Gay yang Insaf

(كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ (البقرة: 216)

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Gay yang Insyaf. Tuhan sangat menyayangiku. Itu yang selalu ku pikir. Dia memberiku tubuh yang sempurna di banding umatnya yang lain. Kulitku putih, wajahku tampan, dadaku bidang dan penampilanku sangat macho. Secara keseluruhan, aku adalah pria idaman wanita. Setiap aku jalan di tempat umum, hampir semua mata terpana kearahku. Sayangnya, ketampananku ini tidak hanya mampu meluluhkan hati wanita, tapi juga hati para pria.

Dan profesiku di dunia modelling sangat rentan dengan kehidupan menyimpang. Dan aku terpuruk kedalamnya. Awalnya hanya untuk coba-coba, tapi lalu ketagihan dan menjadi gaya hidup. Aku tidak punya pasangan tetap. Dan aku tidak pernah mencari. Orang-orang itu yang datang menyodorkan diri padaku tanpa komitmen. Para gay yang lembut tapi tidak ngondek, yang menyukai peran sebagai wanita dan mengambil posisi di bawah. Dan aku yang benar-benar pria, mengambil kesmepatan itu untuk mendapatkan kenikmatan sesaat. Karena berhubungan dengan mereka sangat aman. Setidaknya mereka tidak akan hamil. Dan terbebas dari gunjingan orang saat mereka kubawa pulang.

Kehidupanku sangat bejat, tapi aku terhormat di mata masyarakat. Para wanita tetap memujaku tanpa tahu kalau idola mereka adalah lelaki penyuka sesama pria. Dan aku tidak pernah mengumbar atau membuka rahasia peyimpangan ini pada siapapun. Dan teman-teman gayku pun sangat bisa di percaya. Itulah yang aku salutkan dengan mereka. Mereka menyayangiku dan menjagaku. Dan sangat sportif. Kesetiakawanan mereka sangat tinggi. Itu sebabnya aku merasa nyaman bersama mereka.

Tapi tetap saja aku merasa ada yang salah dengan diriku. Di momen-momen istimewa, saat berkumpul keluarga aku merasa bersalah. Mereka selalu bertanya kapan aku akan menikah dan memberikan cucu pada ayah dan ibuku serta buyut pada nenek ku. Aku tak tahu harus menjawab apa. AKu hanya bisa membisu kelu. Berkumpul bersama mereka membuatku tertekan, tapi menjauhi mereka membuatku merasa bersalah.

Lalu ketika tiba-tiba aku jatuh sakit parah, mama membawaku pulang. Dan merawatku dengan penuh kasih sayang. Mama membacakan ayat-ayat suci di samping tempatku berbaring setiap kali ada kesempatan. Mama juga mengundang sepupuku agar selalu datang menemaniku. Sepupuku ini sangat suka memutarkaan ceramah-ceramah ustadz tingkat tinggi. Yang ceramah bukan untuk mendapat bayaran atau pengikut, tapi karena mencari ridho Allah subhana wa ta’ala. Beliau-beliau ini tidak pernah bicara tanpa dalil. Semua ucapan mereka berdasarkan dalil Al Qur’an dan hadist, sehingga tidak terbantahkan.

Dan selama aku berbaring sakit, kami seringkali berbincang-bincang, dari hati ke hati hingga kerahasia kelam hidupku. Bahwa aku seorang gay. Awalnya sepupuku sangat kaget. Tapi kemudian dia sangat maklum dan merasa kasihan padaku. Dia berjanji akan membantuku keluar dari kehidupan itu jika aku punya niat untuk melakukannya. Dia mengumpulkan kliping tentang pendapat para ulama dan ahli kitab serta pendapat-pendapat agama lain tentang LBGT. Aku membacanya dan menyetujui pendapatnya bahwa di atas muka bumi ini, kaum LBGT sangat di laknat. Dalam Injil di sebutkan, “

“Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan peremuan, maka keduanya telah melakukan suatu kekejian, mereka harus dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri.” (Imamat 20:13)

Allah Ta’ala berfirman :

{وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ}

Dan (Kami juga telah mengutus Nabi) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan yang sangat hina itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian?” [Al-A’raaf: 80].

