Janji Ishita

JANJI ISHITA. Terkadang sikap Raman benar-benar tak bisa di duga. Dia sangat menguji kesabaran Ishita. Seperti hari itu, pertengkaran kecil terjadi di kamar mereka setelah pulang dari pesta. Ishita tidak habis mengerti, dengan apa yang di pikirkan Raman tentang dirinya. Sekian lama mereka hidup bersama, tapi sepertinya Raman tak memahaminya sama sekali…

Ishita menyahut gusar, “ya, aku perduli! Setidaknya ada yang perduli denganmu! tapi tak ada yang perduli padaku. Di pesta itu, tak ada yang melihatku!”
Raman menatap Ishita dnegan tajam, “tak seorangpun? Lalu siapa aku ini? Sejak kapan aku berhenti menatapmu? Andai saja kau…”
“Ya..ya.., aku melihatmu tersenyum pada semua orang di pesta itu, memberitahu mereka betapa kau sangat berhutang budi pada bekas istrimu dan bla..bla..bla..! tapi tak sekejabpun kau mendekati aku dan manatapku!!”

Raman geram, “menurutmu begitu? Kau pikir aku bisa mengalihkan mataku dari mu? Ketika kau datang dengan baju seperti itu lalu tertawa dan berakrab-akrab ria dengan bajingan itu… apakah kau tidak tahu betapa aku ingin menghajarnya?” Ishita tertegun.

Raman menggeleng-gelengkan kepala gusar dan kesal, “tahukan kau betapa aku sangat benci melihatmu bicara dengannya. Tertawa-tawa dan menggodanya!”
Ishita menjerit tak percaya, “menggoda? Sudah berapa kali kubilang kalau dia hanya teman bisa!”
Raman tak percaya, “hanya teman biasa? Lihat bagaimana dia menatapmu. Bagaimana dia tersenyum padamu! Apakah kau tidak menyadarinya? Andai saja anakku tidak sangat menyayangimu, maka…”
Ishita menatap Raman menantang, “maka apa?”
Raman terdiam.
Ishita memaksa, “Raman! Maka apa? Apa yang ingin kau katakan?”
“Apa kau pikir aku tidak tahu Ishita? Dia bukan hanya teman biasa bagimu! Dia pahlawanmu. Kau berniat kabur dengannya kan? Kau akan meninggalkan aku dan pergi bersamanya..!” sentak Raman tak lagi bisa mengontrol perasaannya.
Ishita menggeleng, “tidak Raman! Aku tidak akan meninggalkan kalian!”
“Jangan bohong!” bentak Raman. “Aku tahu semuanya… “

Ishita menyentuh tangan Raman, “tidak, Raman! Dengarkan aku! AKu tidak akan meninggalkanmu. Apakah kau mengerti? Aku tidak akan pergi kemanapun. Tidak akan pernah. Bahkan jika kau menjadi suami yang paling brengsek di dunia ini, aku tidak akan pergi. Tapi bukan berarti sekarang kau bukan suami yang brengsek…” Ishita mencibir tipis.

Raman menepis tangan Ishita. Ishita menggengam pergelangan tangan Raman erat sambil berkata, “lihat mataku! Apakah kau melihat kebohongan di sana? Aku sudah membuat komitmen pada keluarga kita… bahwa kita akan selalu bersama. Tak ada yang akan bisa memisahkan kita..”

“Itu antara kau dan Ruhi! Aku tahu kau di sini karena Ruhi. Karena kau sangat menyayanginya dan dia pun begitu. dan aku…” sanggah Raman
“Bukan hanya karena Ruhi, tapi juga karena dirimu!…” tegas Ishita.
“Tapi kau tak pernah melihatku seperti kau menatapnya. AKu tahu siapa diriku. Dan aku tahu siapa dirimu. kau bukan hanya seorang ibu, tapi juga wanita. Wanita yang punya hasrat dan keinginan. Apa kau ingin aku percaya kalau kau tidak akan tergoda olehnya? oleh bujuk rayunya? Dia sedang menunggu kesempatan untuk membawa lari dirimu dariku. Apakah kau tidak menyadari itu?”

Ishita tertawa geli, “cukup Raman! Jangan katakan lagi. Aku tak bisa menahan geli mendengarnya…”
Raman sangat kesal melihat tawa Ishita. Dia menarik tanganya dan melangkah menjauhi Ishita. Ishita menghentikan tawanya dan meminta maaf. Ishita kembali mendekati Raman dan menjelaskan padanya kalau tidak ada hubungan apapun antara dirinya dan Mani, “tidak akan pernah ada! Aku tidak pergi kemana-mana. Jadi jangan kesal lagi ya..”

