Sinopsis Ashoka Samrat episode 214 by Meysha Lestari. Noor menyuruh Dharma memanggil Ashoka. Dharma menurut dia kemudian memanggil Ashoka. Di tempat lain, seperti mendengar panggilan Dharma, Ashoka segera keluar dari dalam air.
Para prajurit membawa Chanakya pergi bersamanya. Ashoka yang melihat itu tidak tinggal diam. Dia segera menyerang para prajurit itu dan membunuh mereka satu persatu dengan menggunakan rantai. Setelah semua prajurit tumbang, Ashoka menghampiri Chanakya dan menyentuh kakinya.
Kilas Balik: Ashoka teringat bagaimana sebatang kayu, yang telah di lembarkan Chanakya kedalam air bisa membantunya meloloskan diri. Lalu Ashoka teringat janjinya, “aku tidak akan duduk tenan sebelum aku membantu mereka semua mendapatkan kebebasannya. Sampai aku berhasil, aku tidak akan pernah menyentuh pedang Chandragupta Maurya.” Mengingat itu semua, Ashoka segera meraih pedang, lalu berlari menuju ke istana melalui lorong rahasia yang telah di gunakan Daastan, “hanya ini satu-satunya jalan yang aman untuk bisa memasuki istana.” Lalu kilas balikpun berakhir.
Ashoka memberitahu Chanakya bahwa Ratu Noor mempunyai andil yang besar di belakang semua kejadian ini. Tanpa perlu di beri penjelasan, Chanakya mengangguk mengerti, “aku telah melihat prajurit Khurasani.” Tiba-tiba terdengar teriakan Dharma memanggil Ashoka. Chanakya menyuruh Ashoka pergi untuk menyelamatkan ibunya. Tanpa menunggu lebih lama, Ashoka segera menyentuh kaki Chanakya dan berlari menuju ruang sidang.
Di ruang sidang, Ratu Noor mengejek Dharma, “apa yang terjadi dengan anakmu? Dia masih belum ada di sini. Panggil dia! Dia pasti datang kalau kau berteriak kesakitan.” Noor menyakiti Dharma. Melihat itu, Bindu beranjak hendak menolongnya, tapi Noor menebas tanganya. Secara bersamaan, Noor dan Daastan menodongkan senjata ke arah Bindusara. Dharma segera bergegas menghampiri Bindusara yang meringis menahan sakit. Melihat luka-luka suaminya, Dharma dengan sedih berkata, “sebenarnya bukan Samrat yang tidak mencintaimu, tapi yang benar adalah kau tidak mencintai Samrat….” Noor dengan geram mengatai Dharma sebagai penghalang terbesar untuk dirinya, “aku telah melihat kekasihku sekarat setiap detik. Dan Bindu akan mengalami hal yang sama hari ini.”
Di luar sana Siamak coba masuk ke dalam ruang sidang untuk menolong keluarganya. Tapi ratu Helena melarang. Siamak berkata, “aku ingin menolong keluargaku!” Rajmata menahan Siamak dengan berkata kalau Siamak terlalu muda. Siamak menyahut, “aku tidak terlalu muda untuk menjalankan kewajibanku.”
Di ruang sidang, Ratu Noor meraih pedang untuk menyerang Dharma ketika Ashoka menembakan sesuatu ke tanganya. Pedang di tangan Noor terjatuh dan dia berteriak kesakitan. Noor sangat terkejut melihat kemunculan Ashoka. Sementara orang lain terlihat lega dan gembira melihat Ashoka masih hidup. Dharma hendak menyambut Ashoka, ketika Noor mendorongnya ke lantai. beberapa prajurit bergerak serentak untuk menyerang Ashoka. Ashoka membunuh mereka semua. Pada satu kesempatan, Ashoka melemparkan belati kearah Daastan, Daastan merunduk untuk menyelamatkan diri. Bindu tak menyia-nyiakan kesempatan itu, dia segera menyerang Daatan dan berhasil menghunus pedang kearahnya.
Noor yang melihat situasi telah berbalik 90derajat, segera meraih belati yang di lemparkan Ashoka dan berlari kearah Dharma. Tapi Ashoka berhasil menghalanginya. Dalam usaha untuk menyelamatkan ibunya, Ashoka terpaksa menusuk Noor. Semua orang terkejut menyaksikan hal itu. Noor jatuh kelantai dengan tubuh berlumpuran darah. Siamak yang baru tiba berteriak histeris memanggil ibunya, “maaaa….!” Dia bergegas menghampiri ibunya. Dengan hati hancur, Siamak meraih memeluk tubuh ibunya dan meletakan kepalanya di pangkuannya di mana Noor menghembuskan nafasnya yang terakhir. Siamak menangis histeris. Dengan kalap menyebut Ashoka pembunuh karena telah membunuh ibunya.