Ketika Sepupuku membacakan surat Al A’raaaf ayat 80 – 81, hatiku bergetar. Aku menangis sejati-jadinya. Aku merasa menjadi makhluk paling hina dan berlumpur dosa di atas bumi. Tidak ada kesalahan yang lebih hebat dari yang kesalahan yang aku lakukan. Sepupuku ikut menangis bersamaku. Dan anehnya, demamku semakin tinggi sejak hari itu. Tubuhku begitu lemah, Setiap makanan yang ku muntahkan keluar lagi. Untuk menjaga asupan nutrisi, berliter-liter cairan infus di masukan ke tubuhku. Aku merasa kalau ajalku sudah dekat. Aku meminta mama membantu dan membimbingku sholat. Dalam sholat aku memohon ampun dan bertobat.

Sepanjang hari aku memegang tasbih dan ber- Istigfar, memohon ampunannya. Tapi yang bekecamuk dalam hatiku bukan rasa tenang karena berdzikir, tapi rasa malu. Karena baru bertobat setelah ajal sudah dekat. Aku merasa putus asa dan tidak punya harapan. Aku membaca ayat-ayat suci, untuk menenangkan diri. Tapi tidak ada ketenangan…

Lalu mengundang Ustadz dan mengadakan pengajian. Ustadz itu membisiskku dengan kata-kata yang tidak akan bisa ku lupakan. Yang memberi semangat padaku untuk bertahan agar bisa bertobat dengan tobatan nasuha, karena Allah maha pengampun. Dan aneh, setelah bertemu ustadz itu, hatiku sangat tenang. Aku merasa memiliki harapan untuk hidup. Dan yakin bahwa Allah akan memberi kesempatan padaku untuk melanjutkan hidup ini, untuk bertobat..

Begitulah, anda tidak akan tahu bagaimana takutnya menghadapai kematian, hingga anda berada di pintunya…

Setelah sembuh dari sakit itu, aku seperti mendapat kehidupan yang baru. Aku kembali menekuni profesi semula, dan memberitahu teman-teman Gay ku kalau aku telah bertobat. Dan sebagian mereka menyambut baik dan tidak mengganguku lagi. Tapi ada juga yang masih memaksa dan membujukku kembali ke gaya hidup lama. lalu Sepupuku menasehatiku agar berhenti dan menjauh dari profesi itu. Dia mengutip ayat Al qur’an, aku lupa suratnya tapi kalau tidak salah seperti ini artinya , “kalau sesuatu itu membuat kita berbuat dosa, maka jauhi…”

Dengan bimbingan sepupuku aku menjauhi dunia lamaku. Dan kini aku mendapatkan kehidupan yang tenang bersamanya. Ya, aku meminta sepupuku menikah denganku setahun setelah aku kembali ke fitrahku. Dan aku tidak tahu mengapa dia setuju. Menagapa dia mau menikahiku ..orang yang hidupnya pernah menyimpang. Dia memberiku kesempatan untuk kembali ke jalan tuhan, ketika aku sendiri tidak yakin kalau aku bisa menjalaninya.

Tapi Alhamdulilah, berkat bimbingan dan kesabarannya, rumah tangga kami bisa bertahan sampai saat ini, setelah 15 tahun menikah. Aku telah berusaha menjadi suami dan ayah yang baik dan bertangung jawab. Untuk anak-anakku, aku punya satu tekad, aku akan menjaga mereka dengan baik, agar tidak terperosok dalam lumpur dosa sepertiku. Karena hingga saaat ini, aku masih di hantui ketakutan, kalau ada diantara anak-cucuku yang akan mengikuti jejakku…

Semoga Allah menjaga ku dan keturunanku serta keluarga dan teman-temanku, dari dosa dan maksiat, biar saja aku yang mengalaminya, jangan ada yang lain..