkai bunga dan jatuh ketangan Monita. Hidung monita mencium bau amis darah yang khas. Dengan refleks dia menjatuhkan sekuntum mawar berdarah itu kelantai…Anehnya, mawar berdarah itu hanya Monita seorang yang melihatnya, karena saat dia memberitahukan hal itu pada Prayogi dan Pak Renggo, juru kunci rumah, mawar itu seperti lenyap begitu saja. tanpa bekas… bahkan bantal yang semula lembab dan amis, terlihat bersih tanpa noda.
Tidak cukup sampai di situ. Malamnya, saat tidur di kamar yang sama, Monita bermimpi di datangi makhluk hitam menyeramkan dengan sepasang tanduk menyembut di atas kepalanya yang plontos. Makhluk itu menggagahi Monita dengan paksa. Anehnya, bukannya menolak, Monita malah menikmati perkosaan itu bahkan dia terlihat lebih liar dari si makhluk hitam legam yang menindihnya. Tapi kejadian itu hanya terjadi di dalam mimpi Monita, mimpi yang terasa begitu nyata, tapi di ragukan oleh Monita. Meski bukti terpampang nyata di depan mata. Tapi sulit bagi Monita untuk mempercayainya…
Yang lebih aneh adalah sikap sang tuan rumah, Prayogi Sukmana. Sejak tiba di rumah itu, tidak sekalipun Prayogi Sukmana menyentuh Monita. Pria itu mengurung diri di dalam kamarnya untuk mempersiapkan naska novelnya yang dia katakan akan menjadi masterpiece. Hanya bunyi ketukan mesik tik yang bernuansa mistik saja yang terdengar oleh telinga Monita. Dan setiap bunyi mesin tik itu terdengar, hal-hal anehpun terjadi di sekitar rumah.
Berhasilkan Monita menemukan bukti kejahatan Prayogi Sukmana? Siapakah Musafir pengembara yang menginap di gubuk Renggo yang kehadirannya tidak di sukai Prayogi? Apakah patung-patung batu di pesangrahan misterius yang bentuknya sangat menyerupai manusia dan terlihat begitu sempurna hanyalah benda mati belaka? Ataukah kumpulan dari sosos tubuh manusia yang membatu yang merupakan korban dari novel-novel Prayogi Sukmana terdahulu? Hanya Monita yang bisa membuktikannya..itupun kalau dia tidak menjadi korban Prayogi berikutnya. Karena…. begitu Prayogi mengerakan tanganya diatas tuts-tuts mesin ketik… tidak ada yang tidak mungkin bagi Prayogi. Suara mesin ketik merupakan sebuah pertanda… tanda telah di bunyikannya sebuah lonceng. Lonceng Kematian…. Gentapati!