Para prajurit yang setia pada magadha bermunculan dan mengelilingi Daastan. Achary Chanakya melangkah masuk ke ruang sidang. Ashoka dengan perasaan penuh sesal meninggalkan tempat itu di iringi Dharma. Shushim yang melihat kejadian itu dari awal menyengir senang.
Daastan dengan tubuh di rantai di bawah ke penjara. Ibu suri Helena menatapnya dengan tatapan terkejut. Daastan menatap Helena dengan tatapan marah saat berjalan melewatinya. Dengan rasa penasaran Helena segera masuk ke ruang sidang. DI mana dia melihat tubuh Noor yang tak bernyawa dan Bindu yang sibuk menenangkan siamak. Bindu memberi poenjelasan pada Siamak bahwa Ashoka terpaksa melakukan itu untuk menyelamatkan ibunya, “kalau tidak, kita semua pasti akan mati. Memang benar ibumu adalah dalang di balik penyerangan ini. Dia ingin membunuh kami semua agar kau bisa duduk diatas tahta.” Siamak tidak percaya dengan kata-kata Bindusara, “ma.. dia tidak mungkin melakukan hal seperi ini!” Ibu suri Helena tertegun melihat mayat Noor. Siamak segera berlari memeluknya. Helena beruman, “kau adalah cucuku, aku akan selalu bersamamu.”
Bindusara menyuruh Perdana menteri mempersiapkan upaca penguburan untuk para prajurit yang dengan gagah berani berusaha menyelamatkan mereka, “kita harus melakukannya dengan penuh rasa hormat. Rani noor adalah pengkhianat, tapi dia juga adalah ibu dari anakku. Adalah penting baginya untuk melakukan ritual terakhir. Buat persiapan untuk itu juga.” Maha menteri mengangguk. Satu persatu orang-orang melangkah pergi meninggalkan ruang sidang.
Dharma membersihkan tangan Ashoka yang bergelimang darah sambil bertanya penuh penyesalan, “kenapa kau lakukan itu? Kau membunuh seorang ibu. Itu adalah dosa besar! kau tak akan pernah bisa mengembalikannya. Anakku telah menjadi seorang pembunuh! Tanganya berlumuran darah orang lain.” Chanakya menyahut, “dia dapat membersihkan darah dari tanganya, tapi tidak akan bisa merubah nasibnya. Ini sudah ditakdirkan untuk terjadi suatu hari. Tidak mungkin ada jalur lain untuk menegakkan keadilan. Menyerang orang lain untuk menyelamatkan diri sendiri atau orang lain tidak bisa di sebut membunuh. Ini adalah kewajiban seorang anak untuk menyelamatkan orang tuanya. Ini bukan dosa.” Ashoka dengan wajah sedih bertanya, “lalu mengapa harus aku, achary? Aku telah menyakiti keluargaku sendiri.” Membayangkan rasa sakit yang di berikan Ashoka pada Siamak, Dharma menangis. Tiba-tiba Dharma berteriak merasakan dadanya yang sakit. Ashoka segera bergegas mengambilkan segelas air untuknya. Achary Chanakya yang mencurigai sesuatu segera mengiris ujung jari Dharma. Darah hitam keluar dari lukanya. Mereka semua terkejut. Chanakya memberitahu Dharma, “seseorang telah melakukan sihir hitam padamu. Ini buktinya! Ini menunjukan alasan di balik semua perubahan dalam perilaku anda akhir-akhir ini. Semuanya berkaitan dengan ini.” Lalu Dharma pingsan.
Bindu sangat menyesal karena telah mempercayai Noor, “dia adalah putri Mir Khurasan, namun aku tak pernah meragukan dia. Dia telah membuktikan kalau aku salah. Achary Chanakya telah memperingatkan aku, tapi aku tidak mengindahkannya. Ini mengajarkan aku bahwa kita seharusnya tidak mempercayai orang asin. Mereka akan memberontak ketika mereka tahu kalau Daastan tertangkap. Kali ini aku tidak akan memaafkan mereka. Mereka akan menyerang untuk kedua kalinya dan aku harus memberitahu semua orang akan kemungkinan ini.”
Ibu suri Helena memberitahu Bindusara kalau Noor adalah dalang di balik insiden ini, “dia telah mendapatkan hukumannya.” Bindu menyangkal, “dia memang menyerang kita tapi serangan itu terlalu mudah untuknya. Ada seseorang diantara kita yang tanpa bantuannya Noor dan Daastan tidak akan bisa masuk kedalam istana. Aku haus mencari tahu siapa orang itu. Pengkhianat itu tidak akan mendapat hukuman lain selain hukuman mati!” Sinopsis Ashoka Samrat episod 215