Dia yang Tak Punya Mata

Dia yang Tak Punya Mata. Bukan hanya tak punya mata, dia juga tak punya lidah, bahkan 10 jarinya terpotong habis. Tapi raut wajah tampannya selalu menyunggingkan senyum manis. Ya, dia adalah seorang pria tampan dengan postur tubuh ideal. Andai saja dia tidak memiliki semua cacat itu, pasti akan banyak rumah model yang menjadikannya fotomodel atau peragawan.

Bertahun-tahun yang lalu, saat aku menjadi perawat di sebuah rumah sakit khusus orang tua, ada seorang wanita tua yang menjadi pasien di sana. Wanita itu mungkin sudah sangat tua, tapi pikirannya masih jernih, sejernih tatapan matanya. Dia sangat ramah dan sangat suka bersosialisi. Dia berteman hampir dengan semua pasien yang ada di bangsalnya. Dan, aku menjadi dekat dengannya karena alasan itu. Namanya Anna. Setiap ada kesempatan, kami selalu berbincang-bincang tentang anyak hal, tapi tidak pernah tentang dirinya dan asal usulnya. Dia sedikit tertutup jika menyangkut hal itu. Tapi yang aneh bukan itu…

Yang paling aneh adalah ada seorang pria muda yang rutin mengunjunginya. Sehari 2 kali. Pagi hari dan malam hari. Begitu waktu besuk tiba, pria itu pasti berada di antrian terdepan. Setelah itu, dia akan duduk di kursi pengunjung di samping Anna hingga jam besuk usai. Selama kunjungan itu, Anna akan membacakan buku yang di bawanya, atau bernyanyi untuknya dengan suara tuanya atau mereka hanya berpegangan tangan sepanjang waktu dalam diam.

Anna memanggil pria itu dengan panggilan John. Dia buta, bisu dan 10 jarinya putus hingga ruas pertama. Ku kira dia buta seperti orang-orang buta pada umumnya, rusak kornea mata sehingga tidak bisa melihat. Tapi ternyata kebutaan John sangat ektrim, dia tidak punya bola mata. Kedua kelopak matanya kosong seperti sesuatu telah mencungkil mata itu keluar dari tempatnya. Aku melihatnya sekali saat dia melepas kaca matanya. Dan sejak saat itu, aku menjadi sangat penasaran. Tapi aku tak berani bertanya. Aku menyimpan rasa penasaranku di balik kegelisahanku. Dan ketika aku tak mampu lagi menanggungnya, aku memberanikan diri untuk bertanya… Dan tanpa ku duga, Anna menceritakan semuanya.. masa lalu kelamnya dan John.

Dahulu kala, Anna dan Jessi, kakaknya, tinggal bersama ayah mereka yang sakit-sakitan. Sakitnya semakin hari semakin parah karena mereka tidak mampu membeli obat untuk mengobatinya. Jangankan untuk membeli obat, untuk makan saja susah. Bahkan terkadang, mereka terpaksa membiarkan ayah yang sakit itu kelaparan dari pada menyia-nyiakan makanan untuk dia, karena dia pasti mati. Anna tidak tega, tapi Jessi memaksanya melakukan itu. Dalam kesengsaraan itu, Jessi kehilangan akal sehatnya sedikit demi sedikit. Dan ketika ayah mereka akhirnya meninggal, Jessi benar-benar hilang akal. Dia semakin pendiam dan menutup diri. Tapi dia tetap berusaha mencari makan, untuk menutupi rasa lapar yang semakin hari semakin kuat mendera,

Baca juga:

Seringkali aku menawarkan diri untuk membantu tetangga bekerja, tapi tidak setiap saat ada yang mau memberiku pekerjaan. Sehingga terkadang kami menahan lapar berhari-hari karena tidak ada sesuatu untuk di makan. Lalu Jessi mulai turun kejalan untuk mengemis. Tak jarang dia menjual dirinya untuk sebuah tumpangan agar bisa pergi ke kota. Dengan harapan dia akan mendapatkan banyak uang dari mengemis di sana. Lalu dia hamil… anak haram yang entah siapa ayahnya. Karena Jessi menjual dirinya pada banyak pria, pria-pria pengambil kesempatan, yang bahkan dia sendiri tidak kenal…

Sembilan bulan kemudian, bayi itu lahir dengan sehat dan selamat. Wajahnya tampan dan matanya sangat jernih dan bersinar. Bati itu tidak rewel. Meski saat itu sedang musim dingin yang mencengkam, dia mengigil dalam pelukan, tapi tidak ada tangisan. Tangisannya hanya muncul saat dia lapar dan popoknya basah. Dan tangisan itu semakin sering terdengar karena Jessi tidak memperdulikan anaknya. Dia tak pernah peduli untuk mengganti popok bayi atau memyusuinya jika dia lapar. Dan Anna yang akan melakukan semua itu. Mengganti popok John dan menyuapinya sesuatu jika dia kelaparan.