Raman menggeleng, “tidak…!
Ishita heran, “Raman..?”
Raman mendekati Ishita dan menatapnya lurus. Lalu dia menyentuh tangan Ishita dan berkata ragu, “Tidak Ishita! Aku tidak ingin kau tinggal sebagai ibu ruhi…”
Ishita kaget. Raman melanjutkan, “aku ingin kau menjadi istriku. Aku mencintaimu. Kupikir semuanya begitu sederhana. Tapi tidak! AKu tak bisa menahan perasaanku lagi. AKu membawamu dalam keluargaku sebagai ibu Ruhi, itu benar. Tapi aku juga menginginkan dirimu… aku ingin dirimu menjadi istriku. Aku mencintaimu!”

Ishita tertegun mendengar pengakuan raman. Ada rasa haru dan bahagia menyeruak dalam dadanya. Akhirnya setelah menunggu begitu lama, Raman menginginkan dirinya. Tapi mereka masih terikat dengan perjanjian itu. Dan Ishita tidak percaya dengan apa yang di katakan Raman.

Ishita menyentuh dahi raman, “Raman, kau sedang  gusar. Pergilah istirahat. Aku akan mematikan lampu dan…”
Raman menutup mulut Ishita dengan jarinya, “aku ingin kau membuat keputusan sekarang, Ishita. Saat ini juga. Kalau kau ingin tinggal sebagai ibu Ruhi, maka kau harus menjadi istriku. Dalam segala hal. Kau mengerti?”
Ishita ragu…
“Kalau tidak..” ucap Raman terbata-bata, “kita akhiri kesepakatan ini. AKu akan mencari cara lain untuk menyakinkan pengadilan…”
Ishita terhenyak, “Raman, bagaimana kau bisa berpikir begitu? Kita sudah berjuang sangat keras untuk mempertahankan Ruhi, bagaimana kau…”
“Ini bukan lagi tentang Ruhi, Ishita. Ini tentang kita. Tentang kau dan aku!! Putuskan sekarang!”
Ishita binggung, “Raman….”

Ishita melepas tangan Ishita dan berbalik memunggunginya, “aku lelah Ishita. Aku benci situasi ini. Dunia menyangka aku punya istri. Keluargaku sangat bahagia mengetahui aku berisitri. Tapi yang sebenarnya aku tak punya siapapun. Selain sebuah kesepakatan. Aku tak ingin kita menjadi orang asing lagi Ishita.. aku tak sanggup lagi!!”

Ishita menyentuh pundak Raman dengan lembut, “Raman, kita bicarakan ini lagi besok, sekarang sudah malam, ayo kita istirahat..” Ishita berbalik untuk meninggalkan Raman. Tapi Raman cepat-cepat menarik selendang Ishita hingga terlepas. Ishita berteriak protes dan cepat-cepat menutupi dadanya, “Raman, apa yang kau lakukan??”

Raman mendekati Ishita, begitu dekat. Raman mengelus pipi Ishita, turun ke lehernya dan…
Ishita menarik diri menjauhi Raman sambil coba merebut kembali selendangnya. Raman merangkul tubuh Ishita dan mendekapnya. Ishita coba memberontak, “Raman, tolonglah…”

Raman berkata penuh gairah, “aku ingin mengambil hak ku Ishita. Di sini, dan saat ini juga. AKu ingin kau menjadi istriku! AKu menginginkanmu! AKu membutuhkanmu! AKu tidak bisa menunggu lagi…! AKu tidak bisa membiarkan orang lain membawamu pergi. AKu ingin selalu bersamamu!”

Ishita berusaha menepis tangan nakal Raman, “tapi bukan begini caranya Raman, tidak seperti ini!”
“Lalu aku harus bagaimana? Aku akan menunggu jika kau mau berjanji padaku! Bahwa kau akan menjadi istriku! Tidak akan meninggalkan aku!” pinta Raman.
“Raman…”
Raman memaksa, “berjanjilah Ishita..! Berjanjilah padaku!”
Lalu Ishita menjawab, “ya…”
Raman menarik wajahnya adn menatap Ishita tak percaya, “Ya? ya apa?”
“Ya, Raman. Aku akan menjadi istrimu. Bukan hanya ibu bagi Ruhi dan menantu rumah ini, tapi juga wanitamu. Istrimu yang seutuhnya!”
Raman terbelalak bahagia, “terima kasih tuhan..” Raman memeluk Ishita dan menciumnya. Lalu kemesraan tak direncanakan itu menjadi mimpi indah tak terlupakan Ishita. Bahwa setelah begitu banyak komplain Raman tentang beratnya yang bertambah, Raman masih sanggup mengangkat tubuhnya…

Ketika Raman membaringkan Ishita di tempat tidur dan mencumbuinya, Ishita berjanji dalam hati, bahwa selamanya dia akan bersama Raman. Dan hanya Raman seorang… (IF/Mina)