Malam belum juga jatuh, rembang senjapun masih membiaskan rona merah di sela mega. Perlahan, angin menyapu lembut. Tetesan air dari basah rembutku pun masih belum tuntas.
Ketika dua hati terpaut by M.C. Junliana. Kutatap bayanganku didepan cermin. Bias jernih seberkas cahaya memantul dari setets air yang jatuh dari kening membuatku terkenang pertemuan tak disangka-sangka dengan Indra, kakak tingkatku yang jago main basket, di depan ruang senat tadi pagi.
“Hai Rin, mau kemana?” sapa Indra.
“Ke kantin, mau ikut?” aku balik bertanya.
“Kebetulan, aku juga mau kesana, ” ucap Indra.
Dengan beriringan aku dan Indra memasuki kantin bu Ety yang terkenal dengan gado-gadonya.
Kantin masih sepi saat kami tiba. AKu memesan gado-gado dengan es kelapa muda, sedangkan Indra memesan bakso dan es campur.
Sementara menunggu pesanan tiba, kami ngobrol-ngobrol seputaran kampus. Akhirnya topik dialihkan pada pertandingan basket yang akan diadakan tiga hari lagi. Indra meminta supaya aku menjadi suporternya, dan aku sudah menyanggupinya.
Selesai makan kamipun berpisah. Idra menuju kekelasnya dan aku kembali ke kelasku. Tetapi sebelum itu, Indra menyampaikan salam dari Roy sepupunya buatku. Waktu itu aku seang sekali mendapat salam dari Roy, cowok yang kuimpi-impikan selama ini. Tetapi aku hanya menyimpannya dalam hati, sebab aku tidak mau menunjukan perasaan senangku dihadapan Indra.
Sampai di situ lamunanku diputuskan oleh kehadiraan Lely, sepupuku yang tiba-tiba saja nyelonong masuk ke kamarku.
“Hei…ngaca apa melamun?” tegurnya.
“Dua-duanya!” jawabku setengah mencibir.
“Habis mandi bukannya sisiran, kok maalah melamun!” Lely hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkahku.
“Rin, tadi aku ketemu Roy,” kata Lely kemudian, “dia nanyain kamu terus, lalu aku bilang kalau pingin ketemu datang aja kerumah. Dan dia jani akan datang malam minggu besok.”
“Bersiap-siaplah kamu menunggu kedatangan Arjunamu itu!” kata Lely sambil berjalan keluar.
Ada debar aneh di dadaku ketika mendengar ucapan Lely. Sebenarnya sudah lama aku memendam perasaan cinta terhadap Roy, hanya saja aku malu mengakuinya. Lagipula sikapku kepada Roy biasa-biasa saja seperti terhadap teman-teman ceweknya yang lain. Jadi aku tidak berani memastikan apakah Roy mempunyai perasaan yang sama terhadapku.