Lalu Jessi mulai membawa John keluar untuk mengemis. Dia menggunakan John untuk menarik simpati orang. Jessi merasa senang jika John terlihat menderita dan tidak terurus, karena orang-orang akan merasa iba dan memberinya banyak uang. Jessi sering kali kesal dan marah jika dia tak berhasil mengumpulkan uang sebanyak yang dia harapkan karena John terlihat sehat dan riang. Entah berapa kali Anna melihat Jessi sengaja membuat John menderita agar dia bisa mendapatkan apa yang di inginkannya. Dan Anna akan menyelamatkan bayi tak berdosa itu dari kekejaman Jessi. Hingga suatu hari…

Musim dingin sedang tiba pada puncaknya. Sepanjang malam badai Salju sedang melanda desa. Ketika Anna keluar di pagi hari, dia menemukan John terbaring lemas di halaman dengan wajah penuh darah. Anna melihat jari tangan John telah hitam meradang karena dingin yang amat sangat. Jessi bahkan tidak menyelimuti tubuh John ketika dia membaringkannya di halaman semalaman. Gagak yang kelaparan telah mencaplok matanya dan mematuk putus lidahnya. Darah dari lubang mata dan mulutlah yang telah menutupi wajahnya. Anna menduga kalau John sudah mati, tapi ketika dia memeluk jasadnya, jantung john masih berdetak meski lemah. Anna segera mebungkus tubuh John yang malang dan memeluknya erat untuk memberinya kehangatan…

Tanpa memuang waktu, Anna segera membawa John ke de dokter desa untuk mendapat pertolongan. Anna menggedor rumah dokteritu. Si Dokter menemui Anna dengan wajah masih mengantuk. Anna meminta dokter menyelamatkan John apapun yang terjadi. Demi John, dia memberikan perhiasan pusaka ibunya yang selama ini dia sembunyikan dari jangkauan Jessi pada dokter. Dokter berhasil menyelamatkan nyawa John, tapi tak bisa memperbaiki bagian tubuhnya yang sudah mengalami kerusakan. Jari-jemarinya terpaksa di potong untuk menyelamatkan yang tersisa. Anna mempercayakan semuanya pada dokter. Dia ingin yang terbaik untuk John.  Ketika dokter meminta agar John di rawat inap untuk di monitor perkembangannya, Anna mengizinkan dengan senang hati. Karena dia akan sangat sibuk sekali.

Saat John dalam pantauan dokter, Anna menyelinap pulang. Dia menyantroni Jessi, keduanya terlibat perkelahihan. Dengan penuh amarah, Anna meremukkan kepala Jessi dengan besi cor yang dia temukan di samping kompor gas. Setelah itu dia pergi untuk membeli tiket kereta api dan bersama John, dia meninggalkan negara asalnya untuk memulai kehidupan baru.

Anna berkata kalau sampai sekarang, John tidak tahu kisah tragis itu. Baginya, dia adalah anak yang di adopsi Anna dari sebuah situasi yang kemungkinan besar dia tidak bisa bertahan. Tapi dia bertahan hidup, dan tumbuh menjadi pria muda, tampan meski dengan banyak bagian tubuhh yang cacat. Walau memiliki banyak kekuarangan, tapi John selalu bersifat optimis. Sifat optimis yang selalu di tunjukan John dari sejak dia terlahir hingga hari ini menjadi mukjijat yang memberi kekuatan pada Anna untuk terus bertahan. Setiap hari, John masih terus mengunjungi Anna melimpahkan kasih sayangnya pada satu-satunya keluarga yang dia punya. Dan dia berada di sisi Anna, memegangi tangannya ketika Anna menghembuskan nafas terakhirnya.

Di pemakaman, aku memberitahu John kalau Anna dan aku berteman. Aku memeritahu John kalau Anna, ibunya, adalah wanita paling luar bisa dan menakjubkan yang pernah ku temui. John mengangguk sedih, namun wajahnya menyiratkan kebangaan dan rasa syukur yang teramat dalam karena mempunyai ibu sehebat Anna. yang sanggup melakukan apapun untuk dirinya.

Sejak pemakaman Anna, aku tidak pernah lagi bertemu John. Aku tidak tahu lagi kabarnya. Tapi aku selalu berdoa di manapun dia berada, dia akan selalu mendapat kemudahan. Aku tidak bisa membayangkan berada di posisinya. Entah bagaimana caranya dia bertahan hidup di dunia yang sangat keras ini tanpa mata, lidah dan jemari. (Translate: @MayZul)